HIDUPKATOLIK.COM – Mengakhiri perziarahan bulan Mei 2025, bulan yang secara khusus didedikasikan untuk menghormati Bunda Maria, umat Kevikepan Ende merayakan Ekaristi penutupan bulan Maria di Gereja Kristus Raja Katedral Ende Nusa Tenggara Timur pada tanggal 31 Mei 2025.
Perayaan bertemakan Spirit Magnificat Maria Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya. Ekaristi dipimpin oleh Vikep Ende Pastor Frederikus Wea Dopo, bersama para Pastor paroki dan pastor rekan dalam wilayah Kevikepan Ende, dihadiri oleh ribuan umat yang memadati bagian dalam serta pelataran gereja Katedral Ende.
Sebelum Misa, umat melakukan prosesi, perarakan patung Ine Maria (bahasa setempat, artinya Bunda Maria ) dari Guadalupe, pada tanggal 30-31 Mei 2025. Prosesi patung Ine Maria Guadalupe diawali dengan pemberkatan patung Bunda Maria Guadelupe di Kapela Keuskupan Agung Ende di Ndona tanggal 30 Mei 2025, pada jam 06 pagi. Pada sore harinya, tepat jam 15:00 umat paroki Santa Maria Imaculata Ndona berkumpul diistana Keuskupan Agung Ende dan bersama-sama mengarak patung Ine Maria Guadalupe dalam doa dan nyanyian yang khusuk menuju Gereja Paroki Santo Yosef Frainademetz Mautapaga Ende.
Prosesi Ine Maria Guadalupe ini untuk pertama kali diadakan dan melibatkan seluruh umat dalam wilayah Kevikepan Ende. Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 2025, pukul 15:00 seluruh umat mengarak patung Ine Maria dari Guadalupe menuju gereja Katedral Ende.
Prosesi menyatu dengan kegiatan Nasional Kebangsaan dalam rangka mengenang Kota Ende sebagai kota sejarah lahirnya nilai-nilai Pancasila.
Kegiatan yang dilaksanakan berupa Pekan Ende Street Festival (PESTA), Seminar Pancasila, Doa Kebangsaan dan Parade Pancasila guna memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2025, tingkat kabupaten Ende.
Dalam homilinya, Pastor Frederikus mengataan, Presiden Soekarno pernah mengatakan: “Saya bukan pencipta Pancasila, tapi penggali nilai-nilai luhur yang sudah ada dan hidup di tengah masyarakat. Pancasila tidak lahir dari ruang kosong, tetapi dari hasil permenugan dan refleksi kritis Bung Karno dengan alam dan relaitas sosial budaya bangsa. Hasil perjumpaan dan dialog Bung Karno dengan sesama, termasuk tokoh-tokoh dan masyarakat Ende-Lio dan para pastor SVD saat pengasingannya di Ende zaman itu. Buah dari permenungan dan dialog itu, melahirkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai fondasi persatuan, keadilan dan kebangsaan.
Karena pada kesempatan lain dalam pidatonya, Bung Karno mengatakan: “Kenapa berteima kasih kepada saya, kenapa mengagung-agungkan saya. Saya bukan pencipta Pancasila, tetapi penggali nilai-nilai luhur yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat”.
Pengakuan Bung Karno ini mengungkapkan kebesaran jiwa dari seorang pemimpin bangsa yang menunjukan sikap kerendahan hati untuk berbagi kebajikan dengan sesama dan menghadirkan sukacita kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Laporan Wilfridus Angelicus Lolonrian (Ende, NTT)