Patriark Pizzaballa dan Batholomew Sesalkan Serangan Udara terhadap Gereja Ortodoks di Gaza

69
Kardinal Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Patriark Latin Yerusalem dan Patriark Ekumenis Konstantinopel menyampaikan kedekatan dan dukungan mereka kepada Patriarkat Ortodoks Yunani menyusul serangan udara Israel di dekat Gereja St. Porphyrius di Gaza yang menewaskan sedikitnya 18 orang.

Patriark Latin Yerusalem, Kardinal Pierbattista Pizzaballa, mengungkapkan kesedihannya atas para korban serangan udara yang melanda kompleks Gereja Ortodoks Yunani St. Porphyrius di Kota Gaza, Kamis (19/10).

Serangan tersebut mengakibatkan runtuhnya sebuah bangunan yang berdekatan dengan gereja tempat sekitar 400 orang, sebagian besar umat Kristen, berlindung.

Korban tewas kini mencapai 18 orang, dan beberapa lainnya luka-luka.

Perang dan bom tidak pernah menyelesaikan masalah

“Kepedihan yang dialami keluarga-keluarga tersebut, yang telah menderita sejak lama, sangat besar dan kami menyertai mereka. Kami berdoa agar situasi ini segera berakhir,” kata Kardinal Pizzaballa kepada televisi Katolik Italia TV2000.

“Mari kita berharap bahwa alasan kembali kepada mereka yang mengambil keputusan,” tambahnya. “Perang dan bom tidak pernah menyelesaikan masalah, malah sebaliknya selalu menciptakan masalah baru.”

Banyak keluarga dari kompleks Ortodoks Yunani kini telah pindah ke gereja paroki Katolik Keluarga Kudus, yang sudah menampung warga sipil lainnya yang mencari perlindungan.

Umat Katolik di Gaza akan tetap tinggal

Patriark Pizzaballa menjelaskan bahwa komunitas Katolik yang berjumlah 1.000 orang di Gaza telah memutuskan untuk tetap tinggal terlepas dari bahayanya.

“Pertama karena mereka tidak tahu ke mana harus pergi dan kemudian karena mereka mengatakan tidak ada tempat di Jalur Gaza yang aman,” katanya.

Sang Patriark mencatat bahwa terlepas dari semua yang terjadi, keyakinan mereka tetap teguh bahkan di bawah serangan bom.

Solidaritas dari Patriark Bartholomew

Pada Jumat (20/10) pagi, Patriark Ekumenis Bartholomew I dari Konstantinopel mengadakan percakapan telepon dengan Patriark Ortodoks Yunani Yerusalem Theophilos III untuk menyampaikan belasungkawa bagi para korban dan harapan terbaiknya agar korban luka segera pulih.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Patriarkat Ekumenis, Bartholomew menyampaikan dukungannya terhadap “peristiwa tragis” di Tanah Suci, sambil mengungkapkan harapan bahwa “perdamaian dan keamanan dapat dipulihkan sesegera mungkin bagi semua orang di Timur Tengah.”

Sementara itu, Theophilos III berterima kasih kepada Patriark Ekumenis atas perhatian dan dukungannya, dan menggambarkan kepadanya “situasi suram di wilayah tersebut”.

Berbeda dengan serangan terhadap Rumah Sakit Arab Al-Ahli di Kota Gaza yang menewaskan ratusan orang pada tanggal 17 Oktober, militer Israel telah mengkonfirmasi bahwa ledakan pada Kamis tersebut adalah hasil dari serangan udaranya, dan mengatakan bahwa serangan tersebut menargetkan pusat komando militan di dekatnya dan bahwa mereka sedang meninjaunya.

Gereja mengutuk serangan udara

Beberapa pemimpin Gereja, termasuk Dewan Gereja Dunia (WCC), mengutuk keras kedua serangan tersebut.

Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, yang melakukan kunjungan singkat ke Yerusalem untuk menunjukkan solidaritas dengan umat Anglikan setelah ledakan di Rumah Sakit Al-Ahli, menulis di X (sebelumnya Twitter) pada Jumat, mengatakan: “Saya bergabung dengan saudara saya dalam Kristus, Patriark Theophilos III, merasa ngeri dan sedih karena kompleks Gereja Ortodoks di Gaza diserang tadi malam.”

WCC pada Jumat juga menyatakan keprihatinan besar atas laporan dari Bulan Sabit Merah Palestina mengenai permintaan dari otoritas Israel untuk segera mengevakuasi Rumah Sakit Al Quds di Gaza, yang saat ini membantu 400 pasien dan tempat 12.000 warga sipil mengungsi.

Tempat ibadat dan rumah sakit harus menjadi kawasan lindung

Moderator WCC, Uskup Heinrich Bedford-Strohm, mengatakan WCC menanggapi seruan ini dengan sangat serius dan mendesak pemerintah dan militer Israel untuk menahan diri melakukan apa pun yang membahayakan nyawa warga sipil tak berdosa di tempat yang dilindungi seperti rumah sakit.

“Rumah sakit dilindungi berdasarkan hukum internasional,” kata Bedford-Strohm. “Setiap serangan terhadap mereka akan menjadi kejahatan perang.” **

Lisa Zengarini (Vatican News)/Frans de Sales

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here