Ketua KWI: IYD 2023 Ajak OMK untuk Bangkit dan Bersaksi

405
Ketua KWI, Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC menyampaikan pernyataan pada konferensi pers di Kantor KWI. (HIDUP/Katharina Reny Lestari)
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Indonesian Youth Day (IYD) bukan kegiatan untuk memamerkan kekuatan Orang Muda Katolik (OMK) semata, tetapi menjadi momen yang mengajak OMK untuk bangkit bersaksi sebagai orang-orang yang terlibat baik dalam Gereja maupun masyarakat.

Hal ini ditegaskan oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC pada konferensi pers yang digelar Kamis (11/05/2023) di Kantor KWI di Cikini, Jakarta Pusat.

Turut hadir pada konferensi pers tersebut adalah Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI Romo Frans Kristi Adi Prasetya serta Ketua Panitia Joyful Run 2023 Patricia Rusli dan Ketua Bidang Publikasi Media Joyful Run 2023 Lawrence Tjandra.

“Maka pesan utama bagi para pemuda Katolik pada Indonesian Youth Day adalah Orang Muda Katolik bangkit dan bersaksilah, yang mendorong orang muda untuk semakin mencintai Tuhan. Maka kita yakin bagaimana kalau orang mencintai Tuhan, mencintai manusia, artinya terlibat dalam Gereja, terlibat dalam masyarakat,” ujar Mgr. Subianto, yang juga adalah uskup Keuskupan Bandung.

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) yang digelar pada Oktober 2010 merekomendasikan pertemuan akbar OMK se-Indonesia dengan arah pertemuan katekese yang kreatif, ibadah yang penuh ilham, serta kegiatan yang memberi pencerahan bagi OMK Indonesia. Pertemuan akbar ini kemudian dikenal dengan IYD. Kemudian Sidang Konferensi Waligereja Indonesia yang digelar pada tahun 2015 memutuskan bahwa IYD diselenggarakan setiap lima tahun sekali.IYD I diadakan pada 20-26 Oktober 2012 di Keuskupan Sanggau dengan tema “Berakar dan Dibangun dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman.” Sementara IYD II diadakan pada 1-6 Oktober 2016 di Keuskupan Manado dengan tema “OMK Sukacita Injil di tengah Masyarakat Indonesia yang Majemuk.”

Rangkaian Kegiatan

IYD III akan diselenggarakan pada 26-30 Juni 2023 di Keuskupan Agung Palembang dengan tema “Orang Muda Katolik, Bangkit dan Bersaksilah!.”

Pra-IYD, IYD Selebrasi dan Pasca IYD

Pra-IYD yang dilaksanakan sejak November tahun lalu mencakup survei OMK Indonesia tentang militansi iman, live-in, kirab salib IYD, novena IYD, lomba logo dan theme song, seminar dan rekoleksi serta Joyful Run. Sementara IYD Selebrasi mencakup katekese, workshop, pertukaran budaya, diskusi dan sharing, perayaan Sakramen dan devosi, kunjungan lintas agama, penanaman pohon dan pentas seni. Sedangkan Pasca IYD antara lain mencakup pelaksanaan rekomendasi atau rencana tindak lanjut IYD di keuskupan-keuskupan, serta keterlibatan dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.

Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (kedua dari kiri) dan Romo Frans Kristi Adi Prasetya (kanan) berfoto bersama Ketua Panitia Joyful Run Patricia Rusli (kedua dari kanan) dan Ketua Bidang Publikasi Media Joyful Run Lawrence Tjandra (kiri). (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Joyful Run mempunyai banyak makna. Pertama, untuk mendukung kegiatan Indonesian Youth Day dengan pengumpulan dana. Di balik itu apa? Mengajak kaum muda untuk ayo mari bersaksi dan berbagi satu sama lain dan mengajak orang untuk berbagi demi kebaikan,” ungkap Mgr. Subianto.

Prelatus itu juga menegaskan bahwa IYD merupakan bagian dari formasi kaum muda, bukan sekadar selebrasi.

“Semoga acara ini menjadi penguatan mental, revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi pada masa-masa awal kepresidenannya. Semoga juga diikuti dengan revolusi spiritual yang akan terus menerus digodok dalam Indonesian Youth Day. Maka Indonesian Youth Day menjadi formasi kaum muda. Revolusi mental dan revolusi spiritual, supaya terjadi revolusi sosial. Dalam arti bagaimana meningkatkan kesejahteraan bersama, mewujudkan nilai-nilai kristiani dan memperkuat nilai-nilai Pancasila,” tuturnya.

Menjawab pertanyaan HIDUP terkait dampak IYD terhadap OMK, Mgr. Subianto mengatakan penyelenggaraan IYD I dan II memperkaya OMK karena mereka dapat bertemu sesama dari berbagai latar belakang yang berbeda.

“Dari IYD I dan II saya juga mengalami ada dampak dari orang-orang ini. Dengan terbukti bahwa dulu orang yang menjadi peserta sekarang terlibat dalam kepanitiaan atau pembinaan. Dan itu yang diharapkan terus bergulir sebagai bagian dari formasi iman dan komitmen atau revolusi mental dan spiritual,” ungkapnya.

Tertunda

Menurut Romo Kristi, penyelenggaraan IYD III tertunda karena pandemi Covid-19. Namun kerinduan OMK untuk berjumpa dan berkumpul cukup kuat.

“Setelah kami mempertimbangkan tingkat vaksinasi yang cukup tinggi dari pandemi, kami berharap menjadi endemi, maka akhirnya diputuskan IYD Palembang dilaksanakan tahun ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa sampai saat ini 1.501 OMK telah mendaftar sebagai peserta IYD III.

Menyinggung soal tema IYD III, ia menjelaskan bahwa tema tersebut bertolak dari tema World Youth Day 2022 yang dipilih oleh Paus Fransiskus, “Mary Arose and Went with Haste” (Maria, Bangkit dan Bergegaslah).

“Tema ini diambil karena ini adalah ajakan untuk bangkit dari situasi sulit setelah pandemi dan keberanian untuk bersaksi. Kesaksian ini bersumber dari dalamnya cinta kepada Tuhan, lalu tercurah dalam sikap dan perbuatan. Artinya meluas cintanya kepada sesama yang menderita dan berbeda,” tuturnya.

Sementara tujuan IYD III, katanya, adalah mewujudkan ciri hakiki Gereja yang berjalan bersama, khususnya OMK, dalam mewartakan Sabda Allah kepada OMK dengan penuh kasih dan semangat agar OMK semakin beriman kepada Kristus dan terlibat sebagai pemeran utama dalam menjawab berbagai tantangan kehidupan, baik menggereja maupun berbangsa dan bernegara.

Terkait kekhasan IYD III yang membedakan dari IYD I dan II, seperti yang ditanyakan HIDUP, Romo Kristi menyebut tema yang merangkul suasana yang terjadi, khususnya setelah pandemi.

“Ada banyak keunikan pada pembinaan orang muda pada masa pandemi. Kita tahu orang muda sangat senang untuk berkumpul dan berjumpa. Tetapi selama pandemi sangat sulit meskipun ada jalan-jalan kreatif lewat sarana digital,” ujarnya.

“Maka kita mengangkat tema bangkit, supaya teman-teman lalu bangkit. Tidak hanya merasa aman, nyaman di tempatnya masing-masing, di rumahnya masing-masing. Tetapi kemudian mau bangkit untuk melakukan sesuatu.”

Selain itu, ia menyebut kesaksian sebagai kekhasan lainnya. Kesaksian ditempatkan dalam konteks formasi keterlibatan OMK agar mereka berani, dan tidak “jago kandang,” dalam memberikan kesaksian tentang kebaikan kepada semakin banyak orang.

“Menjadi khas karena live-in ditempatkan tidak dalam konteks IYD. Untuk IYD I dan II selalu ditempatkan dalam selebrasi. Lalu temanya hanya mengenal budaya tuan rumah. Padahal kami ingin tema bangkit dan bersaksi dialami oleh semakin banyak orang muda. Kalau ditempatkan dalam selebrasi, lalu hanya yang berangkat yang mengalami,” jelasnya.

“Tetapi ketika live-in itu dibuat di keuskupan masing-masing akan semakin banyak OMK yang mengalami semangat bangkit dan bersaksi. Formasi iman dan komitmen untuk terlibat lalu tidak hanya menjadi milik mereka yang berangkat, tetapi menjadi milik semua orang muda di Indonesia.”

Katharina Reny Lestari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here