Makna di Balik “Hari Ibu”: “Like Mother, Like Son/Daughter”

107
Evientine Evi Susanto (kanan) bersama Ibunda. (Foto: Dokpri)
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – TANGGAL 22 Desember (seperti hari ini, Jumat, 22/12/2023) adalah hari yang istimewa bagi saya. Karena di hari ini ada dua momen yang bisa dirayakan, yaitu Hari Ibu di Indonesia dan Hari Makan Onde yang merupakan tradisi kudapan dari Cina. Saya mencoba untuk mengulasnya satu per satu.

Yang Pertama, Hari Ibu. Bagi saya Hari Ibu adalah hari untuk saya mengenang suka dan duka menjadi seorang ibu bagi anak-anak dan menjadi anak dari ibu atau mama tercinta. Walaupun setiap hari dapat saja kita katakan sebagai Hari Ibu. Keseharian menjadi seorang ibu, pasti akan  selalu menyimpan cerita yang berbeda-beda. Semangat… semangat….

Ibu atau Mama adalah sosok yang sangat saya hormati dan banggakan, karena Ia yang membimbing dan mengajarkan saya banyak hal. Tuhan sangat baik dalam hidup saya. Ia memberikan saya dua orang mama yang sangat hebat.

Satu Mama yang melahirkan saya ke dunia ini dan membimbing hingga dewasa. Walaupun akhirnya Mama harus pergi untuk selama-lamanya meninggalkan kami, suami dan anak-anaknya karena sakit keras. Ternyata Mama lebih dicintai Tuhan sehingga ia harus pergi terlebih dahulu ke rumah Bapa yang abadi.

Satu lagi Mama yang menemani dan membimbing saya dan adik-adik pada saat dewasa untuk menjalani hidup ini dengan baik bersama-sama. Mama yang tidak banyak bicara tetapi memiliki kerendahan hati yang sangat tinggi. Di usianya yang telah mencapai 70 tahun, Mama sangat mandiri dan berusaha untuk tidak mau merepotkan anak-anaknya. Bisa menyapa dan mengetahui kabar aktivitas mama setiap hari melalui pesan singkat di hape adalah suatu anugerah yang sangat besar bagi saya dan adik-adik.

Yang Kedua, Hari makan Onde. Ini adalah tradisi yang sudah ada sejak saya kecil. Dulu setiap tanggal 21 Desember malam, Mama sudah menyiapkan adonan Onde yang sudah dibulatkan untuk dimasak keesokkan paginya. Kala itu saya suka ikut membantu Mama membuatnya. Mudah sich cara membuatnya.

Bahan yang dibutuhkan tepung ketan dan air, yang kemudian bahan itu dicampurkan dan diuleni hingga kalis. Setelah kalis adonan ini akan saya bagi jadi tiga bagian dan kemudian diberi pewarna makanan. Satu bagian berwarna putih, satu bagian berwarna hijau dan satu bagian lagi berwarna merah. Adonan itu lalu dibulatkan satu per satu seperti bola hingga habis adonannya. Ada pula yang membuat onde ini dengan isian kacang tanah dan gula putih. Mirip dengan jajanan  Wedang Ronde.

Setelah itu mari kita siapkan kuah Ondenya, yang terbuat dari campuran air, gula putih,  gebrekan jahe dan potongan daun pandan. Adonan Onde bola yang sudah masak akan mengapung, lalu ditiriskan dan ditempatkan dalam suatu wadah. Untuk penyajiannya, mangkuk diberikan Onde warna-warni dan disiram kuahnya. Enak dinikmati selagi masih panas. Selamat mencoba.

Menurut kepercayaan Mama saya dulu, setiap orang di wajibkan untuk makan  Onde ini sebanyak umurnya saat itu. Maksudnya kita mohon agar bisa diberikan umur panjang, rejeki dan keselamatan di masa yang akan datang oleh yang Maha Kuasa. Tapi saya saat ini sudah tidak pernah mengikuti anjuran itu lagi, karena bila diikuti nanti perut saya akan kekenyangan Onde. Hahaha…

Bagi saya bisa menjadi seorang ibu adalah anugerah dalam hidup ini. Tuhan memberikan saya kesempatan untuk memahami menjadi seorang ibu. Bonus yang sangat saya syukuri, ketika hamil, melahirkan dan bisa membesarkan serta mendidik anak-anak. Dari sini saya bisa belajar memahami, “Kenapa begini? Kenapa begitu?” perlakuan ibu saya kepada anak-anaknya.

Menjadi seorang ibu juga tidak mudah, karena ia adalah contoh terbaik dari anak-anaknya. Apa yang dilakukan ibunya baik kata-kata atau perbuatannya akan ditiru oleh anak-anaknya. Oleh karena itu kita sering mendengar, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Atau “Like mother, like son/daughter.”

Melihat ibu yang sudah mulai tua dan tidak sekuat dulu lagi, bisa menemaninya adalah suatu anugerah. Bisa mengukir kenangan-kenangan indah dan masa suka duka bersamanya adalah sesuatu banget. Menemani dan merawatnya ketika sakit dan tak berdaya adalah suatu berkat.

Beberapa minggu yang lalu dalam suatu misa peringatan Arwah, Pastor Ulun berhomili mengingatkan dan mengatakan, “Selagi masih diberi waktu, pakailah kesempatan ini untuk menjaga, merawat dan membahagiakan orang tua. Jangan menyibukan diri sendiri dengan banyak urusan yang menjadi alasan untuk tidak bisa merawat orang tua.”

Hari ini bisa menjadi bahan permenungan bagi kita semua. Apakah yang telah kita lakukan untuk ibu kita? Di masanya yang sudah mulai memasuki usia lanjut di manakah kita ketika ia membutuhkan kita? Selamat Hari Ibu.

 Eviantine Evi Susanto (Kontributor, Tangerang)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here