web page hit counter
Sabtu, 6 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

100 Tahun Paroki Hati Kudus Yesus Palembang: Gereja Hadir Bagi Anak-anak-Nya

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Gerakan akar rumput menjadi benang merah bagi tumbuhnya paroki ini. Mereka membangun persekutuan sambil berdoa dan melayani, bahkan saat-saat sulit sekalipun. Selanjutnya, ketika masa panen itu tiba, tatkala orang berdatangan mau menjadi Katolik, akar rumput itu pun bergerak. Mereka saling berpartisipasi dalam persekutuan, pengajaran, dan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan.

SETELAH perang usai, sebuah harapan baru lahir. Inilah gambaran Gereja yang pulang dari pengungsian, lalu membangun kembali puing-puing misi sehingga bisa membawa era baru bagi kehidupan. Dari sinilah aktivitas gerejani pelan-pelan menggeliat, bergerak dan berjalan bersama-sama antara gembala dan kawanan dombanya.

Mengakar dan Tegak Lurus

Pastor Piet van Gisbergen, SCJ dikenal sebagai gembala yang fasih berbahasa Tionghoa. Demikian pun penerusnya, Pastor Gerardus Koevoets, SCJ. Pastor paroki sejak 3 Agustus 1953 ini mahir berbahasa Mandarin. Ia membuka sekolah untuk anak-anak Tionghoa. Sekolah Indonesia Tionghoa dengan nama Santo Pius ini diberkati oleh Mgr. Mekkelholt, SCJ.

Pastor Koevoets jeli membaui domba-dombanya. Pada masa itu, umat Katolik Tionghoa belum lancar berbahasa Indonesia. Selepas perayaan Ekaristi, mayoritas dari mereka langsung pulang ke rumah. Melihat itu, ia menganinamasi umat a untuk mendirikan organisasi Badan Sosial Warga Tionghoa. Pelan-pelan aktivitas umat di seputar gereja pun menggeliat. Paguyuban ini berkembang menjadi Kelompok Liturgi Mandarin, yang masih aktif melayani hingga sekarang.

Pelbagai kegiatan anak-anak Paroki Hati Kudus Yesus Palembang.

Karakteristik warga Gereja yang mayoritas Tionghoa menuntut adanya pelayanan yang mengakar pada aspek budaya dan yang tegak lurus pada ajaran iman Katolik. Ketika katekis Tionghoa pertama, Petrus Cheong Sin Kwang, purna tugas, pelayanan diteruskan oleh Agatha Chen Phu Chin. Katekis Tionghoa asal Pontianak ini mengajar agama dan kor bahasa Mandarin. Jumlah orang Tionghoa yang tertarik belajar agama dan masuk Katolik bertambah. Tenaga-tenaga awam bermunculan. Mereka secara sukarela membantu pelayanan bagi umat, baik di bidang pewartaan, pelayanan, maupun peribadatan.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Biblika Indonesia Pastor Albertus Purnomo, OFM: Dibaptis dengan Roh Kudus dan Api

Kompleks gereja Hati Kudus Talang Jawa terasa sempit. Seiring bergulirnya waktu, jumlah umat terus bertambah dan kompleks pertokoan makin ramai. Gedung gereja Hati Kudus pindah di Jalan Kolonel Atmo hingga sekarang. Gereja diberkati oleh Mgr. Joseph Hubertus Soudant, SCJ, 26 Juli 1987. Di rumah baru inilah Umat Allah Hati Kudus terus bertumbuh dengan lebih leluasa. Mereka berjalan seiring dengan tantangan dan harapan seturut zaman yang bergulir. Gembala-gembala mereka pun terus berganti.

Akar Rumput

Sedari awal, cara hadir dan pelayanan imam-imam sungguh mengakar dalam budaya dan pergulatan hidup umat. Kolaborasi antartarekat religius menjadi amunisi utama misi. Selanjutnya, kolaborasi yang terbuka pada peran aktif awam makin membuat misi menjadi sebuah pelayanan yang membumi.

Fakta historis itu semacam menjadi simpul pengalaman bersama dalam menghidupi Gereja, bahwa misi selalu membutuhkan partisipasi aktif setiap insan di dalamnya. Kiranya, inilah salah satu tradisi generatif yang diwarisi dari para pendahulu Gereja Hati Kudus, yang buah-buahnya masih ada. Mereka belajar, bertumbuh, dan berbuah hingga sekarang.

Kesediaan untuk hadir dan mendengarkan apa yang hidup di akar rumput dilanjutkan oleh Pastor Antonius Joko, SCJ, yang melayani sejak April 2021. Dalam amatannya, era sesudah pandemi menjadi momen ungkapan syukur, yang ditandai dengan menggeliatnya komunitas-komunitas setelah sekian lama “beku”. Komunitas Wanita Katolik, Kharismatik, Kerahiman Ilahi, Legio Maria, dan yang lainnya; kembali ke permukaan. Pelayanan prodiakon dalam pewartaan pun ditopang oleh sebuah paguyuban akar rumput bernama Pemandu. Komunitas ini didampingi secara berkesinambungan sehingga bisa memberi pelayanan yang memadai. Pada gilirannya, mereka menjadi ujung tombak pewartaan di akar rumput, dalam keluarga-keluarga.

Gerakan akar rumput semakin menguat. Komunitas basis hidup dan bergerak. Keterlibatan pelayanan bergerak dari basis terkecil, yakni keluarga. Maka, muncullah gerakan keluarga yang melayani. “Mereka melayani secara bersama. Jika kepala keluarga terlibat dalam pelayanan, biasanya si istri atau anak-anaknya akan ikut hadir. Demikian pun yang lainnya. Mereka menghayati sebagai keluarga yang melayani,” papar Pastor Joko.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Dari sana, lalu muncullah katekumen-katekumen baru. Katekumen baru itu bukan hanya dari kalangan orang muda, tapi juga dari pasangan yang beda agama. Ada juga anak-anak dari pasangan beda Gereja ataupun beda agama. Kemudian muncul pula komunitas Pria Hati Kudus dan Adiyuswa. Keduanya lahir dari kehendak yang sama ingin membangun komunitas gerejani dan terlibat dalam pelayanan.

Sang gembala pun terbuka dengan hadirnya komunitas-komunitas baru. Di sinilah, ia menyadari perannya sebagai gembala. “Komunitas yang sudah ada, ya ditemani agar mereka tidak hanya sibuk dengan kegiatan internal tapi berani keluar dan ikut melayani. Sementara, yang baru muncul, ya didampingi agar komunitas akar rumput ini memiliki visi dan misi yang jelas,” ungkapnya.

Sukacita. Itulah yang sering Pastor Joko tekankan, agar sukacita itu menjadi dasar sekaligus warna dalam setiap pelayanan. Pelan-pelan, dari gerakan akar rumput yang didampingi ini, nantinya pasti akan muncul mentalitas yang baik untuk perjalanan hidup menggereja selanjutnya. Itulah keyakinan dasar dalam melayani yang diwarikan Pastor Joko, hingga ia berpulang ke Rumah Bapa pada 26 April 2025.

Gereja Hadir

Melihat kembali 100 tahun peziarahan Gereja Hati Kudus, dari awal hingga hari ini, mari kita simak kesaksian seorang ibu. Ia merupakan  salah seorang cucu dari tukang foto sekaligus teman karib Petrus Cheong Sin Kwong, katekis Tionghoa pertama di Palembang. Ia memang tidak begitu ingat detail-detail situasi kehidupan pada zaman kakeknya itu. Ia hanya bertutur tentang masa kanak-kanak hingga dewasanya.

Umat Paroki Hati Kudus Yesus, para imam, dan Uskup Agung Palembang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono

Sebagai seorang anak keturunan Tionghoa, saat itu ia bisa belajar di sekolah Katolik yang diselenggarakan oleh misi. Sekolah ini menjadi ruang yang nyaman dan aman baginya untuk mengenyam pendidikan yang ia perlukan. Ketika membutuhkan pelayanan kesehatan, klinik dari suster-suster Charitas juga siap menampung. Para imam misionaris juga rajin berkunjung dari rumah ke rumah. Situasi tersebut ia ingat sebagai sesuatu yang sangat melegakan. Di tengah imbas situasi sosio-politik yang tidak mudah baginya, sebagai orang kecil yang minoritas, ia merasa diterima, dihargai, diperhitungkan.

Baca Juga:  Hari Studi Struktural 2025: Penguatan Supervisi Formal dan Informal untuk Meningkatkan Pelayanan Pendidikan

Setelah cerita demi cerita mengalir, ibu dari dua anak itu menghela napas agak panjang. Seakan, sedang ada sesuatu getir yang menyusup di ingatannya. Tiba-tiba, dengan suara yang teramat dalam, ia melanjutkan kata-katanya. Kata-kata yang lebih merupakan sebagai suatu simpul pengalaman masa lalu. Jika dirumuskan, kira-kira bunyinya begini, “Gereja sangat menolong. Gereja sungguh hadir bagi anak-anaknya. Ia hadir melalui sekolah, rumah sakit, dan imam-imamnya. Saya sangat bersyukur. Jika waktu itu Gereja tidak hadir, saya tidak mungkin menjadi seperti yang sekarang ini.”

Gereja hadir! Simpul pengalaman ibu itu kiranya bisa menjadi kesadaran Umat Allah Paroki Hati Kudus di momen usianya yang ke-100 tahun ini. Gereja selalu hadir. Gereja hadir dalam setiap duka dan kecemasan, kegembiraan dan harapan, anak-anaknya. Ketika Gereja hadir, di situ pun Kristus hadir dengan daya keselamatan-Nya (bdk. Mat 18:20; Yoh 3:17). Itulah keyakinan iman akan Kristus. Sebuah keyakinan yang sudah dihidupi oleh pendahulu-pendahulu dalam iman.

Kini, Umat Allah Hati Kudus (komunitas akar rumput, keluarga, pengurus lingkungan, pegiat dan pelayan paroki, dan gembala), mengemban misi yang sama. Dalam setiap perutusan masing-masing yang khas, setiap warga dipanggil untuk memperjuangkan agar kehadiran Gereja dan Kristus yang berbelas kasih itu semakin mudah dialami oleh setiap orang.

Elis Handoko (Palembang)

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 26, Tahun Ke-79, Minggu, 29 Juni 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles