Pancasila Perekat Kebhinnekaan

300
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab; merupakan tema Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta tahun ini. Apakah orang yang bersikap adil dan mewujudkan keadaban, merupakan penanda bahwa orang tersebut memiliki nilai-nilai spiritual yang mendalam? Perjumpaan agama-agama di Indonesia, khususnya konsep Ketuhanan Yang Mahaesa (monoteisme), mengakomodasi kebutuhan pemahaman, bukan saja dari iman Katolik, tetapi juga dari semua iman dan kepercayaan keagamaan, dengan memberikan ruang tafsir yang khas bagi semua agama dan kepercayaan.

Roh Pancasila
Filsuf dan pemikir Pancasila, Prof. N. Driyarkara menemukan, bahwa kebudayaan dan kerohanian khas Indonesia, yang sesungguhnya dimiliki bersama, tetapi sering terpendam dan kurang disadari dan dihayati bersama, ada dalam nilai-nilai Pancasila. Menurut Driyarkara, Pancasila mampu mempersatukan orang-orang dari pelbagai agama dan kepercayaan yang berbeda. Driyarkara melihat potensi besar Pancasila untuk seluruh bangsa Indonesia, bukan sebagai ideologi sempit yang bermaksud mengarahkan dan membawa orang kepada tujuan politik belaka, tetapi sebagai filsafat dan dasar religiositas milik bersama bangsa Indonesia. Pancasila senantiasa dapat dikembangkan apapun agama dan kepercayaannya (Driyarkara, 2006).

Dalam konteks kehidupan beragama di Indonesia, sebagai bangsa yang religius, tentu sangat diharapkan dalam hidup berbangsa dan bernegara, dapat menjadikan agama sebagai inspirasi yang mengilhami pergulatan kebangsaan kita. Begitu juga sebaliknya, nilai-nilai Pancasila dapat menjadi roh “penanda” apakah keberagamaan kita sudah benar-benar memperjuangkan keadilan, semakin beradab dalam kebersamaan sebagai anak bangsa. Sebab tujuan hidup beragama justru dihayati oleh setiap umat beragama dalam kehidupan berbangsa yang bhinneka. Nilai-nilai Pancasila dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan “teologi agama-agama” di Indonesia, yang lebih humanis, moderat, dan inklusif, tanpa bermaksud menyamakan agama dan Pancasila.

Dalam sila pertama Pancasila, kemahaesaan Tuhan merupakan konsekuensi logis dari hakikat manusia sebagai mahluk beragama. Konteks pluralitas agama tidak bertentangan dengan kemahaesaan Tuhan. Sebaliknya, justru dalam pluralitas agama, terletak arti dan makna sejati kebesaran dan kemahaesaan Tuhan. Realitas ini hendaknya dihayati sehingga roh Pancasila sebagai roh kebangsaan benar-benar menjadi keutamaan sosial yang inklusif, menginspirasi, menyatukan semua golongan sosial, etnis, agama, bahasa dan aspirasi hidup (W. Chang, 2009).

Mengamalkan Pancasila, mengajak kita sebagai warga bangsa yang berketuhanan, untuk menggali dan menghayati nilai terdasar yang tercantum dalam Pancasila mengenai keluhuran martabat manusia, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Adil dan beradab merupakan dua sikap yang saling melengkapi. Adil dalam kehidupan bermasyarakat berarti setiap warga masyarakat memiliki akses yang sama untuk mendapatkan hak yang pokok untuk kelangsungan hidupnya. Beradab artinya manusia mampu hidup dengan mengikuti norma, aturan, hukum (agama dan negara) yang dijunjung tinggi; di mana martabat setiap orang dihargai, perbedaan dihormati, yang lemah dilindungi.

Ada pandangan yang mengatakan, bahwa munculnya radikalisme atas nama agama, merupakan akibat dari belum berhasilnya kemanusiaan kita, dalam mendapat perlakuan yang semestinya secara adil dan beradab. Ketidakadilan sosial masih terjadi dalam banyak kebijakan pembangunan dan keputusan politik dan hukum. Sebagai contoh, diskriminasi sosial tak kunjung berhenti, khususnya, terhadap kaum minoritas, dan tindak kekerasan pun terhadap anak bangsa masih berlangsung. Singkatnya, bangsa ini masih lupa diri akan hakikat universalitas kemanusiaan, sehingga manusia diperlakukan tidak dengan semestinya sebagaimana roh dari nilai Pancasila. Semoga Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) dapat menggerakkan seluruh komponen bangsa, serta komunitas agama untuk ikut mengamalkan Pancasila, dan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai, etika sosial dalam kehidupan berbangsa.

Salman Habeahan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here