Dari Altar Menjadi Bar: Kisah Pilu Gereja Santa Anna Amstelveen Belanda

4571
5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM -Lihatlah foto di atas, mungkin anda bisa menduga-duga di mana saya (penulis) berada. Dilihat dari arsitektur bergaya gotik dengan pencahayaan ungu natural dari kaca-kaca mozaik, tentu anda akan berpikir ini adalah sebuah gereja.

Sedangkan jika melihat apa yang ada di belakang saya, tabung-tabung besar untuk pengolahan bir, anda akan tahu bahwa ini adalah sebuah brewery (tempat pengolahan bir). Jika anda berpikir bahwa saya berada di dalam gereja sekaligus di dalam sebuah brewery, itu tepat.

12 pipa dari orgel dimanfaatkan sebagai desain interior bagian bar. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Gereja Santa Anna (Anna Kerk) merupakan sebuah gereja Katolik Roma yang terletak di persimpangan A9 dan Amsterdamseweg, Amstelveen Belanda. Bangunan gereja dan pastoran dibangun pada 1927 atas rancangan JPL Hendriks dan HCM van Beer.

Kala itu, bangunan gereja ini merupakan milik Kota Madya Nieuwer-Amstel yang pembangunannya dilakukan oleh kontraktor dalam pengawasan keuskupan setempat. 23 Agustus 1928 merupakan hari pemberkatan Gereja Santa Anna oleh Uskup Aengenent.

Inilah paroki pertama di Amstelveen yang sengaja didedikasikan kepada Santa Anna. Seluruh bangunan terbuat dari bata merah tanpa kolom di bagian tengah sehingga bisa memuat sekitar 700 orang saat Perayaan Ekaristi.

Tatanan bangku dan meja yang cozy menggantikan bangku-bangku umat di dalam gereja. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Pencahayaan natural berkat mozaik rancangan Joep Nicolas pada seluruh bagian dinding gereja. Pada masanya gereja ini dianggap permata bagi Amstelveen karena letaknya yang strategis, keindahan arsitektur serta sebagai paroki pertama.

Sayangnya, Perayaan Ekaristi terakhir harus dilakukan di gereja Santa Anna pada 8 Mei 2011 setelah diputuskan Paroki Santa Anna bergabung dengan Paroki Santo Titus Brandsma. Tentu saja penyatuan paroki ini dikarenakan jumlah umat Katolik yang mengalami degradasi setiap tahunnya.

Berdasar data tahun 2020, jumlah umat Katolik Belanda hanya 21% atau sekitar 3,7 juta dari total jumlah penduduk 17 juta jiwa. Meski 21%, namun persentase ini masih merupakan yang tertinggi untuk penganut agama di Belanda karena lebih dari 70% merupakan atheis dan agnostik.

Bir andalan Naeckte Brouwers dan Bitter Ballen makanan khas Belanda disajikan di restoran ini. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Selanjutnya, Gereja Santa Anna direncanakan untuk dibongkar mengingat keperluan pelebaran jalan A9 yang merupakan area strategis di Amstelveen. Awalnya hanya gedung pastoran yang ingin dihancurkan, namun mengingat fondasi yang menyatu dengan gereja dan menara, akhirnya pembongkaran bangunan dibatalkan. Pada 2017 Gereja Santa Anna dialihfungsikan sebagai tempat penyulingan bir dan restoran milik Naeckte Brouwers.

Ketika saya mengunjungi Gereja Santa Anna ini, dari luar tampak bangunan gereja seutuhnya. Begitu masuk ke dalam, saya merasa menemukan 2 dunia dalam satu tempat, yang sakral dan profan menyatu.

Suasana mistik dari arsitektur gereja yang bergaya barok dan pancaran cahaya ungu dari mozaik dan lampu gereja memberikan suasana sakral. Akan tetapi, meja altar dan salib sudah tidak ada, berganti 8 tabung raksasa di atas altar untuk penyulingan bir.

Bangku-bangku kayu panjang tempat duduk umat sudah tidak ada lagi, berganti tatanan kursi dan meja yang cozy disertai meja bar di sekeliling dinding gereja. Orgel di balkon sudah tidak ada lagi, hanya 12 pipa orgel yang dimanfaatkan sebagai dekorasi bar. Bagian balkon dijadikan tempat rak-rak penyimpanan bir dalam botol. Kamar-kamar pengakuan dosa beralih fungsi menjadi toilet.

Ketika saya bertanya tentang sejarah tempat tersebut pada seorang pelayan, ia memberikan saya sebuah album foto besar yang penuh foto hitam putih dari Gereja Santa Anna di masa lalu hingga proses pembongkaran interior untuk dijadikan brewery (tempat penyulingan bir).

Pada halaman gereja diubah menjadi suasana pantai, dipenuhi pasir dan tenda untuk pengunjung menikmati Festival Bir. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Di satu sisi tentu saja ada perasaan sedih dan menyayangkan bahwa gereja sebagus dan sebesar ini kehilangan umat hingga kemudian berubah fungsi menjadi bar dan restoran. Di sisi lain saya berusaha berpikir positif, barangkali ini salah satu tindakan bijaksana, daripada membiarkan bangunan gereja kosong dan lama-lama rusak, lebih baik dikelola untuk sesuatu yang bisa lebih bermanfaat. Tentunya kegiatan perekonomian dari brewery ini telah menjadi sumber penghasilan bagi para pekerja dan keluarganya.

Ya, gereja memang hanya sebuah bangunan yang kapan saja bisa rusak atau mungkin runtuh dengan berbagai alasan. Namun jauh lebih penting daripada itu adalah memelihara iman dan cinta kasih. Sebab bukan gedung gereja yang akan menentukan kehidupan kita selanjutnya, namun iman dan perbuatan kita lah yang menentukan kita untuk menjadi manusia yang baik dan membawa kita pada kehidupan kekal.

Salam dari Amstelveen, Belanda

Sr. Bene Xavier, MSsR (Kontributor di Wina, Austria)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here