HIDUPKATOLIK.COM – “Menyandera Maria.” Sebuah film berdurasi sepuluh menit yang mengisahkan tentang kesulitan hidup seorang ibu bernama Monica. Ia rela membanting tulang dari pagi hingga malam demi anak semata wayangnya, Daud. Sampai-sampai ia jarang bertemu dengan sang anak. Namun Tuhan berkehendak lain. Daud menghembuskan nafas terakhir karena sakit. Dalam kesedihannya, ia memohon pertolongan Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria. Dan ketika ia terhanyut dalam kesedihan yang teramat sangat, banyak orang justru menghakimi dia. Hanya seorang perempuan yang hadir mendengarkan dan memeluknya, tanpa sepatah kata apa pun.
“Kadang orang yang sedang mengalami kesulitan di-judge oleh orang lain yang menganggap dia aneh. Namun kepedulian seseorang, meski tanpa kata, hanya pelukan, dan mendengarkan kesulitannya, perlu buat mereka. Ini memberi pengharapan kepada orang yang lemah. Miskin bukan sekadar materi tapi juga dalam arti kesulitan hidup,” ujar Archangela Girlani Yienni, produser film “Menyandera Maria”, kepada hidupkatolik.com.
“Menyandera Maria” yang diproduksi oleh Paroki Mangga Besar, Jakarta Barat, memenangkan Festival Film Ardas Keuskupan Agung Jakarta (FFA KAJ) 2025 yang berlangsung pada Sabtu, 22 November 2025, di aula Paroki Kosambi, Jakarta Barat.
Paroki Mangga Besar juga memenangkan delapan kategori lainnya, yakni Penata Rias Terbaik, Soundtrack Terbaik, Penyunting Suara Terbaik, Naskah Terbaik, Editing Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Film Pendek Terfavorit Juri.
51 Peserta
Selain itu, FFA KAJ 2025 juga memberikan penghargaan kepada para pemenang untuk beberapa kategori lainnya, yakni Design Poster Terbaik (Paroki Cililitan), Penata Kostum Terbaik (Paroki Katedral), Penata Artistik Terbaik (Paroki Kedoya), Penata Suara Terbaik (Paroki Kalvari), Penata Musik Terbaik (Paroki Kalvari), Pencahayaan Terbaik (Paroki Kranji), Sinematografi Terbaik (Paroki PIK), Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Paroki Katedral), Pemeran Utama Pria Terbaik (Paroki Katedral), dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (Paroki Kedoya).

Ada pula kategori Film Pendek Terbaik Sekolah. Tiga peserta terpilih sebagai pemenang, masing-masing SMA Bunda Hati Kudus (Juara I), SMA St. Antonius (Juara II), dan SMA St. Yakobus (Juara III).
Menurut Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KAJ, Pastor Reynaldo Antoni Haryanto, FFA KAJ 2025 diikuti oleh lebih dari 50 peserta, baik paroki, komunitas maupun sekolah.
“Tema kami ambil dari Ardas (Arah Dasar) KAJ dan Tahun Yubileum. Jadi kami mengajak teman-teman Seksi Komsos paroki untuk memproduksi film dengan tema kepedulian dan juga menjadi pewarta pengharapan supaya umat mendapat pesannya, emosinya,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa kualitas sebagian besar film pendek tersebut semakin bagus jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak program tahunan keuskupan tersebut mulai dirintis pada tahun 2021.
“Cuma memang ‘PR’ yang harus terus dikembangkan adalah cara bercerita, cara eksekusi, cara penyampaian ide sehingga pesan bisa sampai kepada umat yang menyaksikan film tersebut. Perlu latihan terus menerus, pasti tidak bisa bikin sekali jadi,” imbuhnya.
Menyinggung soal feedback pelaksanaan FFA KAJ selama empat kali ini, Pastor Aldo, sapaan akrabnya, mengklaim bahwa banyak umat merasa senang.
“Maksudnya, ini jadi semacam penanda juga. Penanda dari mereka yang giat di Seksi Komsos paroki bahwa mereka terlibat. Jadi mereka bukan cuma tukang foto dan bikin majalah tapi ikut terlibat mewartakan apa yang menjadi tema keuskupan secara global. Masing-masing menginterpretasikannya. Masalah berhasil atau tidak, kadang buah tidak datang langsung. Siapa tahu setelah lima tahun Ardas berganti, saat kita mau mengingat kembali Ardas sebelumnya, ada film-film pendek tersebut,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penayangan film-film pendek tersebut diserahkan pada kebijakan masing-masing paroki.
Untuk rencana tahun depan, Pastor Aldo menyebutkan bahwa ada kemungkinan model berbeda agar muncul orang-orang baru.
“Bukan per Komisi lagi tapi terikat pada TSBP (Tim Sinergi Bidang Prioritas). Jadi mungkin bentuknya akan beda. Sempat berpikir nanti yang akan dibuat adalah festival foto bercerita dan eksibisi. Kami carikan wadahnya untuk mereka yang suka ambil foto, ambil gambar, suka bercerita lewat gambar,” ujarnya.
Punya Peluang
FFA KAJ 2025 melibatkan sembilan juri. Mereka adalah Bene Dionysius Rajagukguk, Frederica, Marcel Joelnatan, Marcelino Lefrandt, Olga Lydia, Rein Mychaelson, Renaldi Wicaksono, Robert Ronny, dan Yudi Datau.

Salah seorang juri, Marcelino Lefrandt, mengaku terpukau dengan kualitas film pendek yang mengikuti FFA KAJ tahun ini.
“Saya lihat tahun lalu memang oke, ada niat, ada ide, bagaimana diimplementasikan dengan begitu baik, tujuannya jelas, teknisnya juga. Namun tahun ini saya lihat kaget. Wow! Maksudnya dari sisi sinematografi, pemain, semua, whole package kualitasnya. Udah bisa sebenarnya dituangkan ke media yang lebih baik dengan cost produksi yang lebih besar, PH (Production House) yang lebih kredibel, lebih profit. Bisa ikut festival,” ujar Marcelino, yang menjadi juri FFA KAJ sejak tahun lalu, kepada hidupkatolik.com.
Ia juga berpesan kepada orang muda agar tetap menyalakan bara yang sudah ada.
“Kedua, perjalanan tidak akan mudah. Dengan ide yang ada, orang muda harus siap untuk di-reject. Mungkin mereka akan menghadapi persaingan. Hal-hal negatif yang mungkin bisa mematahkan semangat mereka. Well, cuma satu, karena masih muda, jangan patah semangat. Kita punya contoh, Tuhan Yesus. Kita bisa lihat role model Santo-Santa. Tujuan mereka jelas, kemuliaan Allah Bapa. Itulah yang coba diinjeksikan ke ide-ide mereka,” imbuhnya.
Katharina Reny Lestari






