Perayaan 60 Tahun Yayasan Santo Fransiskus Jakarta menjadi momen bersejarah yang tidak hanya dipenuhi rasa syukur, tetapi juga menghadirkan karya seni yang menggetarkan hati. Pada Kamis, 20 November 2025, Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) menjadi saksi terselenggaranya drama musikal “Kidung Hening”, sebuah karya kolaboratif antara Yayasan St. Fransiskus dan Teater LIRA. Drama musikal ini digarap berdasarkan naskah karya Paulus Simangunsong, yang sekaligus bertindak sebagai sutradara.
Pertunjukan ini terasa semakin istimewa karena seluruh pemerannya adalah para siswa-siswi dari TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK Santo Fransiskus. Keterlibatan anak-anak dan remaja dari berbagai jenjang ini tidak hanya memperlihatkan bakat seni, tetapi juga menggambarkan perjalanan panjang pendidikan Fransiskan yang menumbuhkan keberanian, kreativitas, dan nilai kemanusiaan.

Menghidupkan Kembali Jejak Enam Dekade Pelayanan
Perayaan enam dekade bukan sekadar menandai perjalanan waktu. Seperti yang disampaikan oleh Sdr. Mateus Leonardus Batubara, OFM, Ketua Yayasan Santo Fransiskus Assisi, “Enam puluh tahun adalah perjalanan panjang yang ditenun dari kesetiaan, karya kecil yang dilakukan setiap hari, dan kasih yang tak pernah padam.” Kutipan ini merangkum esensi keberadaan Yayasan Santo Fransiskus: sebuah karya pelayanan yang tumbuh dari langkah-langkah sederhana namun dilandasi kerendahan hati dan cinta pada sesama.

Dalam sambutannya, Sdr. Mateus juga menegaskan bahwa perayaan 60 tahun bukan hanya untuk melihat sejarah, melainkan “menghidupkan kembali arah yang sama: menghadirkan Damai dan Kebaikan, Pace e Bene, bagi siapa pun yang dilayani.” Maka tidak mengherankan jika “Kidung Hening” dipilih sebagai tema pagelaran, karena hening adalah ruang perjumpaan yang menyalakan api pelayanan dan kasih.
Drama musikal ini menjadi simbol artistik dari semangat itu. Para siswa mempersembahkan gerak, dialog, dan lagu yang menggugah, menampilkan kisah-kisah tentang persaudaraan, ketulusan hati, dan pencarian makna dalam terang teladan Santo Fransiskus dari Assisi. Mereka tidak hanya tampil sebagai aktor panggung, tetapi juga sebagai pewarta nilai-nilai kemanusiaan.

Kidung Hening: Ruang Doa, Ruang Seni, Ruang Pertemuan
Naskah karya Paulus Simangunsong menghadirkan suasana batin tentang perjalanan manusia dalam mencari damai melalui keheningan. Musik, koreografi, tata cahaya, dan unsur teater dipadukan dengan apik sehingga menciptakan pengalaman spiritual yang begitu kuat bagi para penonton.
Salah satu kekuatan drama musikal ini adalah bagaimana para siswa, meski masih berusia muda, mampu menghidupkan dinamika emosional dalam panggung. Ada adegan-adegan yang membawa tawa, harapan, keharuan, bahkan mengundang refleksi mendalam. Tepuk tangan panjang para penonton menjadi bukti bahwa pementasan ini berhasil menyentuh hati banyak orang.
Di balik keberhasilan tersebut, terdapat kerja keras dari Teater LIRA yang membimbing para siswa dengan pendekatan pedagogis dan artistik. Tidak hanya sekadar mengajar teknik panggung, tetapi juga menanamkan jiwa kolaborasi dan disiplin.

Suara Persaudaraan dari Minister Provinsi
Kehadiran Sdr. Agustinus Laurentius Nggame, OFM selaku Minister Provinsi St. Michael Malaikat Agung Indonesia menambah kedalaman makna acara ini. Beliau menegaskan bahwa perjalanan Yayasan Santo Fransiskus adalah buah dari ketaatan pada Roh dan komitmen pelayanan. “Kita belajar bahwa karya bukanlah milik manusia, melainkan milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita untuk dijaga dengan rendah hati,” tuturnya.
Beliau juga mengajak semua yang hadir untuk masuk lebih dalam ke spiritualitas Fransiskan melalui pagelaran Kidung Hening. Dengan indah beliau berkata, “Hening melahirkan damai, damai melahirkan persaudaraan, dan persaudaraan melahirkan pelayanan yang menghidupkan.”
Pesan ini bukan hanya sebuah refleksi, tetapi juga undangan bagi seluruh komunitas pendidikan Santo Fransiskus untuk terus menjaga nilai humanis dalam dunia pendidikan yang transformasional—pendidikan yang tidak hanya membentuk kecerdasan, tetapi “membesarkan jiwa”, seperti disampaikan beliau.

Sebuah Perayaan yang Meneguhkan Jalan Pelayanan
Kidung Hening bukan hanya sebuah panggung seni; ia adalah perwujudan syukur, doa, dan perjalanan panjang sebuah yayasan yang telah hadir bagi generasi demi generasi. Di akhir pagelaran, suasana haru sekaligus bangga tergambar pada wajah para guru, orang tua, dan seluruh keluarga besar Santo Fransiskus.
Para pemimpin yayasan menyampaikan terima kasih kepada pengurus, para kepala unit, para guru, tenaga kependidikan, donatur, mitra, serta seluruh siswa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari karya pelayanan ini. Komisi HAAK KAJ juga mendapat apresiasi atas kehadirannya yang mencerminkan Spirit of Assisi, yakni persaudaraan bagi seluruh ciptaan.

“Semoga momen ini mampu menyalakan kembali panggilan kita untuk melayani dengan hati yang bersyukur,” ujar Sdr. Mateus dalam penutup pesannya.
Sementara itu, Sdr. Agustinus berharap agar karya seni dan doa ini menjadi sumber kekuatan baru: “Semoga karya ini terus menyala bagi generasi yang akan datang.”
Perayaan 60 tahun Yayasan Santo Fransiskus bukan hanya menandai perjalanan masa lalu, tetapi meneguhkan langkah untuk masa depan. Dan lewat Kidung Hening, nilai-nilai damai, kasih, dan persaudaraan kembali dihidupkan—dengan indah, dengan sederhana, dan dengan penuh makna.







