Katedral Santa Maria Palembang: Per Mariam ad Jesum

321
Tampak depan Katedral Santa Maria Palembang. (HIDUP/Elis Handoko)
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Mawar itu menebar bau yang wangi. Cantik untuk dilihat, halus untuk disentuh, tapi ia tumbuh di antara semak duri, yang berlawanan dengan kecantikan dan kelembutannya. Demikianlah juga mereka yang lemahlembut, sabar, cantik dalam kebajikan, tetapi diuji oleh para musuhnya. Sebagai duri, di lain pihak, ia menjaga.

KURANG lebih begitulah pernyataan diri Bunda Maria, dalam permenungan Santa Brigita mengenai Rosa Mistika. Makna permenungan itu bisa mengiringi batin kita saat menikmati gelaran ornamen eksterior Katedral Santa Maria, Palembang.

Di sanalah kita diajak memahami bahwa Perawan Maria merupakan mawar yang berkembang, si cantik yang menebar wangi, yang menjaga kehidupan. Kitab Kidung Agung menggambarkannya sebagai Bunga Mawar dari Saron (Bdk. Kid 2:1).

Mawar yang menebar wangi, mawar yang menjaga, dialah Perawan Maria. Pesan kuat ini tersirat melalui tebaran relief bunga mawar yang mengisi dinding bangunan. Simbol mawar kian lugas arah maknanya ketika kita berada di depan pintu utama gereja.

Tepat di garis lurus vertikal pintu itu, patung Bunda Maria menempati persisi tengah atas bangunan. Bentukan Maria dikandung tanpa noda itu disangga dua pilar yang menggamit motif jendela mawar (rose window). Perlambang pelindung katedral itu turut menandai kekhasan gaya arsitektur neogotik.

Ternyata, Maria bukanlah pemuncak. Demikianlah tata rancang bangunan ini menampilkan kesan. Di belakang patung Maria, berdirilah salib bergaris cahaya lampu. Sementara, di sisi kanan dan kiri Maria, menara kembar mengokoh tinggi ingin menembus langit.

Patung Santa Maria di bagian sisi kiri aarh umat. (HIDUP/Elis Handoko)

Dua menara itu sengaja berdiri lebih tinggi dari keberadaan patung Maria. Mungkin, seni bangunan ini tengah berimaji tentang Menara Daud, sebuah bangunan kokoh yang menjulang tinggi di pegunungan sekeliling Yerusalem. Menara Daud menjadi bagian dari pertahanan kota.

Kita pun diingatkan, gelar Menara Daud juga disematkan untuk Bunda Maria. Dengan doa-doa dan teladannya, Maria menjadi bagian dari pertahanan, yang dengannya Kerajaan Allah tetap berdiri teguh dan dosa akan selalu terkalahkan. Daud merupakan gambaran Tuhan Yesus Kristus, dan menara Daud adalah suatu pertahanan bagi Tuhan. Demikian Beato Kardinal Newman memaknai.

“Semua penghormatan kepada Bunda Maria meneguhkan kebenaran tentang keallahan Kristus dan bukan malah mengaburkan penghormatan kepada Kristus. Sebab, Kristus jauh lebih tinggi daripada Bunda Maria. Semua rahmat yang ada pada Bunda Maria adalah limpahan dari kekudusan Kristus,” urai Newman, seperti dilansir katolisitas.org.

Kristus jauh lebih tinggi daripada Maria. Menjadi sentralnya tokoh Maria, yang digambarkan dalam seni bangunan katedral ini, ingin menekankan pentingnya peran Maria yang mengantar anak-anaknya kepada Tuhan Yesus. Demikian sebuah istilah klasik yang sering kita dengar, per Mariam ad Jesum, melalui Maria menuju Yesus.

Melalui Bunda

Ornamen eksterior gereja memperkenalkan Maria dengan dominasi relief bunga mawar. Sementara desain interiornya menyuguhkan detail misteri yang termanifestasi secara agung. Imaji subjek yang hendak dikomunikasikan pun jelas, siapakah Bunda Maria bagi Gereja.

Sudah lazim. Sejak abad-abad awal Gereja, seni bangunan gereja memiliki bentukan jendela-jendela besar. Melalui kaca patri, seniman merakit kaca warna-warni menjadi cerita-cerita Kitab Suci.

Selain berfungsi sebagai media komunikasi iman bagi umat, kaca patri itu menciptakan pemandangan yang dinamis. Kaca aneka warna itu memendarkan aksen teduh yang khidmat bagi pemuja yang sujud berdoa.

Dua puluh kaca patri jendela utama di sisi kanan dan kiri Katedral Santa Maria berkisah tentang Maria. Narasi bermula dari Maria dikandung tanpa noda. Selanjutnya, peristiwa-peristiwa Maria dibingkai sedemikian dinamis dari jendela ke jendela. Bermula pada peristiwa Maria menerima kabar gembira dari malaikat Tuhan hingga Maria dimahkotai di Surga.

Bingkai-bingkai berikut menggambarkan gelar-gelar Maria. Sebut saja, Maria tetap perawan, Maria Bunda Allah, Maria Ratu Rosario, Maria Ratu Damai, dan Maria Bunda Berbelas Kasih.

Menariknya, sebelum dua gelar terakhir itu, dua bingkai kaca patri menyuguhkan cerita seputar penampakan Bunda Maria: Our Lady of Fatima (Fatima, 1917) dan Maria Bunda segala Bangsa (Amsterdam, 1945).

“Misi Ibu Maria untuk menjagai anak-anaknya di segala bangsa belum paripurna hingga kini. Maria akan selalu menjadi penolong yang dekat dengan kita. Di mana pun, sampai kapan pun, Ibu akan menolong kita, anak-anaknya,” papar Mgr. Aloysius Sudarso SCJ, Uskup Emeritus Keuskupan Agung Palembang.

Usai dialog hati dengan peristiwa-peristiwa Maria di kaca patri, kita bisa berhenti sejenak di ruang devosi. Ruang sudut bagian kiri depan dari arah umat itu dibaktikan kepada Bunda Maria. Maria tampak menggendong kanak-kanak Yesus. Ia menawarkan intimitas ganda kepada devosan, seorang Ibu yang melindungi serta seorang Putra yang menawarkan jalan, kebenaran, dan hidup.

Dengan menyalakan lilin, kita membiarkan hati dan pikiran kita berlabuh pada Ibu Maria; diam menatapnya, lalu memohon berkat dan pertolongannya agar kita baik-baik saja di jalan hidup ke depan.

Yakinlah, doa kita pasti dibawanya pada Yesus, Putranya.

Bunda Gereja

Sesaat sebelum wafat, Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. Berkatalah Yesus kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu.” Lalu, Ia berkata kepada murid yang dikasihi-Nya itu, “Inilah ibumu!” Sejak itu, Rasul Yohanes menerima Bunda Maria di dalam rumahnya (lih. Yoh 19:26-27).

Di momen itu, para rasul menyaksikan sendiri bagaimana Kristus mengasihi ibu-Nya, dan bagaimana Kristus menghendaki Maria menjadi ibu bagi para rasul-Nya serta ibu bagi semua orang, yang diwakili oleh Rasul Yohanes.

Maria tetap hidup di dunia untuk sekian waktu setelah kenaikan Yesus ke Surga. Maria mendampingi para rasul. Dialah penasihat para Rasul. Keberhasilan para rasul mewartakan Injil juga tak lepas dari doa-doa Bunda Maria. Demikianlah para rasul menghormati Bunda Maria. Menurut tradisi, Maria tinggal bersama Rasul Yohanes di sebuah rumah di Efesus.

Kurang lebih begitulah jika dinarasikan relasi Bunda Maria dengan para rasul dan Gereja. Siratan narasi itu terukir pada dua belas pilar dinding interior katedral. Patung-patung para rasul itu, yang dimulai dari Rasul Petrus dan dipungkasi Matias, menjadi pilar yang seakan-akan menopang keseluruhan tubuh bangunan gereja.

“Sebenarnya ini merupakan sebuah perlambang akan keyakinan, bahwa Gereja berdiri dan tumbuh atas dasar iman para rasul,” tutur Mgr. Aloysius.

Kristus membimbing Gereja-Nya melalui Petrus dan para rasul yang lain. Petrus, yang secara khusus diberi otoritas oleh Yesus sebagai yang pertama dari antara para rasul, menerima mandat menggembalakan Gereja-Nya. Tugas rasuli itu dilanjutkan oleh para penerus Petrus, yang oleh Gereja Katolik disebut sebagai paus.

Gambaran suksesi apostolik Gereja Katolik itu bisa ditemukan pada bingkai-bingkai bergambar di teras utama katedral. Di sana terpajang paus sepanjang masa, dari Santo Petrus hingga paus terkini.

Uskup Emeritus menjelaskan maknanya, “Dari sini, umat diajak memahami bahwa kita merupakan anggota Gereja yang satu dan apostolik, yang berziarah dari zaman ke zaman menuju pada Bapa.”

Kepada Putra

Sebagai Bunda Allah, Maria berpartisipasi dalam karya penyelamatan manusia. Gambaran sentral Maria tidak mengaburkan identitas Yesus, Putranya. Maria justru senantiasa membawa setiap anaknya kepada Kristus. Sebab, itulah misi utamanya.

Lihat saja ekspresi pada ornamen-ornamen yang ditampilkan interior gereja! Gambar-gambar Maria selalu mengarah pada karya penyelamatan Kristus. Bahkan bisa dikatakan, karya penyelamatan Allah dalam Kristus menjadi puncak dari semua yang mau dikomunikasikan oleh setiap ekspresi seni religi yang ada. Gambaran yang langsung mengacu pada peristiwa-peristiwa Yesus dituangkan di bagian depan ruangan gereja, setelah pintu utama.

Keberadaan bentukan relief pietà menunjuk Maria sebagai Ibu yang berdukacita. Ia menangisi Putranya yang sudah meninggal beberapa saat setelah diturunkan dari salib. Relief mengukirkan rasa sedih yang mendalam, melambangkan kebajikan sejati yang mau dipancarkan, yakni belas kasih.

Dua belas pilar dinding interior Katedral. (HIDUP/Elis Handoko)

Istilah “pietà” (Italia) atau “pity” (Inggris) berarti “belas kasihan”. Dan begitulah, Putra Maria itu menanggung kematian demi mengungkapkan belas kasih Bapa-Nya kepada para pendosa, sehingga mereka beroleh selamat.

Sementara itu, persis di depan pietà, di sisi dinding yang lain, ditakhtakanlah gambar Yesus Kerahiman Ilahi. Di devosi ini, keyakinan umat kembali dikukuhkan, bahwa belas kasih merupakan sifat Allah yang paling agung. Semua karya tangan-Nya dimahkotai dengan belas kasih. Sembari terus berjalan masuk ke ruang utama gereja, yang berarti kita secara aktif siap memasuki partisipasi perayaan iman, kita memaklumkan, “Yesus, aku percaya padamu! Yesus, Engkaulah andalanku!”

Akhirnya, kita berpartisipasi dalam Ekaristi. Inilah sumber dan puncak hidup kristiani, yang menjadi pusat dari seluruh prosesi simbol dan makna dalam bangunan kudus ini.

Imaji perjamuan terakhir Tuhan Yesus dengan para murid di langit-langit kubah itu saksinya. Altar suci di bawahnya menjadi ruang rahmat. Di sanalah, dalam perayaan Ekaristi, Kristus hadir secara nyata dalam Tubuh dan Darah-Nya. Dia rela menjadi rezeki sehari-hari yang menyelamatakan. Kesatuan dengan-Nya sendiri merupakan bekal puncak bagi peziarahan hidup umat sepanjang zaman.

Mencurahkan Hati

Memungkasi kunjungan di Katedral Santa Maria Palembang, kita mereguk ketenangan yang dekat dengan ibunda Yesus.

Taman Maria Immaculata Conceptio (HIDUP/Elis Handoko)

Namun, jangan merasa puas dulu! Melangkahlah melalui pintu samping katedral. Teruslah berjalan ke arah belakang gereja. Jumpailah Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda di sebuah taman. Namanya Taman Maria Immaculata Conceptio.

Taman ini sedikit menjauh dari ingar-bingar kesibukan sehari-hari. Letaknya di sudut kompleks katedral. Bentukannya, rumahan beratap kanopi tanpa dinding, terbuka menghadap alam.

Bangku-bangku lengkung memanjakan tepekur para pemuja. Dari arah depan, tangan Bunda Maria mengatup di bawah wajahnya yang teduh nan khidmat. Mungkin, hati Bunda sedang tercurah mendengarkan curahan hati anak-anaknya.

Pendaran cahaya lilin berpadu gemercik air yang mengalir dari arah bawah kaki Bunda Maria semakin menyihir pendoa untuk makin berkhidmat. Sementara, dekorasi lantai, yang mengguratkan garis-garis cahaya berasal dari arah Maria, seakan menjadi penanda; bahwa kiblat wawan hati kita adalah seorang Ibu. Ya, seorang Ibu yang sangat dekat dengan Putranya.

Perjamuan terakhir Tuhan Yesus dengan para murid di langit-langit kubah Katedral. (HIDUP/Elis Handoko

Di wawan hati ke Ibu itu kiranya kita boleh bersyukur. Putranya, Tuhan Yesus sudah memberikan segala-galanya bagi kita; kasih-Nya, hidup Ilahi-Nya, dan bahkan ibu-Nya sendiri.

Kini, semua berbalik ke kita, hendak memberi respons seperti apa atas kasih Yesus itu. Mungkin pertanyaan kecil ini bisa kita sisipkan. Beranikah kita bersikap seperti murid terkasih; menerima Maria sebagai ibu kita, membiarkan Ibu tinggal dalam rumah keluarga kita?

Tak perlu tergesa-gesa menjawab! Hanya saja, teruslah menaruh hati padanya. Ibu pasti menolong. Ibu selalu sayang anak-anaknya!

 Elis Handoko (Palembang)

 HIDUP, Edisi No.12, Tahun ke-77, Minggu, 19 Maret 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here