Peran Kritis Gereja

212
3.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pada era media komunikasi masa ini, terdapat berbagai wacana di masyarakat. Dengan cepatnya arus informasi, kebenaran berita belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Ada yang benar-benar berita, tapi ada juga yang benar-benar bukan berita (hoax atau berita palsu). Mengingat di balik berita terdapat kepentingan yang bermain, kita bisa tahu bahwa berita tidak pernah netral. Di sana sudah ada wacana yang hendak ditawarkan. Di sinilah sikap kritis perlu dikembangkan. Sayangnya, tak setiap orang memiliki sikap kritis.

Pada zaman media sosial ini, orang suka membuat sensasi. Hal-hal yang kiranya menarik dengan mudah disampaikan kepada yang lain. Tanpa sadar, kita menjadi agen kebohongan. Kebohongan ini memang tidak disengaja, tapi justru ketidaksengajaan itulah yang berbahaya. Ketidakmampuan kita untuk memilih dan memilah wacana membuat kita abai terhadap pengaruh negatif hoax. Dalam tulisan Traditional and critical theory, Marx Hrokheimer, seorang teoris sosial Jerman menulis, “Teori kritis adalah sebuah tindakan manusia melihat masyarakatnya. Ia berusaha melampaui kebutaan dengan melihat bagaimana teori sosial tertentu bisa diterapkan di dalam setting dan konteks masyarakat tertentu. Tujuannya agar teori itu bisa menunjukkan efek pembebasan terhadap masyarakat.” Tanpa sikap kritis masyarakat, kita bisa menjadi burung beo yang mengucapkan kata tanpa tahu maknanya.

Sikap Kritis
Di tengah arus wacana di antara anak bangsa akhir-akhir ini, kita bersyukur memiliki tokoh-tokoh bangsa sekaliber Romo Franz Magnis Suseno SJ dan Buya Syafii Maarif. Keduanya membantu bangsa ini membebaskan diri dari kungkungan kebutaan. Romo Magnis tidak segan-segan mengkritik wacana yang salah dengan kata-kata yang keras. Buya bahkan berkali-kali mengkritik mereka yang seiman dengan dirinya. Ada kalanya mereka mengkritik pimpinan bangsa, tetapi ada kalanya mereka beralih haluan memuji pemimpin bangsa.

Orang bisa mengatakan bahwa mereka ini tidak konsisten. Namun, kita harus melihatnya sebagai kerja intelektual dan sikap kritis. Kerja intelektual tak pernah berhenti pada memuja satu teori tertentu. Setiap hal bisa dikritisi dan dipertanyakan. Itulah esensi filsafat, kecintaan seseorang kepada kebijaksanaan. Rasanya kedua tokoh bangsa ini mengajarkan kepada kita tentang bersikap kritis tetapi dengan cara yang etis.

Di tengah masyarakat kita yang seakan terbagi menjadi dua, antara yang benar-benar baik dan benar-benar jahat; antara yang pro rakyat dan tidak pro rakyat; antara yang berasal dari agama ini dan agama itu, kita bisa jadi kehilangan sikap kritis. Kita lupa bagaimana bersikap kritis yang membuka mata. Budaya kritis hilang ketika orang selalu merasa diri sebagai yang benar. Orang lupa bahwa seperti halnya orang lain memiliki kekurangan, dirinya sendiri pun mempunyai kekurangan. Sebaliknya seperti dirinya sendiri punya kelebihan, orang lain pun punya kelebihan.

Gereja Kita
Saat ini, masyarakat kita membutuhkan orang-orang yang bisa membantu saudara-saudarinya bersikap kritis. Kita tak memusuhi seseorang, tapi mencoba mengkritisi apa yang mereka perbuat. Kita tak boleh menjadi seperti orang yang sama-sama berjalan dalam kegelapan, tetapi mari kita menyalakan api agar bisa melihat situasi dengan lebih bijak. Sudah terlalu banyak wacana-wacana bohong yang tersebar di negeri ini.

Sebagai orang Katolik, kita memang minoritas (dalam hal jumlah) di negeri ini. Namun, kita tidak pernah boleh lupa bahwa kita ingin menjadi minoritas yang berharga dan berkarya bagi bangsa ini. Selama ini, dengan berbagai karya Gereja, kita sudah dan sedang menjadi kelompok yang berperan untuk bangsa ini. Sekarang, di tengah masyarakat kita yang dibanjiri informasi ini, terdapat peran baru yang bisa kita mainkan: menjadi masyarakat yang kritis dan bijak dalam berbagi wacana. Kalau memang kita belum bisa mencipta wacana positif, paling tidak kita tidak menjadi agen penyebar wacana-wacana kebohongan dan kebencian. Ke depan, pada tahun politik, semakin mendesak bagi kita untuk menjalankan peran yang kita sadari bersama ini.

M. Joko Lelono

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here