web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

80 Tahun Indonesiaku: Memon Refleksi: Quo Vadis, Indonesia

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Delapan puluh tahun adalah usia yang penuh makna. Dalam kehidupan manusia, delapan puluh tahun adalah tanda kematangan, usia di mana pengalaman, kebijaksanaan, dan luka telah ditempa oleh waktu. Begitu juga dengan bangsa Indonesia yang kini merayakan delapan puluh tahun kemerdekaannya. Sebagai seorang Katolik Indonesia, hatiku dipenuhi rasa syukur sekaligus keprihatinan ketika memandang perjalanan panjang bangsa ini, khususnya di beberapa waktu belakangan ini.

Aku bersyukur karena boleh lahir dan hidup di negeri yang begitu indah. Indonesia adalah tanah air yang kaya akan alam, penuh dengan laut biru, gunung hijau, dan tanah yang subur. Indonesia juga kaya akan budaya: dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, ragam suku, bahasa, dan tradisi bersatu dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Di tanah air ini, Gereja Katolik pun boleh hadir dan bertumbuh, berjalan bersama bangsa dalam sinodalitas, mendampingi umat di pelosok, dan ikut terlibat dalam pembangunan bangsa.

Namun, rasa syukur itu tak dapat dilepaskan dari keprihatinan. Indonesia yang kuhidupi hari ini masih sering dipenuhi berita yang menyedihkan: korupsi yang seakan tidak ada ujungnya, kolusi dan nepotisme yang menghancurkan keadilan, serta demonstrasi yang mencerminkan keresahan rakyat akan ketidakadilan sosial. Aku mendengar teriakan mahasiswa di jalan, melihat wajah petani dan buruh yang berjuang, dan membaca kisah masyarakat kecil yang sering tertinggal. Semua ini membuatku bertanya: apakah cita-cita luhur para pendiri bangsa sudah sungguh kita wujudkan?

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Sebagai seorang Katolik, aku percaya bahwa bangsa ini memiliki panggilan dari Allah. Panggilan itu adalah untuk menjadi berkat bagi seluruh umat manusia. Gereja di Indonesia sering mengingatkan kami: 100% Katolik, 100% Indonesia. Ungkapan ini bukan sekadar slogan, melainkan ajakan agar iman tidak menjauhkan kami dari bangsa, melainkan justru mengikat kami lebih erat dengan tanah air. Iman Katolik mengajarkanku bahwa mencintai Indonesia bukan hanya tugas sosial, tetapi juga bentuk nyata dari panggilan rohani.

Hari ini, bangsa kita berada dalam persimpangan jalan. Di satu sisi, Indonesia berkembang pesat. Jalan tol dibangun di mana-mana, teknologi semakin maju, dan banyak anak muda kreatif membawa nama Indonesia ke dunia internasional. Namun di sisi lain, kita melihat jurang yang lebar antara yang kaya dan miskin, praktik politik yang sering mencederai hati nurani, serta lingkungan yang semakin rusak akibat kerakusan manusia. Semua ini mengingatkanku bahwa pembangunan sejati tidak bisa hanya diukur dari angka ekonomi, tetapi juga dari kualitas moral, keadilan sosial, dan keluhuran budaya.

Aku bersyukur melihat semangat generasi muda yang terus bangkit. Mereka berani bersuara, berani bermimpi, dan berani melawan ketidakadilan. Memang, tidak semua bentuk perjuangan itu selalu rapi atau ideal. Ada demonstrasi yang keras, ada suara-suara yang kadang emosional. Namun di balik itu, aku melihat kerinduan besar: kerinduan akan keadilan, kejujuran, dan masa depan yang lebih baik. Itulah tanda bahwa bangsa ini masih memiliki harapan.

Baca Juga:  Pesan Paus di Rumah Sakit di Lebanon: Kita Tidak Boleh Melupakan Mereka yang Paling Rapuh

Menuju visi Indonesia Emas 2030, aku menyimpan doa dan harapan besar. Aku berharap bangsa ini berani memutus rantai korupsi. Aku bermimpi suatu hari nanti pejabat publik benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk dirinya sendiri atau kelompoknya. Aku rindu melihat hukum ditegakkan dengan adil, tanpa pandang bulu, tanpa tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Aku ingin pendidikan semakin merata, agar anak-anak di pedalaman Papua, di desa-desa Nusa Tenggara, atau di pelosok Kalimantan memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak di kota besar.

Indonesia Emas bagiku bukan hanya tentang ekonomi yang kuat, melainkan tentang bangsa yang bermartabat. Aku bermimpi melihat masyarakat yang tidak hanya sibuk mengejar materi, tetapi juga kaya akan nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, dan spiritualitas. Aku ingin melihat anak muda Indonesia tidak hanya bangga karena menjadi bagian dari bangsa besar, tetapi juga berani menjaga integritas, peduli pada lingkungan, dan setia membela yang lemah.

Sebagai orang Katolik Indonesia, aku merasa iman memberi energi untuk mewujudkan semua harapan itu. Injil mengajarkanku untuk tidak menyerah pada kegelapan. Bahkan di tengah situasi yang penuh korupsi, kolusi, dan kekerasan, aku percaya setiap orang bisa menyalakan lilin kecilnya. Lilin itu bisa berupa kejujuran dalam bekerja, kesetiaan dalam keluarga, kepedulian kepada tetangga, atau doa bagi para pemimpin bangsa. Jika setiap orang menyalakan lilin kecilnya, aku yakin Indonesia akan menjadi terang yang besar.

Baca Juga:  Maria Bunda Penasihat Baik Resmi Jadi Pelindung

Aku tahu perjalanan menuju Indonesia Emas 2030 tidak mudah. Akan ada tantangan, godaan, bahkan mungkin kegagalan. Tetapi aku percaya bangsa ini memiliki kekuatan yang luar biasa: semangat gotong royong, daya juang yang besar, dan iman yang hidup di hati banyak rakyatnya. Semua ini adalah modal utama yang tidak boleh kita abaikan.

Delapan puluh tahun Indonesiaku adalah momen refleksi. Dari sejarah, kita belajar bahwa bangsa ini pernah bersatu melawan penjajah, pernah bangkit dari krisis, dan pernah membuktikan diri mampu berdiri tegak di tengah dunia. Dari masa kini, kita belajar bahwa ada luka yang perlu disembuhkan dan pekerjaan besar yang harus dituntaskan. Dari masa depan, kita belajar untuk tidak berhenti berharap dan bekerja, agar cita-cita para pendiri bangsa tetap hidup.

Sebagai seorang Katolik Indonesia, aku ingin terus mencintai negeri ini dengan doa dan tindakan nyata. Aku percaya, dengan rahmat Tuhan dan kerja bersama seluruh rakyat, Indonesia akan sampai pada cita-citanya: menjadi bangsa yang merdeka, adil, makmur, berbudaya luhur, dan beriman.

Mari kita terus melangkah dengan harapan. Mari kita jaga api semangat, agar Indonesia Emas 2030 bukan sekadar slogan, tetapi sungguh menjadi kenyataan: sebuah negeri yang menjadi rumah bersama, tempat keadilan mengalir, persaudaraan tumbuh, dan harapan tak pernah padam.

Fr. Dominikus Irpan, calon imam Diosesan Keuskupan Agung Pontianak. Saat ini sedang menjalani studi pasca sarjana di Kampus Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus Pontianak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles