Maria Cermin Kekudusan

862
1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam Litani St Perawan Maria, salah satu gelar Maria ialah Cermin Kekudusan yang merupakan terjemahan dari Speculum Justitiae. Mengapa tidak diterjemahkan Cermin Keadilan? Dari mana berasal gelar itu? Apa artinya?

Andreas Kilimotto, Banyuwangi

Pertama, arti pertama kata iustitia (Latin) ialah “keadilan”tetapi dalam konteks biblis-teologis, kata “iustitia” mempunyai arti yang lebih luas. Dalam Injil, St Yosef, suami Bunda Maria, disebut sebagai seorang yang “benar” (Mat 1:19) (Ing: just), artinya kudus, suci, benar dan sempurna dalam mentaati perintah-perintah Allah. Demikian pula dalam kisah penciptaan, Allah menciptakan manusia pertama dalam “keadilan asali” (Ing: original justice), artinya dalam keadaan harmonis dengan Allah, sesama, diri sendiri dan dengan alam semesta. Kata “keadilan” di sini diartikan sebagai harmonis, kudus, suci, benar dan sempurna. Dalam arti inilah, gelar Speculum Justitiae diterjemahkan menjadi Cermin Kekudusan. Terjemahan ini setia mempertahankan makna biblis-teologisnya, dan bukan makna sosio-kultural yang berarti keadilan.

Kedua, Maria diberi gelar Speculum iustitiae, artinya Maria penuh dengan dan memantulkan (seperti cermin) keutamaan keadilan dalam arti luas. Dengan kata lain, Maria itu mencerminkan kekudusan, ketaatan kepada kehendak ilahi Bapa dan kebenaran dalam relasi dengan Allah dan sesama. Dengan gelar Cermin Kekudusan (speculum iustitiae), dimaksudkan bahwa pribadi Maria adalah gambaran yang paling menakjubkan dari “kebenaran, kekudusan, keadilan, keselarasan, dan keindahan Allah” yang pernah terwujud dalam diri ciptaan manusiawi.

Karena Maria itu sungguh murni dan sungguh rendah hati, maka Maria menerima cahaya dari Kristus yang adalah Matahari Keadilan Ilahi. Seperti halnya cermin yang menerima cahaya dan memantulkannya, Maria menerima bukan hanya cahaya dari matahari tetapi bahkan Sang Matahari itu sendiri dan menerima dengan seluruh pribadinya. Maria memancarkan sinar ilahi Sang Matahari ini kepada dunia.

Seharusnya setiap orang yang diciptakan Allah seharusnya menjadi cermin dari kekudusan Allah, sebab setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26). Tetapi dosa asal telah mencemari dan merusak cermin sebagai citra Allah. Hanya Maria yang sungguh memantulkan kekuduskan Allah secara sempurna.

Ketiga, gelar Cermin Kekudusan diambil dari Keb 7:26. “Karena kebijaksanaan merupakan pantulan cahaya kekal, dan cermin tak bernoda dan kegiatan Allah, dan gambar kebaikan-Nya.” Allah telah memberi kita cermin tak bernoda dari kehidupan dan keutamaan Bunda Maria supaya kita renungkan, kita pandang dengan penuh cinta dan antusiasme. Maria menjadi model yang sempurna dari apa yang harus kita lakukan.

Jika doa Rosario dilakukan dalam konteks doa arwah, apakah boleh menggunakan Peristiwa Mulia meskipun bukan hari Rabu atau Minggu?

Yoseph Hung, Pontianak

Peristiwa-peristiwa dalam doa Rosario (Gembira, Sedih, Mulia, dan Terang) bisa digunakan untuk membantu merenungkan saat-saat penting dalam hidup Yesus. Pembagian penggunaan peristiwa-peristiwa itu (dari Senin sampai Minggu) bukanlah sesuatu yang mutlak dan kaku, tetapi lebih merupakan pemerataan sehingga dengan mendoakan Rosario kita merenungkan seluruh hidup Yesus dan peran Maria di dalamnya.

Jadi, boleh saja dalam konteks doa arwah digunakan Peristiwa Mulia meskipun bukan hari Rabu atau Minggu. Penggunaan Peristiwa Mulia dalam konteks doa arwah akan membantu orang-orang yang hadir untuk merenungkan tentang kebangkitan dan harapan hidup kekal. Maka doa rosario menjadi sarana bantu yang sungguh cocok dengan keadaan yang sedang dihadapi. Di lain pihak, jika doa arwah diadakan secara berturut-turut, baik untuk arwah yang sama maupun untuk arwah yang berbeda-beda, tentu akan menjemukan umat yang hadir, jika selalu digunakan sebuah peristiwa yang sama terus-menerus, maka perlu fleksibel.

Petrus Maria Handoko CM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here