web page hit counter
Sabtu, 6 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Misteri Tas Kain Biru Bapak Kardinal

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – HARI Minggu, 4 Mei 2025, pukul 08.53, saya bertemu Ignatius Kardinal Suharyo di Leonardo da Vinci International Airport, Roma, Italia. Sekitar pukul 07.30, kami tiba di bandara, karena diberi tahu protokol bahwa pesawat yang ditumpangi Kardinal, mendarat pukul tujuh lewat sedikit.

Kami — saya bersama istri Atie Nitiasmoro, Fungsi Penerangan, Protokol dan Konsuler KBRI Takhta Suci, Esthy Putri Muryanti, staf Protokol dan Konsuler Rusli Rudiana, dan Erik Sadewa –menjemput Kardinal  Suharyo yang akan ikut konklaf. Konklaf untuk memilih Paus baru menggantikan Paus Fransiskus yang berpulang ke rumah Bapa, pada hari Senin, 21 April 2025 pagi.

Selain kami dari KBRI, yang juga menjemput adalah Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta, Pastor Vincentius Adi Prasojo, Pastor Anton Baur, dan Frater Richard yang sedang studi di Roma.

“Sugeng enjang, Mas. Kados pundi kabaripun?” sapa Kardinal begitu kami bertemu di dalam bandara, sebelum loket antrean imigrasi. Kami bertiga — saya, Esthy, dan Rudi — boleh masuk bagian dalam karena memiliki kartu khusus.

Berjalan bersama di kompleks Vaikan. (Dokpri)

Itu khas sapaan Kardinal. Khas dalam bahasa Jawa. Kami bersalaman, saling berkabar. Kardinal yang bebaju lengan pendek warna hitam ditutup jaket krem dan celana hitam, sepatu hitam, terlihat segar walau baru saja terbang 16 jam. Tangan kiri memegangi pegangan koper hijau dan tas kain biru. Ketika saya akan membawakan koper itu, Kardinal mengatakan, “Enggak usah, Mas” sambil tersenyum. Tetapi, di luar bandara ketika diminta untuk dibawakan oleh Pastor Anton Baur, Kardinal menyerahkannya.

Hanya saja,  tas kain biru tetap dipegang sendiri oleh Kardinal. Saat itu, saya sudah bertanya-tanya: apa ya, yang ada dalam tas itu. Pasti, barang-barang yang sangat berharga. Karena itu, tidak bisa pisah dengan Kardinal.

Tas Biru

Tas kain biru itu masih tetap dibawa sendiri oleh Kardinal ketika tanggal 6 Mei pagi, kami berjalan kaki dari Centro Internazionale Sant Alberto (CISA) Dell’Ordine Carmelitano Antica Osservanza, tempat Kardinal menginap ke Vatikan. Kardinal menginap di biara para imam Karmelit. Jarak antara biara ke Vatikan, tidak jauh, hanya butuh jalan kaki biasa 10 menit.

Pagi itu, Kardinal akan mengikuti General Congregasi (Pertemuan Umum) para kardinal, sebelum konklaf, di Aula Paulus VI, Vatikan. Sambil berjalan, saya perhatikan tas kain biru yang dipegang kardinal. Saya masih penasaran: isinya apa kok dibawa-bawa.

Baca Juga:  Kongregasi FCh Rayakan 34 Tahun Kemandirian dan Hidup Membiara di Palembang

Di tengah obrolan sepanjang jalan, saya beranikan untuk bertanya: “Mohon maaf, Bapak Kardinal, kok tas biru selalu diasta, isinya apa?”

Diawali dengah tertawa lirih dan menoleh ke saya, Kardinal menjawab, “Macam-macam, Mas.” Lalu menyebutkan barang-barang yang dalam tas kain biru itu. Mendengar jawaban itu, saya hanya senyum-senyum saja. Kardinal juga cerita asal-muasal tas kain biru itu.

Tapi, sesaat kemudian saya sudah lupa isi tas kain biru itu. Kami masuk Alun-alun St. Petrus dan tiba-tiba Kardinal sudah dikerubungi sejumlah wartawan. Setiap kardinal yang melintas alun-alun itu, pasti diserbu wartawan, dibombardir berbagai pertanyaan dalam bahasa Italia dan Inggris. Biasanya yang ditanya adalah soal konklaf yang segera dimulai, siapa kardinal favorit, berapa lama kira-kira konklaf berlangsung, siap tidak kalau dipilih, dan sebagainya.

Dengan kalem, Kardinal menjawab semua pertanyaan secara jelas. Pertanyaan bahasa Italia dijawab pakai bahasa Italia. Pertanyaan dalam bahasa Inggris dijawab pakai bahasa Inggris. Semua lancar dan jelas.

Mangga Mas, dijawab,” katanya sambil menoleh ke saya. Saya hanya menjawab dengan tersenyum. Soal isi tas kain biru, saya sudah lupa.

Saya masih ingat, ketika ditanya soal peluang dipilih menjadi Paus, Kardinal menjawab sambil bercanda, “Peluangnya nol koma nol nol….” Semua wartawan yang mendengar jawaban itu, tertawa.

Isi Tas

Saya teringat tas kain biru lagi ketika hendak menulis cerita kecil ini. Tetapi, saya sudah lupa isi tas itu. Maka,  buru-buru saya kirim WA ke Kardinal: “Bapak Kardinal, sugeng siang …nyuwun pangapunten, bade ngresahi…bade nyuwun priksa, menawi kepareng…nyuwun sewu..tas biru rumiyin puniko isinipun punopo, njih? Matur nuwun. Berkah Dalem.”

Duapuluh menit kemudian, saya menerima jawaban pertanyaan saya itu.  Jawaban Kardinal itu menjelaskan teka-teki tas kain biru yang sempat ditanyakan sejumlah kawan pada saya dan juga pertanyaan saya sendiri. Misteri itu terkuak. Ternyata isinya memang barang-barang yang sangat penting. Karena itu, selalu dipegang sendiri.

Baca Juga:  Pesan Paus Leo kepada Para Seniman: ‘Dalam diri orang miskin, Tuhan Terus Berbicara kepada Kita’
Bincang-bincang di Kedubes RI di Vatikan.

Demikian jawaban Kardinal: “Hehe, isinipun werni-werni Mas ; wonten notes kangge nyerat-2, ballpoint, permen kangge cagak ngantuk yen pepanggihan. Punika tas pengetan 100 tahun Perkumpulan Strada. Seratanipun semboyan Strada : Cerdas, Peduli, Berkarakter, Mandiri, Cinta Tanah Air. Punika ingkang pun kersakaken? Kula bekta dateng pundi-2 mergi praktis. Berkah Dalem.”

Selain isi tasnya yang penting, yang tak kalah menarik dan penting adalah semboyan Perkumpulan Strada: Cerdas, Peduli, Berkarakter, Mandiri, Cinta Tanah Air. Semboyan itu berlaku bagi kita semua. Orang yang cerdas harus peduli pada orang lain, pada lingkungan, tidak memikirkan diri sendiri,  memiliki karakter yang baik, mulia, serta tidak merepoti orang lain karena mandiri, dan cinta tanah air.

Sekarang banyak kok orang cerdas. Tapi, belum tentu peduli kepada orang lain dan lingkungan sekitar; sebab lebih peduli pada dirinya sendiri, kelompoknya sendiri, golongannya sendiri. Padahal yang dibutuhkan saat ini adalah pemimpin yang peduli pada isu kemanusiaan maupun isu lingkungan, isu perdamaian, isu keadilan, dan juga peduli pada nilai-nilai moral.

Tentu sosok orang (manusia) yang berkarakter baik sangat penting; penting untuk dihasilkan dunia pendidikan. Kata Paus Fransiskus,  “Pendidikan bukan sebatas mengatakan hal-hal retoris; mendidik itu menjadikan apa yang dikatakan untuk dapat benar-benar diaktualisasikan dalam tindakan nyata. Dalam kata  lain, pendidikan bukan sekadar berceramah tapi nihil suri tauladan (Vatikan News, 2022. “Pope Francis: A true educator accompanies, listens and dialogues”)

Pembukaan Konklaf

Saya kaget, ketika bertemu Kardinal di Basilika St. Petrus saat bubaran Misa Pembukaan Konklaf, 7 Mei 2025 siang. Pertemuan tidak sengaja. Karena, para kardinal sudah tinggal di Casa Santa Marta. Jadi, saya mengira sudah tidak bisa bertemu lagi.

Inilah untuk pertama kalinya, saya mengikuti Misa Pembukaan Konklaf. Misa dipimpin Kardinal Giovanni Battista Re, the dean of the College of Cardinals, yang sudah berusia 91 tahun. Tetapi, suaranya masih lantang.

Ketika itu, Kardinal tidak lagi membawa tas kain biru seperti sebelumnya. Setelah salaman, saya bertanya: “Ke mana tas kain biru  itu, Bapak Kardinal?”

Kardinal tersenyum. Lalu berkata, “Sekarang ganti tas ini, Mas”, sambil menunjukkan tas kain warna putih.

Tas kain warna putih ini pun hasil pemberian. Kalau tas kain biru pemberian dari Strada, sementara tas kain putih pemberian dari PT KAI.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Demikian cerita Kardinal: “Yen bab tas PT KAI, critanipun ngaten Mas: ketika saya naik KA ke Jogya, ada sesuatu yg baru tertulis di tiket, yaitu emisi CO2 : kalau naik KA 7.56 kg CO2; naik mobil 27.15 kg CO2; kalau naik pesawat 65.17 kg CO2. Dados KA paling ramah lingkungan. Punika kula critakaken pas renungan Paskah.”

Lalu, “Duka kados pundi, DIRUT PT KAI priksa, lajeng tindak KAJ  ngasta oleh-2 gerbong miniatur KA Taksaka. Tas punika ingkang kagem ngasta miniatur gerbong. Punika fotonipun. Salam kagem Ibu lan keng putra. BD”

Cerita Kardinal itu, mengingatkan saya pada Paus Fransiskus yang sangat peduli pada lingkungan. Tanggal 24 Mei 2015, Paus Fransiskus menerbitkan Ensiklik Laodato Si’, Terpujilah Engkau — Tentang Kepedulian terhadap Rumah Bersama Kita.

Menenteng tas biru

Dengan membawa tas kain putih itu, Kardinal mengingatkan kepada kita semua tentang Ensiklik Laodato Si’ Terpujilah Engkau — Tentang Kepedulian terhadap Rumah Bersama Kita, yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015. Ensiklik ini luar biasa.

Dengan gayanya yang khas dan ‘tanpa basa-basi’, Paus Fransiskus menyajikan analisis yang menyayat hati tentang berbagai situasi dramatis yang dihadapi dunia saat ini – mulai dari teror perubahan iklim, hingga hilangnya keanekaragaman hayati yang cepat di setiap habitat, hingga meningkatnya ketimpangan sumber daya yang terbatas, dengan latar belakang konsumsi berlebihan dan pemborosan, yang mengakibatkan banyak orang dianggap sebagai orang yang dapat dibuang (Charity and Justice, 2015)

Yang disampaikan Paus Fransiskus adalah gambaran yang mengerikan tentang dunia yang berada di ambang kehancuran sistemik.  Maka, lewat Ensiklik Laodato Si’, Paus Fransiskus menyerukan agar kita semua mengubah gaya hidup demi Bumi dan keadilan sosial.

Ketika mengantar Kardinal ke bandara hendak terbang kembali ke Indonesia, saya tanyakan lagi soal tas kain biru itu. Dan, Kardinal tersenyum…

Selamat ulang tahun, Bapak Kardinal … !

Trias Kuncahyono, Duta Besar RI untuk Vatikan

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 28, Tahun Ke-79, Minggu, 13 Juli 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles