Cerita Cinta Merawat Kehidupan

109
(Ki-ka) Perwakilan Atmabrata Suster Selviany, Perwakilan Panti Asuhan Mekar Lestari Yoanna, dan pengurus Pro-Life Indonesia Associates, dr. Stephanie Pangau membagikan kisah lembaganya membela kehidupan saat acara Misa syukur dan peluncuran buku profil 25 tahun FKPK Do Small Things with Great Love. (HIDUP/ Felicia Permata Hanggu)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMDUNIA tengah “merayakan keberhasilan” Perancis menjadi negara pertama di dunia yang mencantumkan hak aborsi dalam konstitusinya pada hari Senin, 4/3/2024. Amandemen tersebut menyatakan bahwa ada “kebebasan yang terjamin” untuk melakukan aborsi di Perancis. Beberapa kelompok dan anggota parlemen menyerukan penggunaan bahasa yang lebih tegas untuk secara eksplisit menyebut aborsi sebagai “hak.” Setelah pemungutan suara, Menara Eiffel pun diterangi dengan tulisan “tubuhku pilihanku.”

Meskipun dunia menganggapnya sebagai kemenangan tetapi Gereja Katolik tetap bersikukuh pada dasar imannya, membela kehidupan. Untuk itu, Gereja menjadi salah satu dari sedikit kelompok yang menolak  amandemen tersebut.

Akademi Kepausan untuk Kehidupan, badan Vatikan yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan bioetika, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “di era hak asasi manusia universal, tidak ada ‘hak’ untuk mengambil nyawa manusia.” Tak ketinggalan, Konferensi Waligereja Perancis turut menegaskan kembali penolakan Gereja terhadap aborsi.

Di tengah kuatnya pertarungan hebat antara budaya kematian vs budaya kehidupan, Gereja Katolik di Indonesia juga menunjukkan sikap tegasnya dalam membela kehidupan. Salah satunya lewat Forum Komunikasi Penyayang Kehidupan (FKPK) yang merespons tindak aborsi di lingkup nasional. Sudah 25 tahun FKPK bekerja sama dengan berbagai individu dan lembaga untuk memastikan kehidupan manusia mulai dari janin terjaga. Dan, inilah cerita cinta para lembaga di dalam FKPK yang setia menyayangi kehidupan.

Rumah Bumil  

Nama Atmabrata sudah tak asing lagi di lingkup Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Atmabrata sendiri berarti “jiwa yang hening, jiwa yang berlaku tapa, jiwa yang bergerak dalam keheningan”. Atmabarata Didirikan di Paroki Salib Suci Cilincing, KAJ pada tahun 1978, kemudian dihidupkan kembali oleh Romo Antonius Wahyuliana, CM pada tahun 2010. Karyanya bergerak di bidang sosial untuk orang miskin. Kemudian, Bruder Petrus Partono pun terpanggil untuk menangani karya ini.

Kini Atmabrata memiliki Sekolah TK dengan jumlah murid 600 siswa, rumah lansia, klinik sosial 5000 karena hanya membayar 5000, Balai Pelatihan Kerja (BLK), serta rumah penampungan bagi perempuan luar nikah dan ditolak oleh keluarganya. Kegiatan penampungan bagi perempuan dengan kehamilan tidak diinginkan (KTD) ini sudah dimulai sejak 2018 dan sampai sekarang sudah 18 perempuan yang dibantu.

“Ada satu rumah yang memang didedikasikan untuk para ibu dengan KTD ini dan kami menyebutnya Rumah Ibu Hamil (Bumil). Sekarang ada 4 bumil yang kami asuh dengan dibantu oleh seorang suter,” terangnya saat ditemui di Konferensi Pers Run4U pada 28 Februari 2024.

Lebih lanjut, Bruder Petrus menjelaskan latar belakang perempuan dengan KTD ini. Mendengarnya saja sudah pilu sebab rata-rata mereka berumur di bawah 25 tahun, bahkan yang termuda pernah ada yang berusia 14 tahun. “Mereka yang ditampung adalah yang ditinggal pacar, ditolak pasangan dan keluarga karena rasa malu, dan ada yang hamil karena hasil perkosaan padahal anak 14 tahun ini adalah seorang penyandang disabilitas mental,” sebutnya.

Di dalam rumah bumil selain pemeliharaan fisik para bumil terdapat juga pendampingan secara psikologi. Kondisi mental para ibu dengan KTD ini terguncang akibat di umur yang masih muda sudah harus mengandung, lalu dihadapkan dengan masalah ekonomi, penolakan keluarga dan masyarakat, serta ditinggalkan pacar.

“Karena masalah demikian kami mengadakan pendampingan psikologis dengan mengajak berbagi cerita, menghadirkan kegembiraan, serta kepastian bahwa mereka berada dalam perlindungan yang tepat,” kisahnya.

Bruder Petrus sungguh menekankan menjaga kondisi mental bumil karena akan mempengaruhi langsung perkembangan janin. “Maka rata-rata yang lahir di Atmabrata punya anak yang sehat karena mengalami sukacita kegembiraan karena penerimaan.”

Untuk itu Bruder Petrus menghimbau benar agar tidak mengucilkan siapa pun termasuk perempuan dengan KTD. Mereka adalah manusia yang memiliki hak untuk hidup dan dikasihi begitu juga anak yang mereka kandung. “Kami mengambil bagian untuk memperhatikan mereka, memberi harapan, dan masa depan,” tuturnya.

Anak-anak yang dilahirkan pun umumnya ada yang kembali untuk dirawat oleh ibunya, diserahkan ke Panti Asuhan Pondok Si Boncel di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, atau diserahkan untuk diadopsi kepada pasangan yang mendambakan buah hati.

Bruder Petrus giat memfasilitasi itu agar masa depan ibu dan anak ini terjamin, tidak ada dari mereka yang ditelantarkan. Dia bahkan acap kali membiayai pernikahan para bumil dengan pacarnya atau seorang laki-laki yang memiliki hati besar untuk meminang mereka.

Suster Selviany yang sejak 10 Maret 2023 mulai menangani ibu hamil di Atmbrata ini pun turut mengisahkan bahwa Atmabrata telah mencetak banyak “Partono” karena bayi yang dilahirkan banyak dinamakan dengan nama belakang Partono, nama milik Bruder Petrus. “Jadi sekarang Bruder sudah punya banyak cucu,” sebutnya riang.

Suster Selviany berkisah mulanya ada perasaan takut saat melayani bumil karena ketidaktahuan dengan laki-laki, hamil, dan melahirkan. Ia tidak punya pengalaman dengan itu semua tetapi dengan cinta yang besar ia mempunyai tekad bulat serta didorong semangat Ekaristi untuk belajar merawat bumil.

“Yang paling utama adalah kehidupan dalam janin, soal latar belakang ibunya seperti apa bukan halangan. Kami menerima semua perempuan dengan KTD tanpa memandang agama atau status sosial, paling banyak memang dari umat muslim,” bebernya. Hal ini pun diaminkan Bruder Petrus.

“Tekad kami mengambil bagian dalam pelayanan ini karena Bunda Maria pun mengandung dari Roh Kudus dengan kondisi tak bersuami dan Santo Yosef seorang yang tulus hati itu mau mengambilnya meskipun tanpa mengawininya sehingga Maria tetap perawan,” ujar Bruder Petrus. “Atmabrata mencoba menjadi sosok pelindung dari Santo Yosef itu dan kadang-kadang menjadi mak comblang untuk mereka,” tambahnya.

Dalam pelayanan ini, Bruder Petrus juga dikuatkan dengan kata-kata dari seorang kudus yang menyatakan, “Satu kehidupan itu nilainya sama dengan seluruh dunia.”

Memperjuangkan Akte

Selain Atmabrata, Panti Asuhan Mekar Lestari juga berkomitmen untuk melayani kemanusiaan dengan melestarikan, menghormati, dan membela kehidupan. Misi mereka memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada bayai/anak yang tidak diharapkan kehadirannya serta mempersatukan kembali dengan ibu kandungnya dan menyelamatkan ibu-ibu muda yang mengalami penolakan dalam keluarganya.

Bruder Petrus Partono bersama bayi yang baru saja dilahirkan dari ibu yang diasuh oleh Atmabrata. (Dok. Facebook Petrus Partono)

Panti Asuhan ini didirikan oleh Pastor Lambertus Somar, MSC yang melihat fenomena banyak bayi dibuang akibat dari pergaulan bebas, alasan ekonomi, maupun pemaksaan kehendak (korban pemerkosaan). Bayi-bayi yang lemah dan tak berdaya itu terpaksa menerima perlakuan yang tidak adil, dipisahkan secara paksa dari ibu kandungnya. Mereka dilahirkan tetapi ditolak keberadaannya.

Data terakhir dari anak bayi yang pernah atau masih diasuh panti ini adalah 80 anak telah berhasil kembali ke keluarganya, 40 bayi usia 3 hari sampai 1 tahun masih berada di panti, 20 anak usia 2 sampai 3 tahun masih berada di panti, dan 20 anak usia 4 sampai 5 tahun masih berada di panti.

Perwakilan PA Mekar Lestari, Yoanna, menuturkan bahwa panti ini memperjuangkan akte lahir panti asuhan agar anak-anak yang diasuh di panti asuhan dapat memperoleh pendidikan yang setara dan layak. “Kami menyampaikan kepada pemerintah kesusahan kami ada di akte supaya anak-anak tanpa orang tua ini dapat sekolah,” kisahya.

Akhirnya setelah tujuh tahun berjuang, di Institut Kewarganegaraan Indonesia, panti pun mendapatkan akte panti bagi anak-anak yang tidak memiliki orang tua, atau orangtua tidak lengkap. “Dari sini, kami bergerak cepat untuk BPJS ke dinas keseharan dan ke sekolah. Kami perjuangkan ini supaya anak-anak punya masa depan,” ungkapnya haru.

“Kami bersyukur banyak forum yang membantu untuk membesarkan anak-anak yang terlantar dan tidak diinginkan sehingga kita bisa hidupkan kembali seperti tujuan visi misi FKPK agar dengan gembira dan penuh kasih bersedia menerima, mencintai, melindungi, merawat, serta membela kehidupan baik sebelum maupun sesudah kelahirannya,” tutup Yoanna.

 Felicia Permata Hanggu

Majalah HIDUP, Edisi No. 11, Tahun Ke-78, Minggu 17 Maret 2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here