Rahmat yang Tersembunyi

253
Osse Kiki (bawah) berbagi pengalamannya di Inspirasi Hidup. (HIDUP/Karina Chrisyantia)
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM— Osse Kiki tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami kesembuhan dari depresi yang cukup berat. Tahun 2008 silam, pria yang akrab disebut Kiki ini divonis menderita skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan mental. Gangguan ini menyebabkan seseorang mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku.

Sebelumnya, Kiki akan melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya. Namun, rencana tinggalah sebuah rencana. Karena tekanan yang cukup berat, Kiki memutuskan untuk batal menikah. Sejak itu, Kiki mengalami depresi berat dan lebih banyak mengurung diri di rumah. Walaupun semua kegiatan di gereja tidak ia jalani lagi, dalam keadaan seperti itu, ia masih menyisakan waktu untuk berdoa, membaca renungan dan sebagainya.

Di suatu malam, Kiki kerap terbangun. Ketika terbangun, ia mendengar ada yang bicara soal ajaran-ajaran agama Katolik di dalam kepalanya. “Nah, saking penuhnya kepalaku, aku tulis. Kayak orang di dikte. Itu berlangsung sampai lima hari,” ungkapnya.

Setelah itu, semakin jelas suara yang didengar oleh Kiki. “Suara itu mengatakan kalau nanti Tuhan Yesus akan datang ke dunia untuk kedua kalinya melalui aku. Aku akan menjadi pemimpin dunia yang sangat di hormati dan semua warga dunia akan mengalami keselamatan melalui aku,” kenang Kiki. Sejak itu perilaku Kiki mulai aneh. Dari yang mendoakan orang sampai ingin masuk biara.

Ada satu romo rekan di paroki Kiki yang berkunjung ke rumah untuk melihat kondisinya. Romo tersebut diam saja mendengarkan celotehan Kiki soal agama. Kemudian ia menyruuh Kiki istirahat dan berbicara kepada orangtua Kiki. “Kata romo itu kepada papa dan mama saya, kemungkinan ada gangguan kejiwaan pada saya. Coba dibawa ke dokter kalau bisa yang Katolik,” jelas Kiki.

Singkat cerita, kondisi Kiki sejak itu mengalami pasang dan surut. Dalam kesesakan itu, Tuhan mempertemukan Kiki dengan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Ia juga merasakan didampingi oleh ayahnya. “Beliau tidak pernah menyerah,” ujarnya. Puncaknya, Kiki dijebloskan ke bangsal kejiwaan di Rs. Carolus, Jakarta Pusat selama kurang lebih 50 hari di akhir 2016.

Suatu hari, pada Misa Hari Orang Sakit Sedunia, Kiki mendapatkan buku doa dan rosario. “Sejak itu, aku di bangsal doa terus. Setiap hari aku Doa Kerahiman setiap jam tiga dan Rosario. Aku lakukan selama dua minggu. Satu minggu kemudian aku boleh keluar. Aku sungguh merasakan kekuatan doa itu kuasanya sangat besar,” imbuh Kiki.

Suatu kali, Kiki merasa tesentak dengan satu kalimat yang dilontarkan oleh adiknya. “Katanya, berhenti bertanya kenapa, lebih baik terima, hadapi dan bangkit. Pertanyaan bukan kenapa? Tapi sampai kapan,” ujar Kiki

Kiki mulai berdamai dengan keadaannya. Baginya, Tuhan menolong dalam bentuk obat juga orang-orang terdekat. Dukungan keluarga sangatlah penting. Kiki sangat bersyukur karena keluarganya mau memahami. Sungguh solid dengan usaha untuk menyembuhkan Kiki.

“Bertahan seperti ini bukan kekuatan saya tapi karena doa yang tidak pernah putus dari keluarga, orang terdekat. Saya juga selalu minta tolong melalui Bunda Maria. Justru lebih tidak menyangka karena sekarang saya aktif di KPSI dan membantu teman-teman lain untuk pulih. Pengalaman ini merupakan rahmat yang tersembunyi,” jelasnya.

Sambil menutup acara Inspirasi Hidup #5 yang disirakan di Instagram @hidupkatolik ini, Kiki menyemangati umat di luar sana yang merasa putus asa di tengah pandemi ini. Ia mengutip sebuah perikop dari Roma 12:11-12. “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan,  sabarlah dalam kesesakan,  dan bertekunlah dalam doa,” pungkasnya.

Selama kurang lebih 60 menit  acara ini berlangsung dan dimoderatori oleh Wartawan Majalah HIDUP Felicia P. Hanggu.

Karina Chrisyantia

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here