Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Kemerdekaan dan Hikmat Salib

349
Mgr Adrianus Sunarko, OFM. [dok.ist.]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 12 Februari 2023 Minggu Biasa VI, Sir.15:15-20; Mzm.119:1-2,4-5,17-18,33-34; 1Kor.2:6-10; Mat.5:17-37 (panjang) atau Mat.5:20-22a, 27-28, 33-34a, 37 (singkat).

BACAAN-bacaan hari ini mengajak kita untuk bermenung tentang dan bersyukur atas martabat luhur sebagai manusia. Hal pertama yang perlu kita syukuri adalah anugerah kebebasan atau kemerdekaan. “Api dan air telah ditaruh oleh Tuhan di hadapanmu, kepada apa yang kau kehendaki dapat kauulurkan tanganmu. Hidup dan mati terletak di depan manusia, apa yang dipilih akan diberikan kepadanya” (Sir. 15: 16-17). Kita tidak diciptakan sebagai robot; bukan pula sebagai ciptaan yang sudah ditentukan nasibnya. Kita diciptakan sebagai makhluk yang dapat memilih ‘api’ atau ‘air’, ‘hidup’ atau ‘mati’.

Perihal anugerah kebebasan/kemerdekaan ini, St. Edith Stein pernah berkata, bahwa di hadapan misteri agung kebebasan manusia, “Allah sendiri menaruh rasa hormat. Ia ingin, bahwa kewibawaan-Nya yang Mahakuasa terhadap makhluk ciptaan ditanggapi hanya melalui pemberian kasih yang merdeka.”

Adapun dengan anugerah kebebasan tidak berarti bahwa hidup kita bergerak tanpa arah. Tanpa mencabut kembali kebebasan yang telah diberikan dan supaya manusia tidak tersesat karena berbagai kemungkinan yang terbuka berkat kebebasan, Allah memberikan pada manusia kemampuan untuk memilih yang benar dan bersikap dengan baik. “Asal sungguh mau, engkau dapat menepati hukum, dan berlaku setia pun dapat kaupilih” (Sir. 15: 15).

Manusia dianugerahi kebebasan dan kemerdekaan. Sekaligus kepadanya diberikan kemampuan mengisi kebebasan itu dengan benar dan baik. Kedua hal ini hendaklah kita sadari dengan penuh syukur, karena berasal dari keputusan dan kebijaksanaan Allah sendiri. Sebagai yang Mahakuasa, Ia dapat saja menciptakan kita seperti robot tanpa kebebasan, atau juga tidak memberi kita kemampuan untuk memilih yang baik, melainkan sebaliknya. Tetapi itulah kebijaksanaan Allah.

Ia memberi kemerdekaan dan memanggil kita untuk memilih yang baik dan benar. “Sungguh besarlah kebijaksanaan Tuhan, Ia adalah kuat dalam kekuasaan-Nya dan melihat segala-galanya. Mata Tuhan tertuju kepada orang yang takut kepada-Nya, dan segenap pekerjaan manusia Ia kenal. Tuhan tidak menyuruh orang menjadi fasik dan tidak memberi izin kepada siapapun untuk berdosa” (Sir. 15: 18-20).

Bacaan Kedua dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus berbicara tentang anugerah yang lebih istimewa lagi bagi manusia. Kepada manusia diwartakan sesuatu “yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia; semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor. 2:9). Yang dimaksudkan adalah hikmat dari Allah, hikmat “yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita” (1 Kor. 2:7).

Kita dapat mengatakan, bahwa hikmat dari Allah itu tidak lain adalah hikmat salib Tuhan Yesus Kristus. Hikmat itu tidak dikenal oleh para penguasa dunia ini, “sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia” (1Kor. 2:8). Ya hikmat dari Allah itu bukan hanya diwartakan kepada manusia yang merdeka, melainkan kita sudah berada dalam Dia yang tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri. “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita” (1Kor. 1: 30).

Lukisan lebih konkret tentang hikmat yang dari Allah itu kita dapatkan dalam bacaan Injil. Hikmat yang istimewa itu akan membuat hidup keagamaan para pengikut Kristus “lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat. 5:20). Hikmat itu mengajarkan kita tidak hanya untuk tidak membunuh. Lih. Mat. 5: 21-22.

Hikmat itu mengajarkan bukan hanya tidak boleh berzinah, tetapi “setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Mat 5: 28). Hikmat itu menuntut, bahwa ibadah kita kepada Allah hanya akan berkenan pada-Nya bila dilandaskan pada kasih pada sesama. Lihat. Mat. 5: 23-24.

Kita bersyukur atas anugerah kebebasan dan kemerdekaan. Tetapi kebebasan juga mengandung risiko disalahgunakan. Kita perlu waspada agar mata dan tangan kita tidak menyesatkan “karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka” (Mat. 5: 30). Kita mohon rahmat dari Tuhan agar kita membiarkan kebebasan dan kemerdekaan kita dituntun oleh hikmat yang dari Allah, hikmat salib Kristus.

 “Allah sendiri menaruh rasa hormat. Ia ingin, bahwa kewibawaan-Nya yang Mahakuasa terhadap makhluk ciptaan ditanggapi hanya melalui pemberian kasih yang merdeka.”  St. Edith Stein

HIDUP, Edisi No. 07, Tahun ke-77, Minggu, 12 Januari 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here