Mantan Gangster Yang Menjadi Imamat Sekaligus Peserta X-Factor

666
Father Rob Galea saat menerimakan Sakramen Baptis di Paroki St Kilianus, Bendigo, Melbourne.
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Tahun 2015, Father Rob Galea mengejutkan dunia dengan mengikuti The X Factor edisi Australia. Lolos menjadi finalis, tapi ia lebih memilih untuk melayani umat.

Enam minggu lamanya, Rob Galea hanya diam di kamar. Kalaupun dia keluar, paling hanya untuk mengambil minuman atau menyantap sedikit makanan. Ketakutan menggelanyut dalam pikiran, bahkan setiap lamunannya. Apabila ia sempat keluar dari rumahnya, bisa jadi nyawanya akan melayang.

Seorang bos sebuah gangster, sedang mencari dan menginginkan nyawanya. Sebenarnya, Rob sempat menjadi bagian dari gangster ini. Namun, Rob membuat sang bos marah. Rob pun diincar dan ingin dihabisi.

Ini hanya satu dari aneka sisi gelap yang pernah dialami Rob sebelum akhirnya ia mulai menyerahkan hidup kepada Tuhan. Sempat memiliki pacar selama empat tahun, saat menyelesaikan pendidikan di universitas, Father Rob akhirnya memilih panggilan imamat. Ia ditahbiskan menjadi imam Keuskupan Agung Malta oleh Mgr Paul Cremona OP pada 5 November 2010.

Remaja Nakal
Sebelum terjerumus dengan kumpulan gangster, Rob hanyalah seorang remaja biasa di Malta, sebuah negara kepulauan di sebelah selatan perairan Italia. Di negara yang hanya memiliki luas 316 kilometer persegi ini, Rob menghabiskan masa kecil.

Saat remaja, Rob memiliki kebiasaan mencuri. Apa saja bisa dicurinya. Setiap kali dia di dalam sebuah toko, atau berada di rumah seseorang, pikirannya selalu mencari apa yang bisa diambil dari tempat itu. Kebiasaan ini menjadikannya dijauhi teman-teman seusianya. Satu-satunya orang yang mau bergaul dengan Rob hanyalah sekumpulan gangster.

Suatu hari, Rob berada di depan sebuah restoran cepat saji. Ia tertarik dengan sebuah topi yang dikenakan salah satu pengunjung restoran cepat saji. Saat itu, salah satu teman gangsternya memaksa Rob untuk merampas topi itu. Rob pun mengambil topi itu dan seketika berlari. Saat pria pemilik topi itu mengejar untuk mengambil topinya kembali, pria itu malah dihajar sampai hampir mati oleh gerombolan gangster di mana Rob menjadi bagian di dalamnya.

Pulang ke rumah, Rob hanya bisa menangis. Ia mengingat pria yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya hanya karena Rob menginginkan topinya. “Saya merasa sangat berdosa saat itu. Jauh di dalam hati saya, saya ingin menjadi orang baik,” kenang Father Rob.

Doa Ibu
Rob mengingat, pada saat-saat gelap, ketika Chris yang adalah bos di kelompok gangster tempat Rob bergabung ingin menghabisi Rob. Rupanya, Rob telah membuat kesalahan fatal sampai-sampai Chris ingin membunuh Rob.

Berhadapan dengan ancaman itu, Rob hanya bisa bersembunyi di rumah. Selama enam minggu, ia mengurung diri di kamar. Di situ, ia biasa berlutut di salah satu bagian dari kamarnya. Tak terhitung banyaknya, ia berdoa meminta petunjuk Tuhan untuk dapat bebas dari rasa takut. “Saya sangat membenci diri saya ketika itu,” kata pria kelahiran Malta, 14 November 1981 ini.

Namun sepanjang rasa sakit itu, sepanjang kegelapan itu, dan sepanjang rasa takut itu, ada seseorang yang masih percaya akan kebaikan yang ada dalam diri Rob. Orang itu adalah ibundanya. Sang ibu percaya bahwa Rob bisa mengubah dunia. “Saat saya berdoa untuk memiliki keberanian mengakhiri hidup, ibu di luar kamar berlutut dan berdoa agar saya memahami bahwa diri saya berharga.”

X-Factor
Setelah lulus sarjana, pada usia 23 tahun, Rob memutuskan masuk Seminari Tinggi Keuskupan Agung Malta di Tal-Virtù, Malta. Setahun kemudian, ia pindah ke Australia untuk melalui masa jeda selama setahun. Di Australia, Rob masuk sebagai mahasiswa di Universitas Melbourne. “Saya memilih masuk ke universitas di Melbourne. Itu adalah pilihan sadar karena saya ingin berada jauh dari Malta untuk tahun itu.”

Setahun di Australia, Keuskupan Agung Melbourne meminta Frater Rob untuk tetap tinggal di sana sampai ditahbiskan menjadi imam. Namun, permintaan ini ditolak Mgr Paul, pimpinannya di Keuskupan Agung Malta. Sang Uskup meminta Frater Rob pulang ke Malta, di mana dia akhirnya ditahbiskan menjadi imam untuk keuskupan itu. “Itu tidak mudah, karena saya tidak punya keluarga di Australia,” ungkap Father Rob menceritakan.

Namun ikatan dengan Negeri Kanguru itu nampaknya masih tetap membekas. Saat ini, Father Rob dipinjamkan untuk berkarya di Keuskupan Sandhurst, Australia sebagai misionaris. Dua tahun sebelum ditahbiskan, Frater Rob bahkan sempat bernyanyi di hadapan Paus Benediktus XVI dalam gelaran World Youth Day di Sydney. Saat ini juga, Uskup Sandhurst Mgr Joseph Angelo Grech memintanya untuk tetap di Australia. Father Rob pun luluh. Setelah ditahbiskan ia menjadi misionaris di Australia hingga kini.

Pada 2015, Father Rob mengejutkan dunia dengan mengikuti The X-Factor edisi Australia. Father Rob sebenarnya lolos untuk menjalani masa karantina. Namun, ia meninggalkan event pencarian bakat itu, setelah kesulitan menyesuaikan dengan jadwal pelayanan pastoral di Paroki St Kilianus, Bendigo, Melbourne.

Suara Pastoral
Kemampuan vokal Father Rob sebenarnya sudah terlihat sebelum ia masuk seminari. Saat berusia 17 tahun, ia mulai mendalami musik dan saat usia 19 tahun, dia mendapatkan kontrak untuk rekaman, lalu mulai konser keliling Eropa. “Sejak itu, saya biasa berdoa kepada Tuhan, ‘Saya akan melakukan apapun yang Tuhan mau, saya ingin memberikan pengharapan ini kepada orang lain, tapi tolong jangan buat saya menjadi imam’,” kenang Father Rob.

Namun siapa sangka, perjumpaannya dengan seorang imam karismatis dari Pulau Sisilia, Italia, membalik jalan hidupnya. Sosok imam itu sungguh mempesona Rob. Rob lalu memutuskan pacarnya dan masuk seminari di Malta.

Tahun pertama berkarya di Australia, Father Rob hanya melihat orang-orang tua yang datang ke gereja. Tak ada satu pun anak muda, bahkan umat berusia antara 30-40 tahun pun tidak ada. Father Rob melihat, orang yang ke gereja setidaknya 50 tahun lebih tua darinya.

Keadaan inilah yang mendorong Father Rob untuk membuat sebuah program yang dapat menjangkau kaum muda. Dia menulis lagu dan menyanyikannya di banyak klub di Australia. Ia menulis lagu yang menceritakan harapan dan dorongan untuk menjadikan hidup menjadi lebih baik. Ia tidak secara spesifik menulis lagu rohani, namun lagu-lagunya menggambarkan harapan dan cinta seperti yang ditawarkan Yesus. “Saya tidak menghasilkan lagu-lagu rohani. Saya menghasilkan lagu-lagu positif yang menurut saya sesuai dengan hati Tuhan.”

Setiap tahun, Father Rob tampil memberikan ceramah untuk sekitar 300 ribu orang muda di seluruh dunia. Seperti bulan lalu, Father Rob membagikan kisah pertobatannya kepada sekitar 2000 orang muda di The Kasablanka, Jakarta Selatan. Saat itu, Father Rob mengungkapkan bahwa ia masih bergumul dengan depresi yang pernah ia alami. Namun ia menyadari, depresi dan rasa ketidaklayakan itu sama sekali tidak menggambarkan siapa dia sebenarnya. “Yesus menjadi satu-satunya pribadi yang mampu menunjukkan siapa aku sebenarnya.”

Antonius E. Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here