Mimpi Torius Kecil Keliling Dunia yang Menjadi Nyata

686
Pastor Victorius Dwiardy, OFMCap (kiri) bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan.
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – “WAKTU kecil dia anak yang ceria, suka berteman, dan sederhana. Sebagai anak seorang petani, keseharian kami adalah membantu orang tua di kebun, karena orang tua kami seorang petani lada. Dia anak yang rajin dan tidak pernah mengeluh,” tutur Rupina Ekawati, kakak sulung Mgr. Victorius Dwiardy, OFMCap saat disambangi HIDUP beberapa waktu lalu.

Mgr. Victorius Dwiardy, OFMCap

Semasa kanak-kanak, Mgr. Victorius kerap dipanggil dengan nama Torius – yang dicuplik dari nama depannya. Mamaknya sering memanggilnya dengan nama “Kapal” sebab Torius kecil senang berlari-larian di dalam rumah, sembari merentangkan kedua tangannya, menirukan gerakan pesawat terbang; pun mulutnya berusaha menirukan suara mesin pesawat, “Bruuum…” Di kampung halamannya, penduduk sering menyebut pesawat terbang dengan istilah kapal.

“Rupa-rupanya kebiasaan unik Torius kecil merupakan pertanda luar biasa, hingga sampai hari ini dia itu terbang terus ke banyak negara di dunia,” tambah Herdawati, adik kandung Mgr. Victorius.

Ditempa Sejak Kecil

“Kami berangkat ke sekolah pukul 5.30 WIB. Dari rumah saya dibonceng Abang dengan sepeda unta hingga tiba di sekolah. Ketika kami berangkat, jalanan yang harus kami lalui menurun, sehingga sepeda kami bisa melaju dengan kencang. Sebaliknya, ketika kami pulang sekolah, kami harus melalui jalanan yang menanjak dengan mendorong sepeda yang kami naiki,” lanjut Herdawati mengisahkan suka duka masa kanak-kanaknya.

Siangnya mereka tiba di rumah sekitar pukul 14.00 WIB. Usai menikmati santap siangnya, mereka melanjutkan rutinitasnya – memasak dan menjemur padi yang akan mereka tumbuk. Sementara adik-adik di rumah dijaga oleh neneknya.

Aktivitas menumbuk padi mereka jalani hingga pukul 16.30 atau 17.00 WIB. Pada tumbukan terakhir, Torius akan diminta adiknya untuk berhenti menumbuk sebab harus memandikan adik-adiknya yang masih kecil, sekaligus memasak untuk makan malam mereka sekeluarga. Orang tua mereka berangkat ke ladang pukul 06.00 pagi dan pulang ke rumah sekitar jam 15.00 atau 18.00 sore.

Malam harinya mereka belajar. Khusus pada malam Kamis dan malam Sabtu, mereka membuat es lilin yang akan dijual pada hari Minggunya. Selain menjalani rutinitas tersebut, mereka juga ditugaskan mencari kayu bakar pada hari Minggu dan Torius mendapat tugas untuk menebang pohon karet yang sudah mati.

Ketika belajar di malam atau subuh hari, pelita minyak tanah menjadi andalannya, sehingga mereka harus rela merasakan lubang hidung yang hitam akibat sisa asap pembakaran minyak.

Setamat SMP, Torius kemudian melanjutkan SMAnya di Nyarumkop. Setahun kemudian, Herdawati melanjutkan pendidikannya di SMA Singkawang dan tinggal di asrama susteran.

Mgr. Victorius adalah putra Dayak Bekati’. Lahir dari pasangan Jibrael Kondoh (alm) dan Yupita Gumi di Kampung Sebalos, 14 Desember 1968. Dia adalah putra kedua dari delapan bersaudara.

Yupita Gumi (tengah), ibunda dari Pastor Victorius Dwiardy, OFMCap.

Tanggal 3 Februari 1969, Torius dibaptis di kampung halamannya oleh Pastor Dismas Waterreus, OFMCap. Sakramen Krisma diterimanya 1 Maret 1987. Kala itu Torius tengah menempuh pendidikannya di SMA Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop.

Semasa kecil, status ekonomi keluarganya terbilang cukup baik, sehingga untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan tidak terlalu menjadi masalah. Meskipun tidak mengenyam pendidikan yang tinggi, namun orang tuanya mendorong Torius dan saudara-saudarinya untuk bersekolah setinggi-tingginya.

Torius telah diperkenalkan dengan hidup rohani dan devosi sejak kanak-kanak, sebab semasa hidupnya ayahnya pernah menjadi wakil pemimpin umat. Selain dibiasakan untuk berdoa bersama dalam keluarga, mereka rajin menghadiri Ibadat Sabda maupun Misa Kudus hari Minggu di Gereja Santo Yosef Param.

Torius mengenyam pendidikan awalnya di SD Negeri Paling (lulus 1982). Keinginan besar untuk menjadi imam muncul saat ia duduk di bangku kelas V SD. Panggilan mulia ini hadir tatkala Torius akrab dengan seorang misionaris Kapusin yang pernah membaptisnya saat kanak-kanak.

Menurut penuturan kakak kandungnya, pada masa itu anak-anak di kampungnya duduk mengelilingi pastor yang datang ke kampung mereka, sembari mendengarkan cerita yang disampaikannya. Anak-anak juga memainkan aneka jenis permainan yang dibawakan sang pastor: yoyo, menyusun gambar, dan sebagainya.

Saat hendak melanjutkan ke SMPN Sanggau Ledo, panggilan sebagai imam sempat pupus akibat pengaruh lingkungan pergaulannya.

Namun panggilan suci ini kembali bersemi ketika Victorius ada di kelas 3 SMP, tepatnya menjelang ujian akhir. Demi menegaskan panggilannya, setamat SMP pada 1985, Victorius mendaftarkan diri ke SMA Seminari Menengah Santo Paulus Nyarumkop. Niat mulia ini didukung penuh orang tuanya.

Selama pendidikan, Victorius selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk berolahraga atau membaca buku-buku berbahasa Inggris. Sehingga tak mengherankan bila nilai paling tinggi berhasil diraihnya untuk pelajaran Bahasa Inggris. Victorius pun senang belajar bahasa asing lainnya. Ia berhasil meraih predikat terbaik saat ujian akhir Bahasa Latin yang dipelajarinya selama tiga tahun.

Kerinduannya untuk semakin mendalami spiritualitas Ordo Kapusin, menghantarkan Victorius kepada Pastor Amantius Pijnenburg, OFMCap, yang kemudian menjadi pastor pembimbing rohaninya. Jalan imamat kemudian menuntun langkah-langkahnya masuk Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 1988.

Sesuai Cita-cita

Hari demi hari pendirian Victorius makin kokoh sebagai Kapusin. Dalam surat lamarannya tertanggal 10 April 1989 yang ditujukan ke Novisiat Parapat, Torius menulis kepada Pastor Franz Xaver Brantschen, OFMCap (Superior Regionis Kalimantan Barat) demikian: “Saya akan tetap memilih Ordo Kapusin, yang saya anggap paling baik dan cocok dengan cita-cita saya dari semula.”

Tanggal 5 Juli 1989 menjadi tanggal bersejarah tatkala ia diterima di Novisiat Kapusin Parapat. Ia diizinkan mengucapkan kaul perdananya di Biara Kapusin Parapat pada 2 Agustus 1990. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Filsafat dan Teologi (STFT) Santo Yohanes Pematangsiantar.

Ia menempuh pendidikan Filsafat (dan masa TOP) tahun 1990-1995; pendidikan Teologi tahun 1996-1998. Ia berhasil menuntaskan kuliahnya dengan hasil sungguh memuaskan. Tanggal 23 Agustus 1997, ia mengucapkan Kaul Kekal dalam Ordo Kapusin Provinsi Santa Maria Ratu Para Malaikat.

Sayur ayam kampung dan daun ubi tanpa santan adalah menu favorit keluarga. Ia menyukai ikan bakar, ikan salai, dan gorom. Gorom terbuat dari buah mentimun kampung yang sudah tua, dikeruk isinya, ditambah daun timun, pucuk daun kopi, pucuk daun simpur. Semuanya dalam keadaan mentah, kemudian diremas bercampur garam, cabe, terasi, suwiran daging ayam kampung atau ikan sungai yang dibakar. Gorom terasa lebih nikmat bila dicampur mangga muda yang dicincang.

Pastor Victorius dipilih dan diangkat menjadi Minister Provinsial Kapusin Provinsi Pontianak pada 2012. Di pundaknya tertampuk tugas besar untuk menjamin terjalinnya koordinasi yang baik dari seluruh saudara Kapusin Provinsi Pontianak, yang berkarya di Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangkaraya, dan luar negeri.

Kala itu ia juga dipercaya sebagai ketua Pacific-Asia Capuchin Conference (PACC), yang meliputi wilayah Asia Pasifik. Kedua jabatan strategis tersebut hanya dijalankan kurang dari setahun. Sebab pada 2013, Konselor Jenderal untuk PACC mengalami sakit berat dan mengajukan pengunduran dirinya.

Pastor Victorius Dwiardy, OFMCap (ketiga dari kanan) bersama komunitas internasional Ordo Kapusin di Roma, Italia.

Pastor Victorius terpilih untuk mengisi jabatan Konselor Jenderal PACC yang kosong. Hal itu mengharuskannya tinggal di Kuria General, Roma, Italia. Sejak 2013 hingga 2023, Pastor Victorius adalah pimpinan tertinggi dari para provinsial, kustos, dan delegatus yang ada di wilayah Asia Pasifik (Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia-Singapura, New Zealand, Papua New Guinea, Filipina, Thailand, dan Uni Emirat Arab (terbaru)).

Hingga saat ini, hanya ada 10 (sepuluh) orang Konselor Jenderal Kapusin di seluruh dunia.

Pastor Victorius adalah satu di antarannya sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Uskup Terpilih Keuskupan Banjarmasin. Kemampuannya berbahasa Italia, Inggris, dan Belanda sangat mendukung karya besar ini. Ia juga sedang mempelajari bahasa Spanyol dan Perancis.

Dionisius Agus Puguh Santosa/Pastor Pionius Hendi, OFMCap (Banjarmasin)

Majalah HIDUP, Edisi No. 43, Tahun Ke-77, Minggu, 22 Oktober 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here