Pelita Karmel: MENEMUKAN TUHAN DI DALAM KEGELAPAN

473
Acara syukuran ulang tahun Pelita Karmel ke-10 bersama Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo dan Panti Asuhan Sinar Pelangi, Bekasi, Jawa Barat. (Dok. Pelita Karmel)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Berdoa bukan suatu kewajiban tetapi kebutuhan akan berelasi dengan Tuhan.

SUDAH cukup lama, Lina R. Tannos mendalami hidup doa dan meditasi. Ia merasakan, buah-buah dari doa dan meditasi, sangatlah  berguna bagi perkembangan rohani. Doa dan meditasi ini membawa Lina dalam ketenangan, kedamaian, dan menjadikannya lebih dekat kepada Tuhan.

Suatu hari, Lina merasa terpanggil membagikan pengalaman, yang telah ia dapatkan selama ini. Ia juga ingin orang lain bisa mengalami hal yang serupa. Maka, pada 15 Oktober 2005, Lina mendirikan Pelita Karmel. Kegiatan rutin dalam komunitas ini di antaranya adalah meditasi. Dengan cara ini, Lina dapat berbagi “kekayaan rohani”.

Awalnya, ia mengajak teman-teman di lingkungan dan wilayah. Pertemuan mereka pada masa awal ini, diadakan di rumah Lina, yang sebelumnya juga kerap dipakai untuk persekutuan doa di parokinya.

Spiritualitas Karmel

Ada banyak ragam cara meditasi. Namun di dalam Pelita Karmel, Lina memilih bermeditasi sambil mendoakan “Doa Yesus”.  Saat meditasi, peserta menarik nafas kemudian menghembuskan dengan menyerukan nama ‘Yesus’. “Kalau versi panjangnya seperti di Kitab Suci, menyebut ‘Tuhan Yesus, Kasihanilah kami’,” jelasnya.

Umat Paroki Santa Theresia, Menteng, Jakarta Pusat ini mengambil Spiritualitas Karmel sebagai pendoman hidup doa komunitas ini. Selain mengajarkan doa dan meditasi,  Pelita Karmel mengajarkan cara hidup Karmel. Setiap anggota diajak mendalami cara hidup orang kudus Karmel, seperti Santa Theresia dari Avila dan Santo Yohanes dari Salib.

Pelita Kamrel merayakan hari jadinya setiap tanggal 15 Oktober. Tanggal ini bersamaan dengan Pesta Santa Theresia dari Avila. Orang kudus ini juga menjadi pelindung komunitas Pelita Karmel.

Nama “Pelita Karmel” sebenarnya juga memiliki makna yang mendalam. Lina menuturkan, “pelita” berarti cahaya, di mana cahaya itu memberi terang. Diharapkan, Putri Karmel mampu menjadi “cahaya” bagi siapa saja yang bergabung di dalamnya. “Tanpa pelita, kita bisa hidup di dalam kegelapan dan bagaimana kita dapat menemukan Tuhan di dalam kegelapan,” ujarnya.

Lina berharap, Pelita Karmel bertumbuh dalam semangat doa dan meditasi yang sudah dibangun di komunitas ini. Ia juga berharap, meditasi yang dikembangkan dapat ditularkan kepada umat yang lain. Dengan begitu, kehadiran Pelita Karmel menjadi “terang” yang dapat menuntun orang lain berjumpa dengan Tuhan, melalui doa dan meditasi.

Hidup Doa

Bagi Lina, berdoa sama pentingnya dengan bernafas, juga tidak kalah penting dari makan dan minum. Doa adalah makanan bagi kehidupan rohani manusia. “Kalau jarang berdoa, maka bisa kekurangan gizi rohani,” ujarnya.

Ada teori tentang doa dan meditasi. Namun, teori itu harus diwujudnyatakan. Lina menganalogikan ini seperti belajar berenang. Ia beranggapan, berenang tidak hanya teori saja, tetapi harus dilakukan.

Untuk berlatih bermeditasi, seseorang harus memulainya. Dengan mulai bermeditasi setiap orang dapat mengenali sejauh mana kualitas meditasi yang dilakukannya. “Misalkan awal meditasi tidak bisa konsen, pikiran ke mana-mana. Dengan meditasi, juga melatih diri untuk tertuju ke Tuhan.”

Ia mengakui, di zaman ini, banyak orang sibuk dan tidak memiliki waktu untuk sekadar doa atau meditasi. Manusia harus berkorban untuk menyisihkan waktu lebih banyak, agar kehidupan doanya mendalam. Dengan cara ini, doa akan menjadi makanan rohani yang sehat untuk jiwa raga. Hal ini seperti visi yang dijalankan oleh Pelita Karmel, yaitu mengalami persatuan dan relasi mesra dengan Allah dalam doa dan meditasi, serta hidup dan menjadi pendoa yang setia bagi Gereja.

Saat ini tidak banyak yang menjadi anggota Pelita Karmel, hanya sekitar 15 orang saja. Selain mengadakan pertemuan untuk berlatih meditasi dan sharing, anggota mengadakan doa rutin “di udara” dengan waktu yang sudah ditentukan. Lina mengungkapkan, hal ini dilakukan agar ada ikatan batin di antara anggota. Doa yang ditujukan juga tidak sebatas untuk anggota, tetapi juga bagi yang memerlukan.

Lina menyayangkan, di masa Covid-19 ini, mereka tidak bisa berkumpul. Namun mereka masih aktif menerima pengajaran melalui media komunikasi whatsapp grup.  Mereka juga memiliki intensi doa yang mereka daraskan bagi para pasien dan tenaga medis. “Kami mendoakan Brevir (Ibadat Harian). Kemudian kami mengajurkan setiap anggota membaca Kitab Suci dan satu bab tambahan di luar Kalender Liturgi,” tambah Lina.

Hidup doa dan meditasi ini juga dirasakan oleh salah seorang anggota Erfina Aminah, akrab disapa Ami. Ia merasakan pengalaman pribadi untuk semakin bertumbuh dalam mengenal Yesus dan merasakan kasih persaudaran dengan anggota komunitas. “Melalui komunitas ini, saya menjadi rutin mengikuti dan merenungkan firman Tuhan setiap pagi,” ujar Ami.

Dengan, mejalani hidup doa dan meditasi setiap hari,  Ami merasakan mengalami kasih dan persaudaraan. Misalnya, bersama anggota yang lain, ia dapat saling mendukung dalam doa. Bergabung dengan Pelita Karmel, ia juga dapat berdoa untuk teman-teman yang membutuhkan. “Kami dapat saling memotivasi dan mengingatkan, misalnya mengingatkan teman-teman yang belum membaca firman Tuhan, dan sebagainya,” ungkap umat Paroki St. Gabriel, Pulo Gebang, Jakarta Timur ini

Bagi anggota yang bergabung sejak tahun 2005 ini, dengan hidup doa yang rutin, berarti membangun relasi pribadi yang intim dengan Tuhan sendiri.  Ia meyakini, dengan cara ini, Tuhan akan turut bekerja dalam segala sesuatu, untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi-Nya. 

Pelita Karmel saat terlibat dalam bakti sosial di Tangerang, Banten. (Dok. Pelita Karmel)

Kontemplatif dan Aktif

Spiritualitas Karmel dikenal dengan menaruh perhatian bagi hidup doa, persaudaraan dan pelayanan. Selain hidup doa, Pelita Karmel keluar untuk mengulurkan tangannya bagi yang membutuhkan. Dalam setahun, paling tidak sekali sampai dua kali Pelita Karmel mengadakan bakti sosial. Mereka juga membawa tim dokter saat berkunjung ke panti werdha, juga membantu korban bencana.

Lina mengungkapkan, mereka juga pernah membentuk kursus gratis, seperti kursus komputer, Bahasa Inggris, gunting rambut yang ditujukan untuk masyarakat kecil sehingga dapat membantu perekonomian mereka. Di masa pandemi ini, Pelita Karmel membantu mengumpulkan alat pelindung diri bagi tenaga media. “Kami turut berpartisipasi dalam kondisi yang terjadi. Kontemplatif dan aktif, doa harus membuahkan karya cinta kasih,” ujar Lina.

Sudah 15 tahun kehadiran Pelita Karmel dan sampai sekarang masih berproses. Lina menyadari, para anggota bertumbuh dan berbuah di dalam buah Roh Kudus. Kelak, perkembangan ini akan berguna bagi banyak orang. Perubahaan hidup sesorang akan membawa dampak di mana pun ia berada, dan menjadi aktif, tidak hanya dalam komunitas tetapi di lingkungan Gereja.

Moto Pelita Karmel berbunyi, Oportet Eum Crescere, Me Autem Minui  yang artinya ‘Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil’ (Yoh. 3:30). Ami berharap, semoga dalam kesederhanaan, Pelita Karmel semakin menebarkan cahayanya bagi sesama. Ia berharap semakin banyak orang menularkan semangat hidup doa kepada setiap orang yang rindu merasakan hidup dalam kasih Tuhan. 

Karina Chrisyantia

HIDUP NO.23, 7 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here