HIDUPKATOLIK.COM – Pada Hari Kaum Miskin Sedunia ke-9, Paus Leo XIV berbagi makan siang dengan sekitar 1.300 orang dari seluruh dunia, dan mengenang banyak orang yang menderita akibat kekerasan, perang, dan kelaparan.
Di Aula Paulus VI, alunan melodi diiringi musik berpadu dengan tawa 1.300 tamu— kaum miskin, terlantar, dan terlupakan — datang untuk makan siang bersama Paus Leo pada Hari Orang Miskin Sedunia ke-9.
Hidangan yang disajikan sederhana: lasagna sayur, irisan daging, buah-buahan dari Napoli, dan babà untuk hidangan penutup.
Di salah satu meja, seorang Misionaris Cinta Kasih muda memberi susu kepada bayi dari botol.
Setelah mendaraskan Angelus di Lapangan Santo Petrus, Paus Leo XIV datang ke Aula untuk makan siang bersama mereka yang berkumpul di sana.
“Dengan sukacita yang besar, kita berkumpul siang ini untuk makan siang pada Hari yang sangat dirindukan oleh pendahulu saya tercinta, Paus Fransiskus,” ujarnya. “Mari kita beri tepuk tangan meriah untuknya.”
Paus berterima kasih kepada para Vinsensian atas hidangan tersebut. “Kami benar-benar dipenuhi dengan rasa syukur dan terima kasih atas hari ini,” tambahnya.
Sembari memberkati hidangan, Paus mengarahkan pikirannya kepada mereka yang masih menderita di seluruh dunia.
“Marilah kita juga mempersembahkan berkat Tuhan kepada banyak orang yang menderita akibat kekerasan, perang, dan kelaparan,” ujarnya. “Semoga kita merayakan perjamuan ini hari ini dalam semangat persaudaraan.”
Penuh Kemanusiaan
Di sekeliling ruangan, para relawan Vincentian—yang memperingati 400 tahun pendiri mereka—bergerak lincah di antara meja-meja, melayani dan tersenyum. Di serambi, mereka telah menyiapkan perlengkapan perawatan pribadi untuk setiap tamu, lengkap dengan panettone kecil, kue Natal tradisional Italia.
Para tamu datang dari dekat maupun jauh: dari pinggiran kota Roma, Primavalle, dari Nigeria dan Ukraina, dari Kuba dan Barcelona.
Para Misionaris Cinta Kasih telah membawa beberapa ibu dari rumah mereka di pinggiran Kota Roma, tempat para perempuan yang sedang mengalami krisis menemukan perlindungan sementara. Di salah satu meja, seorang perempuan menyusui bayinya, wajahnya dipenuhi kelembutan sekaligus kelelahan.
Khilangan pekerjaan, tapi bukan harga diri
Di meja lain, duduk seorang perempuan dari Italia selatan yang kehilangan pekerjaannya setelah didiagnosis disabilitas. “Saya bekerja di kafetaria,” katanya. “Mereka bilang saya tidak sanggup, dan begitulah adanya. Saya sekarang berusia enam puluh tahun. Saya bisa bertahan. Memang tidak mudah, tapi saya peduli dengan kesopanan—seseorang harus selalu tersenyum.”
Kisahnya menggemakan banyak kisah lain—orang-orang yang kehilangan pekerjaan ketika pabrik tutup, atau pendapatan setelah kematian orang tua yang mereka rawat.
Namun, harapan menemukan jalannya ke dalam hampir setiap kisah. Seorang asisten dari penampungan Fransiskan di Assisi menjelaskan pekerjaannya: “Makna hidup adalah membantu sesama—orang miskin adalah Injil yang menjadi manusia.”
Iman membantu kita terus maju
Di meja lain, seorang perempuan dari Somalia dengan aksen Romawi yang kental menceritakan perjalanan imannya yang panjang.
Ia tiba di Roma pada usia dua belas tahun, menemukan perlindungan bersama para suster, dan dibaptis oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2010. Kini ia sedang berjuang melawan penyakit serius, tetapi ia tak pernah berhenti bercanda dan ingin bekerja keras.
Di dekatnya, seorang perempuan dari Lviv mengatakan sepupu-sepupunya bertempur di garis depan di Ukraina. “Kami terus maju—apa lagi yang bisa kami lakukan?” katanya. “Saya tidak tahu apakah saya akan pernah pulang lagi.”
Saat makan berakhir, Paus berdiri lagi dan menunjuk ke keranjang buah-buahan dari Naples, sambil mendorong tamunya untuk membawa pulang sebagian dan mengambil keranjang hadiah di pintu. (fhs)






