Renungan Minggu, 6 November 2016 : Kehidupan Sesudah Kebangkitan

358
[mikansim.blogspot.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com - KIRA-kira sebulan yang lalu, saya diajak beberapa rekan pergi rekreasi ke Malang, Jawa Timur. Dalam perjalanan ke tempat itu, salah seorang rekan menceritakan bahwa di sana ada banyak kupu-kupu dan binatang yang dikeringkan. Pelbagai jenis ikan juga bisa dilihat dari dekat. Informasi itu membuat saya ingin segera sampai ke tempat yang kami tuju dan melihat apa yang diceritakan.

Dari tempat parkir, kami bisa melihat Gedung Museum Satwa dengan dua patung gajah raksasa. Di sini kami mengawali rekreasi bersama. Di sana ada seekor kanguru besar yang sudah dikeringkan sedang mengendarai vespa, seekor kanguru belang-belang sedang memetik gitar, dan rangka raksasa dinosaurus. Di bagian lain, di Batu Secret Zoo, saya melihat burung-burung, kuda nil, monyet kecil dari Afrika, dan angsa hitam yang paruhnya merah. Di bagian lain ada pelbagai jenis ikan dari laut dalam, ikan pari tutul, biota laut, dan yang lain. Semuanya jauh lebih indah daripada yang diceritakan oleh rekan saya tadi. Di sini jelas, cerita manusiawi betapapun lengkapnya, tak bisa menggambarkan keindahan, kemegahan, kemuliaan dari wujud atau kenyataan sesungguhnya.

Dalam kutipan Injil hari Minggu ini, ada pertanyaan orang Farisi tentang perempuan yang menikah tujuh kali: “Siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan?” (Luk 20:33). Pertanyaan itu muncul berdasarkan pengamatan, pengalaman, dan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Pertanyaan itu sekaligus merupakan ungkapan kecemasan, ketidakmengertian, keingintahuan, harapan untuk mendapatkan kepastian kepada Sang Guru Kehidupan. Jawaban Yesus sungguh di luar dugaan mereka bahwa sesudah kebangkitan, mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. “Mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah ….” (Luk 20:36).

Jawaban Yesus itu mau menunjukkan bahwa kehidupan sesudah kebangkitan sungguh berbeda dengan kehidupan di dunia. “Surga dan kehidupan bersama Yesus” jauh lebih indah, mulia, dan bahagia daripada yang dialami manusia di dunia. Di dalam Yesus, berlimpah-limpah Kerahiman Allah, karena Dia adalah jalan, kebenaran, dan kehidupan yang menjadi perantara kita satu-satunya kepada Allah.

Orang yang beriman kepada Yesus dipanggil untuk menghadirkan suasana “surga” (kasih, persekutuan, kesetiaan, kemurahan hati, kelemahlembutan, persaudaraan, penguasaan diri) itu bukan hanya ketika sudah meninggalkan dunia ini. Saat ini, di tengah kehidupan berkeluarga, berkomunitas, bermasyarakat, dan berbangsa, suasana surga itu dibutuhkan segenap umat manusia. Ketika orang berbicara tentang keluarga, komunitas, suami, istri, dan anak-anak, yang mereka temui di rumah, lingkungan, komunitas kita, ternyata jauh lebih luar biasa, membahagiakan, dan menyejukkan daripada yang diceritakan oleh siapapun. Mereka bangga akan pengalaman bahwa para pengikut Yesus itu seperti malaikat-malaikat dan menjadi anak-anak Allah, karena mereka menghadirkan Kerahiman Allah.

Orang-orang yang berkeluarga memang terikat oleh perkawinan. Amat wajar bila mereka bicara tentang kawin, mengawinkan, dan dikawinkan, urusan rumah tangga, makan, minum, serta yang lain. Namun urusan
keluarga Kristiani bukan hanya itu. Mereka, karena sakramen permandian adalah utusan-utusan Allah untuk menyebarluaskan dan menghadirkan kasih Allah di dunia. Kunjungan ke orang sakit, ikut kegiatan lingkungan dengan sukacita, terlibat kegiatan sosial kemasyarakatan, menjadi pendengar yang baik untuk anak-anak dan suami/istri, mendampingi anak-anak belajar, mengatur keuangan keluarga, hidup sederhana dengan penuh kejujuran, ketulusan, dan kesetiaan merupakan “jalan untuk menghadirkan kasih Tuhan” dan menjadi “lilin yang bernyala bagi manusia dan dunia yang dikungkung kegelapan”.

Melalui kesaksian hidup yang baik dan penuh rahmat Allah itu, manusia dibantu untuk mengalami kebaikan Allah. Manusia berusaha hidup suci supaya diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan abadi bersama Allah dan para kudus. Di sana mereka akan seperti malaikat-malaikat. Itulah sebab, kita dipanggil Tuhan untuk mengalami semua itu secara penuh untuk selama-lamanya. Apa yang terjadi di dunia merupakan persiapan untuk mengalaminya secara total di surga bersama Allah yang telah menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia.

Mgr Nicolaus Adi Seputra MSC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here