Paus Pendamai Konflik Internal Gereja

231
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Jasanya bagi Gereja begitu besar. Sebagai Paus, ia berhasil mendamaikan konflik antarkeuskupan di Gallia dan Spanyol.

Dalam Konsili Efesus II tahun 449, Paus Leo Agung (390-461) mengirim delegasi khusus. Uskup Puteoli (kini Keuskupan Pozzuoli) Mgr Julius diutus bersama seorang Diakon Roma. Dalam konsili itu, sang diakon mati-matian mempertahankan hak-hak eksklusif Takhta St Petrus. Ia juga melawan penjatuhan hukuman kepada Uskup Agung Konstantinopel, Mgr Flavianus I (†449).

Alhasil, para utusan Paus itu mendapat ancaman kekerasan dari Patriark Alexandria, Dioscurus I (†454). Untung mereka dapat menyelamatkan diri meskipun dengan susah payah.

Konon, ketika melarikan diri dari Konsili Efesus II, sang diakon sempat bersembunyi di balik patung St Yohanes Rasul. Oleh karena itu, ia meyakini bahwa keselamatan dirinya adalah berkat penyertaan St Yohanes Rasul.

Setelah Paus Leo I wafat, sang diakon terpilih menjadi penggantinya. Putra asal Sardinia ini menerima tahbisan Uskup Roma pada 19 November 461. Sardinia adalah pulau terbesar kedua setelah Sisilia di Laut Mediterania bagian barat.

Ketika menjadi Paus, ia teringat pengalamannya selamat dari Konsili Efesus II, yang diyakini berkat St Yohanes Rasul. Rasa syukur atas keselamatan dirinya itu, ia ungkapkan dengan mendirikan dua oratorium di tempat pembaptisan di Lateran. Satu oratorium dipersembahkan kepada St Yohanes Pembaptis. Sementara yang lain dibangun untuk menghormati St Yohanes Rasul. Di balik pintu Oratorium St Yohanes Rasul, ia membuat inskripsi bertuliskan, “Kepada St Yohanes Penginjil, sang pembebas Uskup Hilarius, hamba Kristus.”

Itulah sekelumit kisah Paus Hilarius, yang selama masa kepausannya, membangun beberapa gereja dan bangunan di Roma. Ia juga mendirikan sebuah kapel yang dipersembahkan kepada Salib Suci, biara kecil, dua tempat pembaptisan dan perpustakaan di dekat Basilika St Laurensius di luar tembok; serta sebuah biara kecil di dalam tembok.

Untuk Gallia
Masa kepausan Hilarius ditandai oleh kegigihannya mempertahankan hak-hak prerogatif dan supremasi Takhta Suci atas Gereja Universal, seperti yang dilakukan pendahulunya, Paus Leo Agung. Persoalan Gereja di Spanyol dan Gallia cukup mencuri perhatiannya secara khusus. Wilayah Gallia saat ini meliputi Perancis, Luxemburg, Belgia, sebagian Swiss, Italia utara, Belanda, dan Jerman. Carut marut politik yang terjadi di wilayah itu mendorongnya untuk memperkuat gubernasi dalam hierarki Gereja.

Seorang Diakon Narbonne di Perancis selatan, Hermes, secara ilegal telah merebut takhta Keuskupan Narbonne. Kini, Keuskupan Narbonne menjadi Keuskupan Carcassonne et Narbonne dan sebagian wilayahnya menjadi bagian Keuskupan Agung Montpellier-Lodève-Béziers-Agde-Saint-Pons-de-Thomières, Perancis. Menghadapi situasi itu, dua uskup Gallia dikirim ke Roma untuk melaporkan kemelut internal Gereja di Gallia. Paus Hilarius kemudian menggelar sinode di Roma, 19 November 462. Ia mengambil kebijakan untuk menyelesaikan persoalan Gereja di Gallia. Maka terbitlah ensiklik yang ditujukan kepada para Uskup Metropolitan di beberapa wilayah, seperti Vienne, Lyons, Narbonne, dan Apt. Wilayah Gerejani Apt kini sudah tak ada. Wilayahnya dimasukkan dalam Keuskupan Agung Avignon dan Keuskupan Digne-Riez-Sisteron. Bapa Suci lalu memutuskan bahwa Hermes menjadi Uskup Tituler Narbonne, tetapi tidak diberi wewenang sebagai ordinaris wilayah di Narbonne.

Sebagai tindak lanjut ensiklik itu, Uskup Agung Arles (kini Keuskupan Agung Aix-Arles, Perancis) setiap tahun harus menggelar sinode bersama para Uskup Metropolitan di Gallia untuk menciptakan situasi yang lebih baik. Jika mereka mengalami kesulitan, persoalan itu akan disampaikan kepada Bapa Suci. Di sana juga diatur bahwa tak ada seorang uskup pun yang dapat meninggalkan keuskupannya tanpa mengantongi izin tertulis dari Uskup Metropolitan. Namun, jika berkeberatan karena izinnya ditahan, mereka dapat naik banding untuk meminta izin kepada Uskup Agung Arles. Klaim batas wilayah dan teritori yurisdiksi juga ditetapkan dengan restu Bapa Suci.

Konflik Keuskupan
Pada 463, Paus Hilarius terlibat aktif dalam penyelesaian konflik antardiosesan di Gallia. Uskup Agung Vienne, Mgr Mamertus menahbiskan Uskup Die. Keuskupan Vienne dan Die kini menjadi Keuskupan Grenoble-Vienne dan Keuskupan Valence-Die-Saint-Paul-Trois-Châteaux, dengan Keuskupan Agung Lyon, Perancis sebagai Metropolitannya.

Menurut dekrit warisan Paus Leo Agung, Keuskupan Die termasuk dalam yurisdiksi Keuskupan Agung Arles. Mendengar kasak-kusuk tersebut, Paus Hilarius memerintahkan Uskup Agung Arles, Mgr Leontius untuk menggelar sinode yang dihadiri para uskup dari beberapa Provinsi Gerejani guna menyelidiki perkara ini. Hasilnya dilaporkan oleh Mgr Antonius kepada Bapa Suci.

Lalu pada 25 Februari 464, Bapa Suci mempromulgasikan dekrit yang menugaskan Mgr Veranus untuk menegur Mgr Mamertus. Jika Mgr Mamertus masih melakukan praktik pentahbisan yang tidak sesuai aturan Gereja, hak-hak dan kekuasaannya dianggap tidak sah dan akan dicabut. Sebagai konsekuensi atas tahbisan Uskup Die yang sudah terjadi, Uskup Agung Arles sebagai Metropolitan Keuskupan Die berhak menjatuhkan sanksi. Dengan demikian, previlese Takhta Metropolitan Arles yang telah ditetapkan Paus Leo I tetap ditegakkan. Pengalaman ini juga menjadi peringatan kepada para uskup.

Konflik Spanyol
Hak-hak yang sama dari Takhta Metropolitan Embrun (kini Keuskupan Gap-Embrun dan Keuskupan Digne-Riez-Sisteron) juga sempat bermasalah ketika beberapa keuskupan di daerah Apt yang masih di bawah yurisdiksinya diganggu. Saat itu, Mgr Auxanius sempat menyerobot dua teritori gerejani Embrun di Nice dan Cimiez (kini keuskupan ini sudah tidak ada). Hal ini dianggap pelanggaran batas yurisdiksi terhadap Metropolitan Embrun, sehingga Mgr Auxanius harus dijatuhi sanksi.

Di Spanyol, Uskup Calahorra (kini Keuskupan Calahorra y La Calzada-Logroño), Mgr Silvanus telah melanggar hukum Gereja. Ia telah menahbiskan beberapa uskup tanpa persetujuan para uskup Tarragona. Uskup Agung Tarragona, Mgr Ascanius dan para Uskup di Provinsi Gerejani Tarragona melaporkan pelanggaran Mgr Silvanus kepada Paus.

Saat itu, para Uskup Tarragona juga minta nasihat Bapa Suci mengenai perkara lain, seperti kasus di Keuskupan Barcelona (kini Keuskupan Agung Barcelona). Sebelum wafat, Uskup Barcelona, Mgr Nundinarius meminta agar Mgr Irenaeus diangkat menjadi penggantinya. Padahal sebelumnya, ia telah mengangkat Mgr Iranaeus untuk menduduki takhta keuskupan lain. Permintaan Mgr Nundinarius dikabulkan oleh para Uskup dalam Sinode Tarragona. Mereka mengukuhkan Mgr Irenaeus menjadi Uskup Barcelona. Setelahnya mereka memohon persetujuan Paus.

Pada 19 November 465, digelar Sinode Roma guna menyelesaikan persoalan Tarragona. Konon, inilah sinode tertua di Roma yang bukti-buktinya masih utuh hingga kini. Sinode ini digelar di Basilika St Maria Maggiore. Setelah sambutan Paus, dibacakan surat para Uskup Spanyol. Lalu terjadi diskusi dan diputuskan bahwa hukum Gereja jangan sampai dirusak oleh praktik yang tidak sesuai.

Keputusan sinode lalu dituangkan oleh Paus dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada seluruh Uskup di Tarragona. Paus memutuskan, tak ada tahbisan Uskup yang valid tanpa persetujuan Takhta Metropolitan Tarragona; dan tak ada Uskup yang boleh berpindah dari satu keuskupan ke keuskupan lain. Maka, Mgr Ascanius harus mengangkat orang lain menjadi Uskup Barcelona dan Mgr Irenaeus harus tetap memimpin keuskupan di mana ia telah ditunjuk sebelumnya. Sementara itu, para uskup yang telah ditahbiskan Mgr Silvanus akan diakui jika mereka menempati takhta keuskupan lowong atau mendapat
persetujuan Paus.

Paus Hilarius tak kenal lelah bekerja demi integritas iman Gereja. Ia wafat di Roma pada 28 Februari 468. Jenazahnya dimakamkan di Basilika St Laurensius. Gereja memperingatinya tiap 17 November.

R.B.E. Agung Nugroho

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here