Gabriel Unik Mekanika Purbandani : Bekerja di Ladang Tuhan

232
Tak Henti Melayani: Unik saat mendampingi para siswanya.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Meski tubuhnya sering kehilangan tenaga karena sakit hipokalemia, semangat pelayanannya terus berpijar. Lewat pelayanan di paroki dan sebagai guru agama, ia ingin mewujudkan rasa syukur atas perlindungan Tuhan.

Awalnya Gabriela Unik Mekanika Purbandani (37) tak menyadari dirinya menderita hipokalemia. Penyakit ini disebabkan oleh rendahnya kadar kalium dalam darah akibat kelainan hormon aldosteron. Alhasil tahun 2004, ia seperti mengalami kelumpuhan.

Kala itu, Unik –sapaannya– merasakan sakit di sekujur tubuh selama berhari- hari. Ia sering merasakan kesemutan di telapak tangan, telapak kaki dan lidah. Badannya terasa lemas. Tenaganya pun seolah terkuras. Namun, guru agama SMP Theresiana Semarang, Jawa Tengah ini tetap berusaha menjalani aktivitas tiap hari. Ia pun masih mendampingi siswa-siswi dalam acara pelepasan di Rumah Retret KSED Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah.

Suatu malam ketika kegiatan para siswa berakhir dan mereka beranjak ke kamar masing-masing, Unik merasakan tubuhnya begitu lemas dan tak bertenaga – terutama di persendian kaki. Ia pun jatuh terkulai. Teman-teman guru membantunya untuk bangun. “Pengalaman ini menjadi shock therapy untuk saya. Setiap kali menggeserkan kaki untuk berjalan, terasa berat. Satu langkah saja terasa berat sekali sehingga saya membutuhkan bantuan dari teman untuk berjalan. Padahal kamar saya terletak di lantai paling atas. Teman-teman membantu saya ketika berjalan ke kamar ataupun keluar dari kamar. Hembusan dan tarikan nafas juga terasa lebih cepat dari biasanya dan jantung pun berdebar-debar,” kisah Unik.

Waktu itu, Unik merasa sungguh merepotkan banyak orang. Namun, dari pengalaman itu ia belajar untuk bersyukur dan menerima keadaan. “Saya merasa Tuhan memberi kesempatan kepada saya untuk tidak malu menerima bantuan teman-teman dalam setiap aktivitas saya. Bahkan sampai saya pulang ke rumah, dan melanjutkan pengobatan di RS Elisabeth Semarang,” kenangnya.

Deraan sakit tak membuatnya berhenti melayani dan beraktivitas. Unik tetap ingin melibati kegiatan di paroki dan menjadi guru agama. Ia tetap berjuang memberikan diri dalam pelayanan.

Belajar Rendah Hati
Selama beberapa tahun, Unik menjalani kehidupan membiara di sebuah lembaga hidup bakti. Kemudian ia memutuskan keluar. Ia menyadari Tuhan memiliki rencana lain dalam hidupnya. Rasa ingin tahunya tentang iman Katolik mendorongnya untuk melanjutkan studi di Institut Pastoral Indonesia-Pusat Informasi Kateketik (IPI-PIKAT) Semarang dan lulus tahun 1999.

Sebelum menjadi guru agama Katolik di SMP Theresiana Semarang, Unik pernah mengajar agama Katolik di SD Pangudi Luhur (PL) Ambarawa, Jawa Tengah. Ia juga terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan Paroki St Paulus Sendangguwo Semarang.

Mendampingi murid-murid dalam mengembangkan nilai-nilai keutamaan hidup kristiani, memberi kebahagiaan tersendiri bagi Unik. “Saya bahagia ketika murid-murid belajar berefleksi secara lisan maupun tertulis. Saya kemudian membaca refleksi dan tugas dari murid itu. Hal ini membuat saya ‘kaya’ secara rohani. Saya juga bahagia sewaktu melihat murid menemukan pencerahan secara rohani dalam kesibukan sehari-hari melalui pendampingan, doa-doa, renungan, Ibadat dan Misa,” ungkapnya.

Di tengah aktivitasnya sebagai guru agama, sakit hipokalemia terus mendera tubuh Unik. Pengalaman sakit itu bukan hal yang mudah diterima oleh alumna Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik (STPKat) St Fransiskus Asisi Semarang ini. Ketika sakitnya kambuh, ia harus bergantung pada bantuan orang lain. Untuk berjalan, ia pun harus dibantu karena tenaganya seolah terkuras habis sehingga membuat tubuhnya lemas.

Perempuan yang terbiasa mandiri ini merasa canggung ketika harus bergantung dengan orang lain. Namun lambat laun, ia bisa menerima keadaannya. “Saya merasakan kepribadian saya dipecah Tuhan, dibentuk ulang kembali. Dan saya merasa dididik Tuhan untuk rendah hati menerima bantuan orang lain,” bebernya. Ini seperti tertuang dalam ayat Kitab Suci: “Sungguh seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel! (Yer 18:6).

Dalam satu tahun, penyakit hipokalemia yang ia derita kambuh dua kali. Pengalaman itu menciptakan kekhawatiran tersendiri di relung hatinya. Unik terus berharap akan kemurahan Tuhan. “Pernah saya kehilangan kepercayaan diri karena harus opname tiga minggu di RS Elisabeth,” ujarnya.

Berbagai macam rasa khawatir mengusiknya. “Jangan-jangan saya lumpuh, tidak bisa bekerja lagi, dan harus selalu mengandalkan orang lain untuk bertahan hidup. Rasanya saya tidak mengenal diri saya sendiri. Saya merasa kecil di hadapan banyak orang dalam kondisi sakit yang terlalu lama. Berkat dukungan dan doa dari keluarga, kerabat dan teman-teman, membuat saya menemukan kembali dan menyadari kebaikan Tuhan yang tak pernah meninggalkan saya. Tuhan sungguh membuat mukjizat penyembuhan setiap kali saya sakit,” kenangnya terharu.

Anugerah Tuhan
Hingga kini, Unik berusaha menjalani sakitnya dengan penuh ketabahan. Baginya, sakit merupakan anugerah Tuhan. Melalui pengalaman sakit ini, ia merasa semakin dekat dengan Allah Sang Pemberi Hidup lewat doa dan pengharapan. “Saya pun kian terbuka memahami hidup. Dalam fisik lemah ketika kambuh sakit, tidak banyak hal yang bisa saya buat. Saya seringkali memutar “film hidup” saya. Dalam pengalaman inilah saya merasakan Tuhan sungguh mencintai saya. Dia tak pernah membiarkan saya berada dalam keputusasaan dan kesulitan. Saya menemukan kemurahan Tuhan yang luar biasa,” tutur perempuan kelahiran Semarang, 24 Februari 1977 ini.

Untuk meringankan penyakitnya, Unik mengkonsumsi obat dari resep dokter setiap hari. Ia juga mengkonsumsi buah yang mengandung kalium tinggi, seperti pisang ambon dan alpukat. Ia rajin berkonsultasi ke dokter bila mengalami drop kalium.

Anak ketiga dari lima bersaudara ini tak patah arang dalam menjalani hari- harinya. Unik ingin benar-benar sembuh dari sakitnya dan terus melayani sesuai bidang yang ia geluti. Selain sebagai guru agama, ia melayani sebagai katekis di parokinya. Ia mengajar agama bagi calon baptis, komuni pertama, dan krisma.

Unik juga melayani sebagai prodiakones. Setiap Minggu usai mengikuti Misa, Unik mengantarkan Komuni bagi lansia di lingkungannya, St Fransiskus Xaverius Paroki Sendangguwo. Ia juga terlibat dalam Legio Mariae Presidium Bunda Penolong Abadi Gereja Sendangguwo. Sebagai seorang legioner, ia melakukan kunjungan ke rumah umat dan mengikuti rapat rutin setiap minggu.

Unik mengungkapkan, semua kegiatan pelayanan yang ia lakukan merupakan salah satu wujud syukur atas anugerah Tuhan dalam hidupnya, termasuk pengalaman sakit yang dialaminya. Menjalani hidup dengan penuh syukur dan menjadi pekerja di ladang Tuhan adalah tekad Unik –meskipun harus terus berjuang memeluk penyakitnya.

“Tuhan sungguh baik, saya sehat hingga sekarang. Meski masih harus mengkonsumsi obat, saya memiliki harapan untuk sembuh dan terus belajar menghayati hidup dengan gembira. Caranya dengan tidak selalu mengingat-ingat pengalaman sakit dan beraktivitas seperti biasa,” tandasnya. Sakit yang menderanya tak menghalangi Unik untuk melayani sesama. Ia ingin terus mengabdikan diri dan menjadi pekerja di ladang Tuhan.

Ivonne Suryanto

HIDUP NO.24, 15 Juni 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here