Mamedo Mengajak Anak-anak Untuk Lebih Mengenal Tuhan

400
Sahabat Anak: Romo Joko dan maskot Mamedo.
[NN/Dok.Pribadi]
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Metode katekese untuk anak-anak harus menarik dan akrab dengan mereka. Keuskupan Bogor memperkenalkan Memedo yang diharapkan bisa menandingi Barney atau Doraemon.

Pada mulanya adalah keprihatinan Uskup Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur ketika menemui anak-anak di Keuskupannya. “Saya sedih melihat anak-anak. Mereka tak berani mengucapkan kata Yesus. Saat saya bertanya, mereka juga tidak tahu siapa itu Abraham,” katanya. Mgr Paskalis lantas memanggil Romo Lucius Joko, mengajaknya berdiskusi mencari jalan keluar.

Dalam acara temu imam sekeuskupan Bogor, September 2014, Romo Joko diminta oleh Mgr Paskalis untuk menjadi Direktur Diosesan (Dirdios) KKI-KKM Keuskupan Bogor. Romo Joko yang saat itu baru setahun menjadi imam kaget dan mengajukan pertanyaan: “Apakah Monsinyur yakin?”. Mgr Paskalis lantas menjawab: “Kalau saya tunjuk berarti saya percaya.” Tugas utama Dirdios adalah mencari cara mengenalkan Yesus kepada anak-anak.

Saat pulang ke parokinya St Matias, Cinere, Romo Joko merenung dan berpikir bagaimana cara mengenalkan Yesus kepada anak-anak, baik di Bina Iman Anak (BIA), Bina Iman Remaja (BIR), maupun di sekolah. Ia membayangkan tokoh yang dikenal dan bisa meyakinkan anak-anak. Inspirasi didapat dan dia menamai tokoh itu Mamedo, singkatan dari moto tahbisan uskup Mgr Paskalis, “Magnificat Anima mea Dominum”. “Saat itu saya belum memikirkan, apakah tokoh itu binatang, tumbuhan, atau manusia,” ujar alumnus seminari tinggi St Petrus Paulus Bandung ini.

Tak sampai sebulan, Oktober 2014, Romo Joko membentuk suatu tim. Ia menemui pasangan suami istri Christoporus Rory Hardono dan Maria Wirastari Hardono. Romo Joko memaparkan keprihatinan Mgr Paskalis dan tokoh Mamedo yang sudah dipikirkannya. Ia menunjuk mereka sebagai tim kreatif untuk mewujudnyatakan Mamedo. Gayung pun bersambut, Rory dan istrinya menyanggupi permintaan Romo Joko.

Rory dan Maria saat itu baru saja menjuarai lomba narasi Kitab Suci Keuskupan Bogor. Mereka menggunakan metode atau gaya wayang dalam lomba itu. Maria menjadi sinden dan Rory sebagai dalang dalam lakon “Orang Samaria yang murah hati”. Inilah alasan penunjukannya.

Seminggu berselang, Rory dan istrinya mempresentasikan hasil karya mereka. Beberapa desain karikatur dibuatnya. Maria menjelaskan bahwa dari semua konsep itu, yang paling sesuai adalah rusa. “Rusa selain simbol kota Bogor, juga memiliki karakter yang tenang, bijaksana dan sering disebutkan dalam Alkitab,” ujar Maria, lulusan magister psikologi remaja dan anak Unika Atmajaya Jakarta ini.

Lahirnya Mamedo
Rory adalah pekerja kreatif periklanan. Ia sering melatih anak-anak BIR dan kaum muda main teater, terutama dalam even besar seperti Natal dan Paskah. Sementara, Maria, istrinya, adalah seorang psikolog anak dan remaja yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Pasutri ini lantas menggarap konsep Mamedo dari Romo Joko. Mereka mulai mempelajari kenapa anak-anak Katolik Keuskupan Bogor tidak mengenal kisah-kisah Kitab Suci. Maria meneliti, apa saja yang benar-benar menjadi kesukaan anak-anak. Mereka berdua mengumpulkan karakter tokoh-tokoh kesayangan anak-anak dalam berbagai bentuk, mulai dari manusia, hewan, sampai mahluk dari luar bumi. Mereka menemukan bahwa anak-anak sangat akrab dengan Teletubbis (makhluk luar bumi), Doraemon (robot kucing). Barney (binatang, dinosaurus).

Dari penelitian itu, Barney sangat disukai anak-anak. Maka Rory dan Maria memutuskan bahwa Mamedo akan seperti Barney, mengambil karakter binatang yakni rusa. Rusa, menurut Maria, adalah binatang yang sering disebut dalam Alkitab. Kata rusa juga sering didengar dalam lagu-lagu rohani Kristiani. Rusa seringkali hadir dalam kisah film Natal dan film anak-anak. Rusa adalah binatang yang mencerminkan ketenangan, kalem dan disukai anak-anak. Selain itu, yang terpenting rusa juga dikenal sebagai identitas kota Bogor. Anak-anak bisa setiap saat memberi makan rusa dengan wortel, di Istana Bogor, tak jauh dari gereja Katedral Bogor.

Setelah itu, Rory dan Maria mendiskusikan, rusa seperti apa yang disukai anak-anak. Mereka mengundang berapa ilustrator komik untuk membahas hal itu. Bantuan para ilustrator komik ini kemudian menjadi kesimpulan mereka. Lalu, sebagai tahap awal, mereka membuat cerita anak dengan memasukkan tokoh Mamedo sebagai sosok yang selalu hadir dan suka menolong.

Supaya Mamedo bisa langsung dikenal, maka perlu ada gebrakan. Lalu diputus kan untuk membuat maskot (boneka yang digerakkan oleh orang dari dalamnya) dan theme song  atau jingle. Rory dan Maria membuat sebuah lagu dengan bantuan Aziz, seorang musisi dari Matari Advertising. Jingle ini kemudian dinyanyikan oleh Calista Amadea, seorang penyanyi cilik yang sudah menghasilkan album rohani dari Paroki Matias Cinere juga.

Pada 24 Mei 2015, bertepatan dengan hari raya Pentakosta, Mamedo diluncurkan di hadapan ratusan anak-anak BIA, BIR dan pengurus sekolah Bina Iman. Hari launching  Mamedo ini ditentukan oleh Mgr Paskalis.

Ada kisah yang menarik saat acara launching Mamedo. Rory dengan muka yang dibalut perban karena kecelakaan ringan tetap menghadiri acara. Sementara istrinya, Maria, tidak ikut karena usia kehamilan yang sudah mendekati hari bahagia. “Saya tetap bergembira, meski mengisi suara Mamedo dalam keadaan seperti ini. Istri saya juga senang, karena Mamedo sudah diluncurkan,” ujar umat lingkungan Theofilus Maria Asumptha paroki St Matias Cinere ini.

Mamedo Saat Ini
Sebagai tim kreatif, saat ini Rory dan Maria mempersiapkan cerita sesuai dengan modul pengajaran BIA dan BIR. Mamedo direncanakan akan hadir dalam tayangan video (youtube) dalam bentuk boneka tangan (hand puppet), cerita bergambar, dan live show. Mamedo juga akan hadir dalam media sosial, seperti facebook, twitter, line. Meski begitu, Rory mengakui anggaran menjadi kendala dalam meluncurkan program Mamedo ini. “Beberapa boneka tangan sudah dibuat. Rencananya akan dibuat sebanyak lima puluh buah dulu,” ujar lulusan ilmu komunikasi Universitas Mercu Buana ini.

Sementara Romo Joko mengungkapkan, untuk menyikapi keterbatasan anggaran, dia juga membuat proposal dan pendekatan pribadi ke umat. Romo Joko menegaskan, dana bisa dicari. Hal terpenting adalah persiapan modul pengajaran dan konsep yang baik. Senada dengan Romo Joko, Rory mengungkapkan tantangannya bukan hanya soal anggaran. Menurutnya, supaya Mamedo betul-betul menjadi tokoh anak- anak, maka perlu kerjasama semua umat. Selain itu ia juga mensyaratkan kreativitas dan keuletan untuk membuat anak-anak BIA dan BIR bisa menyukai dan tertarik dengan Mamedo. Dengan begitu, pewartaan tentang Yesus dan kisah Alkitab akan sampai sasaran.

Saat ini antusiasme umat Keuskupan Bogor kepada Mamedo sangat menonjol. Mereka meminta agar Mamedo segera hadir di paroki-paroki. Seperti 7 Juni 2015, saat perayaan Tubuh dan Darah Kristus, berapa paroki mengundang Mamedo. Mereka berharap boneka Mamedo yang digerakkan manusia di dalamnya segera hadir dan bercerita tentang Kitab Suci kepada anak-anak. Karena Mamedo dalam bentuk hand puppet saja belum jadi, maka permintaan paroki-paroki belum bisa dilayani.

Romo Nurwidi, Direktur KKI-KKM KWI menyambut baik hadirnya Mamedo. Dalam sambutannya saat peluncuran, ia memuji Keuskupan Bogor yang menjadi keuskupan pertama yang memunculkan tokoh sahabat anak. Ia sangat mengapresiasi gagasan KKIKKM Keuskupan Bogor. Ia berharap, Mamedo dapat membuat anak-anak lebih mengenal Tuhan dan Alkitab. Dengan begitu, mereka menjadi anak-anak yang tahu memuji dan memuliakan Tuhan.

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here