Kardinal Ignatius Suharyo: Perjalanan Paskah Kita: Cinta Tanah Air

395
Kardinal Ignatius Suharyo
5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM– Minggu, 09 April 2023, Hari Raya Paskah Kebangkitan Tuhan. Kis.10:34a, 37-43; Mzm.118:1-2, 16ab-17, 22-23; Kol.3:1-4 atau 1Kor.5:6b-8; Yoh.20:1-9.

PERTAMA-TAMA, saya ingin mengucapkan SELAMAT PASKAH kepada para pembaca Majalah Hidup yang budiman. Semoga Hari Raya Paskah dan Masa Paskah yang akan berlangsung sampai dengan Hari Minggu Pentakosta memberikan kepada kita sumua kesempatan yang memadai untuk menimba kekayaan pesan Paskah dan membuat hidup kita semakin bermakna.

Kombinasi pesan-pesan utama yang disampaikan kepada kita dalam bacaan-bacaan Perayaan Ekaristi pada hari ini, dapat sangat membantu kita untuk menghayati Hari Raya Paskah: buah utama kebangkitan Kristus digambarkan dengan sangat jelas terjadi dalam diri “murid yang lain” yang lebih dulu sampai di kubur dan masuk dan “ia melihatnya dan percaya” (Yoh. 20:8).

Kardinal Ignatius Suharyo menyalami umat seusai Misa Krisma, Kamis, 6/4/2023. (Foto: HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Selanjutnya buah dari kepercayaan itu adalah kesadaran bahwa kita semua “dibangkitkan bersama dengan Kristus” (Bdk Kol. 3:1) dan konsekuensinya adalah “mencari dan memikirkan perkara yang di atas” (Kol 3:1), karena “Kristus adalah hidup kita” (Kol 3:4).

Pertanyaannya, Yesus yang seperti apa yang mesti menjadi hidup kita itu? Jawabannya ada antara lain dalam khotbah Petrus yang dibacakan dalam bacaan pertama: “Yesus yang berkeliling sambil berbuat baik… karena Allah menyertai Dia” (Kis. 10:38).

Sangatlah penting diperhatikan, pada lilin Paskah selalu tertulis tahun ketika Paskah itu dirayakan, tahun ini tertulis tahun 2023. Maksudnya perayaan Paskah mesti mempunyai makna dan pesan yang relevan untuk tahun ini. Sementara itu, “berbuat baik” yang dilakukan Yesus mempunyai makna yang sangat luas.

Kita dapat bertanya perbuatan baik mana yang sungguh sangat perlu terus kita usahakan di tengah-tengah masyarakat, bangsa, dan negara kita sekarang ini? Kita mencoba menjawabnya berdasarkan pewartaan Petrus: “Yesus berkeliling sambil berbuat baik … karena Allah menyertai Dia.”

Cinta Tanah Air

Allah yang menyertai Yesus adalah Allah yang membawa umat Allah Perjanjian Lama menuju Tanah terjanji: Allah yang membebaskan umat-Nya dari perbudakan dan menjadikan mereka bangsa yang merdeka. Dialah Allah yang karya-Nya dikisahkan dalam Kitab Keluaran yang menjadi bacaan wajib perayaan Malam Paskah.

Umat Katolik Indonesia yakin benar, bahwa Allah yang sama juga menuntun bangsa kita bebas dari penjajahan dan bertumbuh menjadi bangsa yang semakin merdeka, dalam sejarah yang panjang.

Sebagaimana dulu Allah menuntun umat-Nya keluar dari tanah perbudakan dan membawanya ke tanah terjanji, demikian Allah yang sama telah membebaskan bangsa kita dari penjajah dan membawa bangsa kita menjadi bangsa yang merdeka.

Keyakinan itu diungkapkan dalam doa Prefasi Tanah Air, yang merupakan salah satu kekayaan doa dalam Gereja Katolik di Indonesia: “Sepanjang sejarah, Engkau mencurahkan kasih sayng yang besar kepada bangsa kami; berkat jasa begitu banyak pahlawan, Engkau menumbuhkan kesadaran kami sebagai bangsa; kami beryukur kepada-Mu atas bahasa yang mempersatukan dan atas Pancasila dasar kemerdekaan kami.”

Yang kita syukuri dalam Doa Prefasi Tanah Air ini adalah sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang dirangkum dalam tonggak-tonggak sejarah yang menentukan yaitu kebangkitan nasional (1908), sumpah pemuda   (1928), dan Pancasila (18/8/1945) sebagai dasar negara. Bagi kita bangsa Indonesia, tanah terjanji adalah bangsa yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”

Panglima TNI Yudo Margono dan Kardinal Ignatius Suharyo dalam pertemuan di Jakarta beberapa waktu lalu. (Foto: Ist).

Kalau dipahami demikian, salah satu pesan Paskah yang selalu penting untuk terus kita rawat dan dicari wujudnya secara kreatif adalah RASA CINTA TANAH AIR. Mengapa demikian? Pengamatan sepintas menunjukkan kepada kita bahwa sekarang ini ruang bersama semakin terasa dibanjiri oleh arus-arus kecil dalam kesempitan sektoral, yang berpijak pada “ke-aku-an” atau “ke-kami-an” (artinya kepentingan pribadi atau kelompok), belum pada “ke-kita-an”, artinya kepentingan bersama bangsa dan negara.

Hal ini jelas misalnya dalam narasi-narasi negatif dalam berbagai bentuknya yang dilontarkan begitu saja seakan-akan tanpa mempertimbangkan akibatnya bagi kebaikan bersama.

Semestinya, kalau orang sadar bahwa setiap warga mempunyai tanggung jawab sejarah untuk merawat dan mengembangkan rasa cinta tanah air, yang kita sebarkan adalah narasi-narasi positif yang memuliakan martabat manusia, mempererat persaudaraan sejati dan mendorong setiap warga untuk ikut membangun kebaikan bersama.

Landasan untuk terus merawat dan bertumbuh dalam rasa cinta tanah air ini sudah diletakkan oleh para bapa bangsa kita yang mendirikan negara kita. Para tokoh Gereja Katolik pun menanamkan nilai-nilai yang sama.

Ir. Soekarno (kedua dari kiri) dan Mgr. A. Soegijapranata, SJ (kedua dari kanan)

Rasa cinta tanah air para tokoh Gereja Katolik dibuktikan antara lain oleh para pahlawan: Albertus Soegijapranata (mewakili hierarki Gereja), Ignatius Kasimo (mewakili awam sipil Katolik), Ignatius Slamet Riyadi (mewakili TNI AD), Yos Sudarso (mewakili TNI AL), Agustinus Adisutjipta (mewakili TNI AU), Karel Satsuitubun (mewakili POLRI) – lengkap.

Marilah dengan semangat Paskah kita pikul tanggung jawab sejarah kita. Terus merawat dan membangkan semangat cinta tanah air dan mencari jalan-jalan kreatif untuk mewujudkannya. Itulah perjalanan Paskah kita.

“Mari kita sebarkan narasi-narasi positif yang memuliakan martabat manusia, mempererat persaudaraan sejati dan mendorong setiap warga untuk ikut membangun kebaikan bersama.”

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here