Mencari Makna Lustrum Kelima

275
1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Umat Keuskupan Amboina pada hari Rabu, 18 September 2019 ini merayakan ulang tahun ke-25 alias lustrum kelima tahbisan uskup mereka, Mgr Petrus Kanisius Mandagi MSC, atau akrab disapa Mgr Mandagi. Sebuah perayaan dipersiapan untuk memeriahkan momentum ini, tak hanya bagi uskup berusia 70 tahun tetapi bagi seluruh umat Amboina yang tersebar di Kepulauan Maluku (Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara).

Umat Amboina telah merasakan sentuhan tangan uskup selama 25 tahun ini. Sebagai uskup yang bukan berasal dari tanah Maluku, di awal masa jabatannya pasti ia perlu (harus) menyesuaikan diri sekaligus memetakan lapangan atau medan yang secara teritorial teramat luas di seribu pulau tersebut. Ambon memang bukan wilayah baru bagi Mgr Mandagi. Sebelum menjadi uskup, ia menjabat provinsial MSC. Tarekat inilah yang berkarya di wilayah ini setelah diserahterimakan oleh Serikat Jesus. Ia kerap berkunjung ke keuskupan ini untuk melihat karya imam, pastor, bruder, dan fraternya.

Kendati demikian, masa-masa awal episkopalnya membawa tantangan tersendiri bagi Mgr Mandagi. Namanya kemudian ‘moncer’ ke panggung nasional ketika ia berani mengambil inisiatif menjadi jembatan yang menghubungkan dua pihak yang berkonflik di Ambon (1999-2003). Mgr Mandagi tampil sebagai tokoh yang dapat diterima kedua belah pihak yang bertikai. Ia terus mencari titik-titik temu, merancang perundingan perdamaian dengan mendekati dua kubu, termasuk menyambangi pemerintah, polisi, dan tentara. Kepada majalah ini, ia pernah mengatakan, dalam dirinya ada rasa kuatir tetapi tidak ada rasa takut akan kehilangan nyawa sekalipun.

Ambon memang pulih setelah kedua pihak mengalami kesadaran bahwa mereka hanya dijadikan bidak-bidak permainan politik (kekuasaan). Semangat pela gandong, katong samua basudara terus digelorakan oleh pelbagai pihak, termasuk Mgr Mandagi. Bahkan kini, sejak kesadaran itu makin menguat, Provinsi Maluku menjadi pelopor (laboratorium) kerukunan antarumat beragama di tanah air. Event keagamaan tingkat nasional digelar di Kota Ambon, baik event Muslim, Kristen Protestan, maupun Katolik, seperti MTQ, Pesparawi, dan Persparani. Sekali lagi, Mgr Mandagi selalu hadir dan membawa cahaya cinta kasih sebagai sesama makhluk ciptaan Allah, merangkul sekaligus menjadi mediator bagi warga dan tokoh Maluku.

Lustrum artinya lima tahunan. Kata ini sebetulnya tidak punya hubungan langsung dengan angka lima atau lima tahunan. Kata ini lebih dekat dengan kata lustrare, artinya menyinari atau memurnikan; atau kata lavare yang berarti mencuci, membersihkan; atau dari kata lucere yang berarti bercahaya kilau-kemilau seperti mutiara.

Lalu, bagaimana umat Amboina akan memaknai lustrum kelima ini? Apakah akan mengarah kepada makna pemurnian, koreksi alias meninjau ulang peran baik uskup dan umat dalam pewartaan iman, utamanya perutusan membawa warta keadilan dan perdamaian di kawasan ini pada era digital ini? Semuanya berpulang kepada umat Amboina dan sang jubilaris yang belum lama diangkat menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke.

HIDUP NO.38 2019, 22 September 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here