web page hit counter
Sabtu, 6 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Petrus Cheong Sin Kwong: Misionaris Awam Tionghoa untuk Hati Kudus

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Jepang menduduki Kota Palembang. Para misionaris dimasukkan ke dalam kamp-kamp. Lalu, muncul pertanyaan, bagaimanakah kehidupan kawanan domba Paroki Hati Kudus kala itu? Adakah detail-detail kisah yang menuturkan bagaimana kawanan kecil itu bisa bertahan dalam iman di tengah himpitan zaman penjajahan seperti itu?

Tersebutlah seorang katekis Tionghoa bernama Petrus Cheong Sin Kwong. Bersama istri, Maria Ma Sun Lien, dan anak-anaknya, ia tinggal di sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Sayangan 32, 17 Ilir, Palembang. Di rumah kontrakan inilah ia biasa mengadakan pertemuan dengan umat Tionghoa di wilayah Ilir, Palembang.

“Di rumah Petrus Cheong, orang-orang Tionghoa yang mau dibaptis sering berkumpul. Mereka ada tujuh puluh orang dewasa dan tiga puluh orang usia anak-anak,” jelas Yohanes Baptis Cheong Tsing Sik atau yang akrab disapa Janto Arifin, anak bungsu Petrus Cheong.

 Gereja Bersembunyi

Selain memberi pengajaran agama Katolik kepada mereka yang ingin dibaptis, Petrus Cheong secara rutin mengajak umat untuk berdoa bersama. Komunitas kecil yang mendengarkan ajaran dan berdoa di tengah kalutnya situasi itu pun merajut solidaritas. Dalam keadaan masing-masing yang sama-sama tidak mudah dan berkekurangan, mereka mengumpulkan dana guna membantu umat Katolik lain yang sedang berkesulitan, yang lebih membutuhkan pertolongan. Aktivitas persekutuan kecil ini pun didanai dari uang yang mereka himpun sendiri secara sukarela.

Ketika para imam diinternir di kamp Palembang, Petrus Cheong tetap mengajak umat untuk menghayati imannya secara konkret. Sebagai domba, umat mesti selalu membangun keterhubungan dengan sang gembala. Dari merekalah umat menerima pelayanan keselamatan Kristus. Dalam ajaran iman Katolik, seorang imam memberikan pelayanan itu dalam kesatuannya dengan Kristus sendiri, yang adalah Imam, Nabi, dan Raja. Petrus Cheong menganimasi umat agar tidak mudah menyerah oleh keadaan dan meninggalkan praktik iman.

Petrus Cheong ketika masih melayani di Bengkulu, 1928.

Maka waktu itu, misalnya untuk mendapatkan Sakramen Pengampunan, Petrus Cheong mengajak umat untuk pergi ke penjara, tempat para pastor diinternir. Setelah memberi kode pada pastor, sang pastor akan mendekati pagar kawat besi. Usai menyampaikan maksud kedatangannya, Petrus Cheong meminta umat yang memohon pelayanan Sakramen Tobat agar datang mendekat ke pagar pembatas tempat pastor berada. Di luar pagar, umat mengakukan dosanya. Di dalam sana, pastor mendengarkan pengakuan sembari berpura-pura duduk mencabuti rumput.

Harta Gereja

Suatu kali, Petrus Cheong ditangkap dan dinterogasi oleh Kempeitai. Namun, ia tidak diperlakukan secara kasar. Dengan caranya, ia dapat merespons pertanyaan-pertanyaan yang disodorkan oleh para tentara yang menginterogasinya. Bahkan, ia sempat ditawari agar mau melepaskan pekerjaannya sebagai katekis gereja dan dijanjikan sebuah pekerjaan baru oleh Jepang. Petrus Cheong menolaknya dengan santun.

Baca Juga:  Pertemuan Katolischer Akademischer Ausländer-Dienst (KAAD): Jembatan Ilmu, Iman, dan Solidaritas Pangan

Usut punya usut, tentara Jepang mencurigai pergerakan Petrus Cheong. Ternyata, secara diam-diam Petrus Cheong telah menyembunyikan barang-barang milik gereja di sekitar rumahnya.

Waktu itu, ketika para misionaris mulai diinternir dan tampak gelagat bahwa Jepang hendak menutup Rumah Sakit Charitas, Muder Alacoque dan Suster Rainilda menemui Petrus Cheong demi sebuah rencana untuk menyelamatkan harta milik Gereja.

Jadilah, Petrus Cheong dan beberapa temannya menyusup ke gereja dan pastoran Hati Kudus. Mereka mengamankan barang-barang penting, seperti buku-buku liturgi, kasula dan pakaian liturgi lainnya, peralatan misa dan monstran. Atas permintaan Bapak Uskup, mereka juga menyelamatkan arsip-arsip vikariat, buku baptis, serta arsip-arsip penting lainnya.

“Petrus Cheong waktu itu meminta seorang temannya, Kwo Wing Tjiong, yang seorang tukang kaleng untuk membuatkan peti besi berukuran satu meter persegi. Lalu, barang-barang dimasukkannya ke dalam peti itu dan dikubur di belakang rumah,” urai Janto Arifin, alumnus Fakultas Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 1962 itu.

Pasangan Petrus Cheong dan Maria Ma bersama anak bungsu mereka, Janto Arifin.

Barang yang hendak diselamatkan ternyata terlalu banyak. Peti itu tidak bisa menampung semuanya. Petrus Cheong mengubur barang-barang lain itu di beberapa sudut halaman rumahnya. Buku baptis yang berukuran besar dipotong menjadi beberapa bagian, lalu dijahit dan disembunyikan di bawah kursi goyang. Tentara Jepang menggeledah rumah Petrus Cheong beberapa kali. Mereka ingin menyita barang-barang gereja, tapi tidak menemukannya.

Setelah Jepang kalah, para misionaris dibebaskan dari internir dan kembali ke tanah misi Palembang. Mgr. Mekkelholt dan beberapa pastor SCJ mengunjungi keluarga Petrus Cheong. Satu per satu, harta milik gereja yang selama ini ia sembunyikan pun dikeluarkannya. Semua barang itu diserahkan kembali kepada Bapak Uskup. Mereka bertepuk tangan dan memuji keberanian katekis itu. Harta gereja itu pun diangkut menggunakan sebuah truk menuju biara Charitas.

Pada kesempatan itu pula, Petrus Cheong menyerahkan sejumlah dana sumbangan sukarela yang dihimpun dari umat untuk membantu perbaikan gedung gereja. Selanjutnya, ia menggerakkan umat untuk berpartisipasi dalam membersihkan dan memperbaiki gereja serta sekolah-sekolah yang telah diserahkan oleh tentara Jepang.

Dicurigai

Jepang menyerahkan kembali Rumah Sakit Charitas kepada pemiliknya, Suster-suster Charitas. Setelah dibersihkan dan direnovasi, mulai 28 September 1945, operasional rumah sakit berangsur-angsur normal. Gelombang pasien terjadi ketika para interniran dikembalikan ke Palembang. Di tengah proses pemulihan itu, situasi politik dan keamanan belum sedemikian kondusif.

“Kami sekeluarga ditarik untuk tinggal di kompleks Rumah Sakit Charitas. Di luar, para pejuang kemerdekaan mencurigai kami sebagai mata-mata Belanda,” terang Janto Arifin. Janto, yang kelahiran Palembang, 29 Juli 1939, saat itu masih kanak-kanak.

Kondisi Gereja Hati Kudus Talang Jawa, Palembang, pada era 30-an.

Jauh sebelumnya, Muder Alacoque pernah berujar, jika rumah sakit dikembalikan, ia ingin mengucapkan doa syukur pada perlindungan Santo Yusuf. Untuk keperluan devotif itu, Muder meminta Laurentius Cheong Ching Hong untuk membeli bunga ke Pasar Cinde. Pasar Cinde merupakan basis pejuang kemerdekaan. “Sejak pergi ke Pasar Cinde itu, kakak laki-laki saya tidak pernah kembali lagi. Tersiar kabar bahwa ia terbunuh karena dianggap mata-mata Belanda,” papar Janto tentang kakaknya.

Baca Juga:  Pesan Paus Leo kepada Para Seniman: ‘Dalam diri orang miskin, Tuhan Terus Berbicara kepada Kita’

Selama tinggal di Rumah Sakit Charitas, Petrus Cheong mengunjungi orang sakit, mendoakan, mengajar, dan menghibur mereka. Selain itu, ia membantu memperbaiki dan merawat peralatan yang ada. Ia memperbaiki jam, peralatan medis, kursi dan meja yang rusak.

Awal tahun 1948, keluarga Petrus Cheong ditempatkan kembali di Jalan Sayangan 32, Palembang. Dalam situasi yang lebih kondusif, Petrus Cheong melanjutkan pelayanannya. Ia menjalani rutinitas hariannya sebagai seorang katekis. Rumahnya terbuka untuk umat yang mau berkonsultasi tentang masalah keluarga atau keagamaan. Sementara pada hari Senin dan Kamis, ia berceramah tentang iman. Semua aktivitas pelayanan itu disampaikan dengan bahasa Kanton atau Kong Fu.

Kisah Neraka

Era itu, warga Palembang memang hidup dalam keterbatasan. Sebagai salah seorang misionaris Charitas pertama, yang sering berkeliling memberi pelayanan kesehatan, Suster Alexandra menyebut bahwa kondisi Kota Palembang masih memprihatinkan. “Kami harus segera cepat-cepat ke klinik, harus melewati jalan yang di pinggirnya dipenuhi kios-kios dan warung-warung, umumnya milik orang Tionghoa, kondisinya begitu jorok,” tulisnya dalam De Zuzter van Charitas.

Kiranya, begitu juga keadaan lingkungan di sekitar rumah Petrus Cheong. Di atas jendela kaca rumah itu terdapat papan nama bertuliskan Roman Catholic Chinese Society. Istilah berbahasa Inggris itu mau mengkomunikasikan adanya sebuah komunitas Katolik dari orang-orang Tionghoa. Ia menjadi semacam ruang pelayanan sosial Gereja bagi warganya.

“Selain sebagai tempat berkumpul untuk berdoa dan pengajaran agama, rumah Petrus Cheong juga menjadi tempat pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak. Suster-suster dari Rumah Sakit Charitas datang ke sana untuk memberikan pelayanan,” jelas Janto.

Rumah yang ditempati keluarga Petrus Cheong itu bukanlah milik pribadi. Pihak misi menyewakan rumah tersebut untuk mereka tinggali dan menjadikannya sebagai tempat untuk melaksanakan pelayanan. Ketika Petrus Cheong mengajar, istrinya ikut duduk menyimak. Sementara itu, kanak-kanak Janto Arifin acap kali ikut menyaksikan atau sekadar menguping dari balik dinding. Katekese waktu itu masih berupa hapalan-hapalan tentang ajaran iman dan Gereja. Di sela-sela pengajarannya, Petrus Cheong menyelipkan cerita-cerita Alkitab.

“Waktu itu, ya saya tidak ada pikiran bahwa saat itu papa sedang berkatekese. Saya tahunya, dengan bahasa Kantonis itu, papa sedang bercerita pada orang-orang yang datang berkerumun di rumah,” kenang suami dari Diana Mailanny ini.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Ada satu momen yang sangat Janto ingat dari sekian cerita yang dibawakan oleh ayahnya. Pada sebuah kesempatan mengajar, Petrus Cheong membentangkan gambar yang lebarnya sekitar satu setengah meter. Di dalamnya ada dua bingkai gambar. Di bingkai pertama ditampilkan gambar kobaran api yang menjilat-jilat. Di dalam api itu, ada orang-orang yang sedang menjerit-jerit. Petrus Cheong menyebutnya neraka. Sementara, di bingkai kedua, tampak gambar para malaikat, seorang bapak tua, seorang lelaki bertopi duri, dan burung merpati. Orang-orang yang berada di sana tampak senang, damai. Ia menyebut tempat itu sebagai surga.

“Saat itu, setelah berkisah tentang gambar-gambar itu, saya dengar papa membuat kesimpulan. Katanya, orang berdosa akan dimasukkan ke dalam neraka. Orang yang baik hidupnya akan masuk surga,” kisah Janto.

Garis Akhir

Petrus Cheong Sin Kwong lahir dalam sebuah keluarga Kristiani di sebuah kampung kecil di China bernama Pun Yi, pada 28 Juni 1885. Di sanalah ia dibaptis dalam Gereja Katolik. Konon, ada salah satu pamannya yang menjadi seorang pastor di Makau.

Petrus Cheong hijrah ke Singapura. Di Negeri Singa ini, ia pernah mengikuti kursus sebagai katekis. Di sanalah ia mengenal Maria Ma Sun Lin, yang sama-sama kelahiran China, tepatnya 16 Mei 1895. Keduanya menikah di Singapura, 1 Desember 1914. Pasangan ini memiliki sembilan anak. Ada yang lahir di Singapura, Bengkulu, dan Palembang.

Misi Katolik di Prefektur Apostolik Bengkulu, yang dinahkodai oleh para misionaris SCJ, melalui suatu lembaga gerejani Asia waktu itu meminta tenaga seorang katekis Tionghoa. Misinya adalah membantu pewartaan di wilayah Prefektur Apostolik Bengkulu. Maka, Petrus Cheong dan keluarganya tiba di Bengkulu, 1928. Di sanalah ia memulai pelayanannya sebagai seorang katekis.

Ternyata, warga Tionghoa di Bengkulu yang ingin menjadi Katolik bukanlah orang China totok. Kehadiran Petrus Cheong sebagai katekis yang berbahasa Kanton pun kurang sedemikian berpengaruh. Maka, karyanya di Bengkulu hanya sampai tahun 1930.

“Tahun 1930, Petrus Cheong diundang ke Palembang oleh Imam-imam SCJ untuk membantu pelayanan di Paroki Hati Kudus, yang dibuka oleh Pastor Henricus van Oort SCJ,” papar Janto Arifin dalam sebuah catatannya.

Keluarga Petrus Cheong tinggal di sebuah rumah, yang biaya sewanya dibayarkan oleh misi. Di sanalah ia menjalani hidup dan pelayanannya. Istrinya, Maria Ma, meninggal setelah mengalami sakit beberapa minggu di Rumah Sakit Charitas, Palembang, 4 Juni 1959. Dua tahun terakhir masa hidupnya, Petrus Cheong menjalani masa tuanya di Rumah Sakit Charitas. Di rumah sakit inilah ia tutup usia pada 30 November 1962.

Elis Handoko (Palembang)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles