Ragam Mukjizat Sang Mulatto

595
St Martin de Porres Velázquez OP.
[monasteryicons.com]
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Meski sering dilecehkan karena berdarah campuran, ia tak pandang bulu. Ia berbicara dengan binatang, bahkan ia menempatkan kasih di atas ketaatan pada pimpinan.

Kota Lima nyaris lumpuh dilumat wabah epidemik. Biara Rosario yang berada di ibukota Peru itu tak luput dari ekses wabah penyakit. Banyak biarawan, terutama para novis Dominikan atau Ordo Pengkotbah (Ordo Praedicatorium, OP) turut menjadi korban. Kondisi itu memaksa pimpinan biara mengkarantina confrater-nya yang terjangkit penyakit.

Tak tanggung-tanggung, ia juga menutup akses dari dan menuju ruang karantina, sehingga tak seorang pun bisa keluar-masuk ruangan itu. Cara ini dilakukan agar korban tak bertambah. Namun, keputusan itu membawa dampak buruk. Mereka yang sakit justru tak bisa mendapatkan layanan kesehatan.

Situasi memprihatinkan itu membuat iba hati Br Martin de Porres Velázquez OP. Ia pun nekad menerabas larangan pimpinannya, agar bisa merawat para confrater. Konon, menurut sejumlah biarawan yang dikarantina, Br Martin bisa masuk meski pintu menuju tempat itu dikunci. Kesaksian senada juga diungkapkan para Dominikan yang sehat. Mereka kerap melihat Br Martin berada dalam ruangan dan merawat para biarawan yang sakit, padahal pintu terkunci.

Br Martin juga meminta bantuan saudari kandungnya untuk merawat biarawan yang sakit di rumahnya. Tak ayal, pimpinannya naik pitam. Ia meminta Br Martin menghentikan aksinya. Namun, bruder yang sehari-hari menangani pekerjaan rumah tangga di komunitas itu tak mengindahkan. Bruder kelahiran Lima, 9 Desember 1579, itu makin membuat pimpinan gerah.

Suatu kali, Bruder Martin melihat seorang Indian sekarat dengan tubuh bersimbah darah di jalan. Tak tega melihatnya, ia membawa si Indian ke biaranya. Mengetahui hal itu, pimpinannya marah. Dengan santun Br Martin berkata, “Maaf dan tolong beritahu kepada saya. Sebab saya tidak tahu kalau ternyata ketaatan lebih diutamakan daripada amal kasih.”

Pimpinan biara tersentil dengan pernyataan ini. Sejak itu, hatinya perlahan melunak. Ia membebaskan Br Martin membantu orang-orang sakit, miskin, dan terlantar.

Aneka Mukjizat
Dikisahkan, Br Martin tak hanya mampu menerobos ruangan yang terkunci. Konon, ia bisa berkomunikasi dengan binatang. Suatu hari pimpinannya gusar oleh ulah tikus-tikus di Biara Rosario, lantaran hewan pengerat itu mengotori sekaligus menggerogoti jubah milik para biarawan. Br Martin tanpa sengaja menangkap seekor tikus yang sedang beroperasi di bilik pakaian. Pimpinan biara memerintahkan agar Br Martin membunuh tikus itu dengan racun. Namun, ia bergeming. Saat pimpinannya pergi, Br Martin “bernegosasi” dengan si tikus.

“Saudara kecilku, saya tidak akan membunuhmu. Ajaklah teman-temanmu untuk meninggalkan rumah kami. Kalian bisa pindah dan tinggal di kebun. Saya janji akan membawakan makanan untuk kalian setiap hari,” pinta Br Martin.

Keesokan harinya, terjadi peristiwa aneh dan unik. Anggota komunitas Biara Rosario melihat rombongan tikus berarak dari dalam biara menuju kebun yang berada cukup jauh dari biara itu. Rombongan itu dipimpin seekor tikus yang bertubuh tinggi dan gempal. Sejak itu, Biara Rosario aman dari gangguan tikus. Br Martin pun menggenapi janjinya. Tiap hari ia membawakan makanan untuk para ‘saudara’ kecil-nya.

Selain itu, jika menemukan tikus, anjing,dan hewan lain sedang sakit atau cedera, Br Martin meminta mereka pergi ke rumah saudarinya. Di sana, saudarinya bakal menampung dan merawat. Di rumah itu, anjing dan tikus hidup dan makan bersama dengan satu piring. Peristiwa itu menginspirasi pembuatan lukisan atau patung Br Martin. Ia digambarkan sedang berdiri memegang sapu/rosario/salib di hadapan anjing dan tikus.

Banyak orang juga mengaitkan Br Martin dengan sejumlah mukjizat lain. Konon, tubuhnya terangkat (levitasi) dan berselimut cahaya saat meditasi atau adorasi. Ia juga mampu melakukan bilokasi, yakni berada di dua tempat pada saat bersamaan. Sejumlah orang pernah melihat Br Martin di Afrika, Meksiko, dan Jepang, padahal sepanjang hidupnya ia tak pernah meninggalkan tanah kelahirannya.

Ketika berhadapan dengan orang sakit, Br Martin biasanya tahu, nyawa pasien mana yang tertolong dan tidak. Jika pasiennya bakal sembuh, ia seakan cuek dengan mereka. Namun, jika tahu pasiennya akan meninggal, ia akan sangat memperhatikan orang itu.

Masih banyak mukjizat dan kebaikan yang dibuat Br Martin selama hidup, antara lain menyembuhkan orang sakit dengan seketika, membangkitkan orang mati, memberikan nasihat rohani, dan membantu sepasang kekasih yang kesulitan ekonomi untuk pernikahan.

Litani kehebatannya tersiar hingga ke banyak negara. Tak pelak banyak orang menyebutnya sebagai orang kudus. Namun, anak mantan budak asal Panama itu berusaha menepis predikat tersebut. Ia selalu menghindari keramaian. Meski demikian, Br Martin menerima siapapun yang datang kepadanya dan membutuhkan pertolongan.

Teladan Ketabahan
Sepanjang hidupnya, Br Martin menjadi korban rasisme. Ia berdarah campuran, lahir dari hubungan di luar nikah. Ayahnya, Don Juan de Porres adalah pria berkulit putih dari Spanyol, sedangkan ibunya Anna Velázquez berkulit hitam. Ada dua versi mengenai asal ibunya, Anna: Panama dan Peru.

Di Peru, khususnya anak-anak berdarah campuran disebut mulatto. Mereka kerap dijadikan bulan-bulanan dan cibiran oleh masyarakat, baik yang berkulit berwarna (hitam) maupun putih. Mereka menganggap para mulatto tak punya identitas jelas dan latar belakang keluarganya suram.

Kondisi itu sempat membuat Martin sulit diterima oleh Dominikan saat berusia 15 tahun. Darah campuran dalam dirinya telah memupuskan harapannya menjadi imam. Ia hanya diperkenankan menjadi bruder. Itupun setelah sembilan tahun bekerja di biara sebagai tukang sapu, serta memasak dan mencuci. Hebatnya, Martin selalu tabah meski cibiran dan berlaksa pelecehan ia alami. Ia mencintai dan melayani semua orang, termasuk yang membencinya.

Suatu ketika, Biara Rosario nyaris ditutup karena perkara finansial. Pimpinan biara pusing memikirkan banyak hutang yang harus dilunasi demi mempertahankan biara itu. Sementara anggota komunitas lain bungkam. Saat itu, hanya Br Martin yang berani angkat bicara. Pribadi saleh yang pernah mencecap getirnya kemiskinan kala masih belia ini berkata, “Juallah saya! Saya ini hanya mulatto miskin. Saya juga harta tarekat. Jangan sungkan, juallah saya!”

Ragam Apresiasi
Totalitas cinta, pelayanan, dan ketabahan Br Martin mendapat apresiasi banyak orang dari aneka lapisan. Ketika wafat pada 3 November 1639, prosesi pemakamannya dibanjiri lautan manusia. Umat biasa, para imam, uskup, dan pejabat pemerintahan melepas kepergian bruder sederhana dan welas asih itu.

Berkat karya amal, sikap hidup, dan teladan rohani yang ia hayati selama hidup, Paus Klemens XIII mengesahkan dekrit keutamaan kristiani dan menggelarinya Venerabilis pada 27 Februari 1763. Lalu pada 29 Oktober 1837, Paus Gregorius XVI membeatifikasinya. Akhirnya pada 6 Mei 1962, Bapa Suci Yohanes XXIII menganugerahinya Santo.

Gereja mengenang totalitas karya pelayanan dan keutamaan hidup St Martin de Porres tiap 3 November. Apresiasi atas hidup dan karya St Martin juga banyak muncul di ranah seni. Sejumlah film, musik, dan buku mengangkat kisah orang kudus dan patron keadilan sosial ini.

Yanuari Marwanto

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here