St. Domenico Savio (1842-1857) : Lebih Baik Mati daripada Berbuat Dosa

1271
Santo Yohanes Don Bosco dan St. Domenico Savio/https://i.pinimg.com/
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Umurnya sangat singkat, 15 tahun tetapi sepanjang hidupnya dia tak pernah melalaikan Ekaristi.Menjadi orang kudus adalah cita-citanya hingga tutup usia.

 DI zamannya,Komuni pertama diterimakan kepada anak usia 12 tahun.Tapi tidak bagi Domenico Savio. Ia diperkenankan menyambut Komuni pada usia tujuh tahun. Ia dinilai telah layak mendapatkan karunia itu karena sudah memahamiKatekismus dan Ekaristi. Dia juga telah melewati serangkaian persiapan dengan doa dan membaca Kitab Suci. Setiap kali ia berbicara tentang hari Komuni pertamanya, dia berkata dengan gembira, “Itu adalah hari paling bahagia dan paling indah dalam hidupku”.

Pada usia empat tahun Dominico sudah bisa mengucapkan doa secara mandiri dan beberapa kali ditemukan berdoa dalam kesendirian. Bukan saja praktik kesalehan, tapi keutamaan hidup ditunjukkan dalam kesehariannya. Dia terbiasa membantu ibunya membereskan pekerjaan rumah, menyambut ayahnya pulang, dan berdoa tanpa harus diingatkan.Malah dia sering mengingatkan orang lain agar tidak lupa untuk berdoa.

Pastor John Lucca, Kepala Paroki Murialdo, Italia mengisahkan tentang masa kanak-kanak Domenico. Katanya, di usia lima tahun, ia rajin ke gereja bersama ibunya.“Seringkali mereka ditemukan berlutut di depan gereja untuk berdoa ketika pintu gereja belum dibuka. Dia juga diajak untuk mulai terlibat dalam Ekaristi serta setiap hari teratur mengaku dosa.”

Resolusi Komuni

Kelahiran Riva, Kota Chieri, Piedmont, Italia Utara, 2 April 1842 ini dibaptis dengan nama Dominico, yang artinya “Tuhan”.Sedangkan Savio adalah nama keluarga yang berarti “bijaksana”. Dia adalah anak kedua dari sebelas bersaudara yang terlahir dari pasangan Carlodan Brigitta Savio. Ayahnya seorang pandai besi dan ibunya penjahit. Dia lahir di tengah keluarga yang sangat sederhana, jauh dari kemewahan. Walaubegitu, kesalehan kekristenan menjadi keutamaan mendasar keluarga Savio.

Itulah alasan setelah menerima Komuni, Domenico membuat janji-janji pribadi yang dituliskan dalam sebuah catatan kecil. Resolusi-resolusi ini tidak hanya ditulis tapi kemudian disimpan dengan hati-hati.Dia sering membacanya dan itu adalah panduan baginya sepanjang hidupnya. St. YohanesDon Bosco pernah melihat buku itu dan mengutip janji-janji yang dibuat Domenico.

“Resolusi dibuat oleh saya, Domenico Savio, pada tahun 1849, pada hari Komuni Pertama saya, pada usia tujuh tahun,” begitu kalimatpembuka buku itu. Pertama, saya akan sering mengaku dosa dan menerima Komuni sesuai dengan persetujuan bapa pengakuan.Kedua, saya akan menyucikan hari-hari raya dan hari-hari pesta. Ketiga, temanku-temanku adalah Yesus dan Maria. Keempat, saya lebih baik mati darapada berbuat dosa.

Kata-kata ini menginspirasinya bahkan sampai bangku pendidikan. Sebenarnya Domenico enggan melanjutkan pendidikan di sekolah menengah karena alasan ekonomi. Walau terbesit rasa khawatir, Domenico masuk sekolah di Castelnouva yang berjarak lima kilometer dari rumah. Perjalanan di tempuh dengan berjalan kaki. Dalam situasi sulit itu, Domenico tidak pernah khawatir karena dia yakin malaikat pelindung selalu menyertainya.

Demonico berhasil di sekolah dan menyelesaikan studinya tanpa kesulitan. Tidak hanya berprestasi di bidang akademis, tapi juga kehadirannya memberi kesan tersendiri bagi rekan-rekannya. Hal ini karena dia seorang yang lugas, rajin dan tidak menyepelekan persoalan-persoalan kecil. Dia tidak saja bijaksana karena marganya, tapi juga tindakannya.

Ingin Menjadi Kudus

Selepas masa sekolanya, Pastor Don Cuglier merekomendasikan Domenico untuk melanjutkan pendidikan di sekolah yang diasuh St. Don Bosco di Turin. Ketika pertama kali Don Bosco berjumpa dengan Domenico, ia melihat bahwa anak ini berkenan di hadapan Allah.

“Bagaimana pendapat Anda tentang masalah ini.Maukan Anda membawa saya ke Turin untuk belajar?” tanya Domenico.

“Saya berpikir ada bahan yang sangat bagus untuk dikerjakan.” Jawab Don Bosco.

“Dan menurut Anda apa yang bisa Anda buat?” Tanya Domenico lagi.

“Sesuatu yang indah dan diterima oleh Tuhan.” Jawab Don Bosco dengan tenang.

“Kalau begitu aku harus menjadi bahannya dan Anda menjadi penjahitnya; karena itu bawalah aku bersamamu.” Jawab Domenico dengan sungguh-sungguh.

Demikianlah bulan Oktober 1854, pada usia dua belas tahun, Domenico di terima sebagai murid di Oratorio Santo Fransiskus dari Sales di Turin.

Kolegianya mengenal dia sebagai pribadi yang periang, ramah, cerdas, dan tekun. Di usianya yang masih tergolong belia dia sudah dikarunia beberapa karunia.Ia bisa memahami mereka yang membutuhkan pertolongan, mengenali kebutuhan rohani seseorang, dan kemampuan untuk bernubuat. Meski demikian dia tidak suka memaksakan kehendak pribadinya dan menonjolkan kelebihannya kepada orang lain, tapi dia juga tidak segan dan takut untuk menentang hal-hal yang salah dan mengusik hati nuraninya. Sebagai pribadi yang cinta damai, dia juga tidak senang ketika melihat teman-temannya bertengkar.

Pernah suatu ketika Domenico mendengarkan khotbah tentang jalan menuju kesempurnaan. Terdapat tiga hal yang sangat membekas di hatinya.Pertama, adalah merupakan kehendak Tuhan bahwa kita harus menjadi sempurna. Kedua, mudah untuk menjadi demikian. Ketiga, pahala yang sangat besar disediakan bagi mereka yang mencapai kesempurnaan. Tiga hal ini membuatnya berharap kelak menjadi kudus.

Tapi sang mentor Don Bosco selalu berpesan agar tidak gelisah memikirkan jalan kekudusan itu. Sebab dalam kegelisahan, suara Tuhan tidak didengar. “Di sini kita mencapai kekudusan dengan hidup penuh sukacita. Kita menghindarkan diri dari dosa, yaitu pencuri besar yang merampok rahmat Tuhan bagi kita serta merampas kedamaian hati.Mulailah dari sekarang dan jadikan kata-kata ini moto hidupmu: Servite Domino in laetitia: Layanilah Tuhan dengan sukacita yang kudus,” pesan Don Bosco.

Pengendalian Diri

 Banyak orang mengira bahwa kesalehan hidup dimilikinyakarena anugerah sejak lahir. Bagi mereka yang dekat dengannya pasti akan mengetahui betapa berat dan panjang jalan kekudusannya. Dia selalu berusaha mengendalikan setiap indera yang dia miliki agar tidak begitu saja terlena pada hal-hal yang membuatnyajatuh ke dalam dosa. “Mata adalah jendela. Mata akan menunjukkan kepada kita malaikat terang atau setan kegelapan, keduanya akan berebut untuk menguasai jiwa kita,”sebutnya.

Meski dia adalah anak yang suka memberikan nasihat bagi teman-temanya, tapi dia bersedia menghentikan pembicaraannya hanya untuk mendengarkan orang lain berbicara kepadanya. Ia mampu menahan diri dan menjaga lidahnya. “Saya tidak mampu melakukan hal-hal yang besar, tetapi saya mau melakukan segala sesuatu, bahkan hal-hal kecil, demi kemuliaan Tuhan, dan saya berharap dalam belaskasih-Nya yang tak terbatas.”

Sebelum ia masuk oratorio, dia sudah tahu bahwa kondisi kesehatannya mengalami penurunan. Pada tanggal 1 Maret 1857 ia jatuh sakit dan dikirim pulang ke rumahnya di Mondonio. Dia divonis dokter mengidap penyakit paru-paru.“Saya menginginkan bekal untuk perjalanan menuju keabadian. Anda telah berbicara tentang indulgensi penuh dari Paus, bagi mereka yang sedang sekarat; saya ingin berpartisipsi di dalamnya.”

Sore hari pada tanggal 9 Maret 1857,, Domenico menerima sakramen pengurapan orang sakit. Sesaat sebelum meninggal, dia menyadari bahwa saatnya sudah tiba. “Selamat tinggal, ayah selamat tinggal pastor, Oh…alangkah indahnya.” Dengan mengatakan demikian, mengatupkan kedua tangan, tersenyum bahagia, dan jiwanya meninggalkan raganya. Domenico tutup usia yang belum genap 15 tahun.

Jenasahnya dimakamkan di Basilika Maria Pertolongan Orang Kristen di Turin. Pada tanggal 12 Juni 1954, Paus Pius XII mengangkatanak muda ini menjadi santo dan diperingati setiap tanggal 6 Mei. Oleh Gereja, Santo Domenico Savio dijadikan pelindung kelompok-kelompok remaja.

Filipus Haryo Diwangkara
(Guru  Religiositas SMP PL Domsav)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here