Mengais Kemanusiaan: Romo Paschal Buka Tabir Kejahatan Perdagangan Manusia

166
Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus saat menjadi pembicara untuk sesi utama dalam tema Human Trafficking - INFO JPIC Indonesia dengan Moderator: Romo Alfred, OFMCap.
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Memasuki hari ketiga pertemuan INFO JPIC, Selasa, 21/8/2023, peserta disuguhkan materi utama tentang perdagangan manusia (Human Trafficking) di Wisma Immaculata, Pontianak.

Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus atau Romo Paschal, seorang imam yang baru-baru ini dikenal dengan perjuangannya menolong dan membela hak-hak para korban perdagangan manusia di tempatnya melayani menjadi pembicara utama.

Ia mengatakan, praktik perdagangan manusia menjadi perhatian khusus di zaman, di antaranya kebanyakan orang menganggap perbudakan merupakan sesuatu yang sudah lama ditinggalkan dengan kata lain menanggap dunia sudah terbebas dari era perbudakan.

“Kebanyakan dari kita terlalu sibuk dengan urusan surgawi, yang di mana kita ketahui hal tersebut adalah pasti, namun kita sering melupakan saudara saudara kita yang ada di dunia,” ucap Romo Paschal.

Romo Paschal juga menambahkan bahwa setiap manusia pengikut Kristus harus kosongkan diri dan menjadi hamba yang terluka demi pemulihan untuk penyembuhan.

Ia dengan tegas mengatakan semua umat Allah tidak boleh diam, oleh karenanya harus bergerak bersama Allah.

Ia mengutib pesan Paus Fransiskus yang pernah mengatakan “perdagangan orang adalah luka terbuka dalam masyarakat masa kini; luka terbuka dalam tubuh Kristus”
“Luka terbuka inilah yang semestinya menjadi perhatian kita dalam beriman. Membuka mata melihat membuka telinga yang peka,” tambahnya.

Eksploitasi anak dan dewasa

Romo Paschal mengupas sebuah kasus dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang apabila terdapat tiga elemen utama yakni tindakan, ancaman, dan tujuan. Poin terpenting yang harus dimiliki oleh ketiga elemen tersebut ialah adanya bukti yang kongkret dan jelas.

Di akhir sesi ini para peserta diberi kesempatan untuk berdiskusi dan menilik beberapa kasus perdagangan manusia yang pernah terjadi di Indonesia.

Romo Paschal juga menggarisbawahi ada beberapa tren perdagangan manusia mulai dari dalam negeri hingga luar negeri. Eksploitasi anak dan dewasa, pengantin pesanan dan lain lain seolah sudah menjadi hal yang biasa.

Bagi sebagian orang, agen penyalur TKI yang memiliki legalitas dianggap memiliki proses yang lebih rumit dari segi teknis maupun administrasinya. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia perdagangan orang untuk membuka pintu dengan menawarkan kemudahan.

“Fenomena ini juga didukung dengan target sasaran korban yang rentan secara ekonomi sehingga mudah untuk ditipu,” tambah Romo Paschal.

Saksi mata tindakan kekejaman manusia

Di tengah pemaapran Romo Paschal, ada juga dua kesaksian sahabat inspiratif dalam memperjuangkan hak kemanusiaan.

Suster Kristina Fransiska CP (kiri), Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, dan Suster Laurentina SDP

Pertama, Suster Laurentina SDP alias “Suster Kargo”, menjadi panggilan unik yang diberikan kepadanya karena kiprah dalam membantu pemulangan imigran dari dalam dan luar negeri yang menjadi korban dari perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pengalamannya bersama rekan-rekannya menjemput jenazah korban di bagian kargo Bandara El Tari Kupang, dan mengurus administrasi bandara untuk membantu menghubungkan korban dan keluarga.

Kesaksian itu adalah bentuk nyata perjuangan pengikut Kristus dalam membela dan membina para korban perdagangan manusia. Memang hal itu tidak selalu berjalan mulus, banyak tantangan dihadapi seperti identitas yang tidak jelas, dokumen administrasi tidak lengkap bahkan ilegal, dan masih banyak lagi.

“Saya pernah menerima korban hidup tanpa identitas yang sudah kurang lebih 14 tahun tidak bertemu dengan keluarganya, namun ketika ditanya asal dan alamatnya dia hanya menjawab di belakang rumahnya ada pohon asam,” kata Suster Laurentina.

Dia menambahkan bahwa potensi Human Trafficking terjadi di mana-mana terutama daerah yang secara ekonomi terbilang kurang mampu. Akibatnya saat diberikan sedikit iming-iming oleh para mafia tersebut disanalah perdagangan orang terjadi. Mereka yang tidak tahu apa-apa tentang itu tergiur dengan kesempatan bekerja di luar negeri.

Kedua, Suster Kristina Fransiska CP, seorang suster asal Kalimantan memulai perjuangannya untuk membela korban-korban Human Trafficking sejak bertugas di Keuskupan Malang.

Dia turut andil dalam program sosialisasi ke sekolah-sekolah. Suster Kristina melihat bahwa calo-calo Human Trafficking menargetkan anak di sekolah.

Menurut kesaksiannya banyak kasus yang ditemui adalah korban yang dijadikan sebagai ‘pengantin pesanan’ oleh calo dengan iming-iming memperoleh hidup yang lebih baik.

Sekarang Suster Kristina Fransiska CP berada dalam Komisi Pendidikan dan Advokasi di KKPP KWI.

Samuel (Kontributor, Komsos Pontianak)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here