Butuh Kemauan, Kesabaran, dan Keberanian untuk Merawat Jenazah

215
Pelatihan diselenggarakan Rukun Kematian St Yusuf Paroki St Helena Curug, Tangerang, Banten diikuti perwakilan semua lingkungan berjumlah 120 orang. (Foto: HIDUP/Anton Sumarjana)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Ada tiga syarat untuk menjadi seorang pelayan kedukaan, yaitu mempunyai kemauan, kesabaran dan keberanian.

Kepala Rumah Duka Oasis Lestari, menyampaikan tiga syarat itu dalam acara pelatihan merawat jenazah, yang berlangsung di Gedung Karya Pastoral Lt 4, Paroki St Helena Curug, Kota Tangerang, Minggu 21 Januari 2024. Pelatihan yang diselenggarakan Rukun Kematian St Yusuf Paroki St Helena Curug, Tangerang, Banten ini diikuti perwakilan semua lingkungan berjumlah 120 orang. Hadir sebagai pemateri Dirut PT Danita Oasis Lestari, Ania Desliana dan Kepala Pastor RD Oasis Lestari St Yulia OSA beserta tim.

Ania Desliana (Foto: HIDUP/Anton Sumarjana)

Pada sesi 1 Ania Desliana memaparkan keberadaan Oasis Lestari di Jatake, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang, yang mulai beroperasi sejak 2005. Oasis Lestari melayani semayam, kremasi, penitipan abu jenazah, dan toko bunga. Dalam kesempatan itu, Ania Desliana juga memperkenalkan program Felix Mors, yaitu program tabungan untuk mempersiapkan biaya pelayanan kematian di Oasis Lestari.

Romo Lukas Sulaiman OSC (Foto: HIDUP/ Anton Sumarjana

Kepala Paroki St Helena, Romo Lukas Sulaiman OSC meminta para peserta pelatihan ini mengikuti jalannya pelatihan dengan sungguh-sungguh. Romo Lukas yang telah membaca materi pelatihan menegaskan kembali, agar para peserta menyimak 14 langkah dalam merawat atau pemulasaraan jenazah. “Apakah jenazah perlu dipedicure, manicure, dan sebagainya, sebagai langkah inovasi dalam pelayanan kematian?” tanya Romo Lukas bernada gurau, memberi semangat kepada para peserta.

Sr Yulia OSA (Foto: HIDUP/Anton Sumarjana)

Kepala RD Oasis Lestari, Sr Yulia OSA memberi pengantar singkat bagaimana merawat jenazah, Menurut Sr Yulia, siapapun yang melakukan pemulasaraan jenazah harus memahami tiga syarat ini, yaitu ada kemauan, kesabaran, dan keberanian. “Mau itu artinya ada niat yang tumbuh dari dalam diri sendiri, aku bersedia merawat jenazah siapapun. Lalu harus sabar, bagaimana tetap bersemangat melakukan pelayanan walau banyak celetukan dari siapapun yang bernada memerintah atau kurang puas. Sedangkan keberanian, yakni berani memegang jenazah, apapun kondisinya,” terang Sr Yulia.

Praktek merawat jenazah dipandu Sr Yulia, dibantu petugas rumah duka. Pertama dilakukan pemulasaraan jenazah perempuan, lalu jenazah laki-laki. Masing-masing tiga orang perempuan dan tiga orang laki-laki naik ke panggung untuk praktek merawat jenazah.

Urutannya sebagai berikut: dimulai dari melepas pakaian yang dipakai saat orang tersebut meninggal, dari baju, celana panjang, celana dalam, dan lain-lain. Semua berlangsung dalam kondisi tubuh tertutup selimut. Setelah itu memandikan, baik dengan cara dilap atau diguyur air. Pertama dilap dengan air sabun, lalu dengan air bersih, terakhir dilap dengan kain kering.

Selesai memandikan, dilanjutkan memakaikan pakaian lengkap. Mulai dari baju, pakaian dalam, pampers, celana panjang, sarung tangan, kaos kaki, sepatu, dan seterusnya.

Selanjutnya, tiga peserta laki-laki memindahkan atau mengangkat jenazah untuk dimasukkan kedalam peti. Lalu merias wajah supaya jenazah tampak lebih segar, tersenyum, dan menampakkan wajah yang damai dan tenang. “Semua gerakan harus dilakukan dengan sebelumnya minta ijin kepada almarhum. Maaf bapak, tangannya dilemaskan ya, ayo pakai bajunya!” ujar Sr Yulia, memberi contoh.

Dipandu Sr Yulia, perwakilan peserta berpratek merawat jenazah, peserta lain menyaksikan lewat layar yg disiarkan secara live oleh tim Komsos Paroki St Helena Curug (Foto: HIDUP/Anton Sumarjana)

Praktek merawat jenazah ini dilakukan dengan boneka atau manequen, bukan dengan jenazah sesungguhnya. Maka ada pertanyaan dari peserta, seorang bapak yang menanyakan bagaimana caranya supaya kita mempunyai keberanian untuk memegang jenazah? Sr Yulia memberi saran, supaya berani, beberapa cara bisa dilakukan. Pertama, jika melayat, sempatkan melihat wajah jenazah siapapun itu, tatap wajahnya, dan pegang tangannya sambil mengucapkan selamat jalan. “Maka ketika bapak pulang tidak lagi penasaran dan terbawa-bawa dalam mimpi,” seloroh biarawati asal Kalimantan Barat itu.

Selanjutnya, untuk memegang jenazah, kalau takut sendirian, ya ajaklah teman. “Jangan dilakukan sendiri. Ajaklah teman satu, dua, tiga orang. Kalau berempat pasti tidak akan takut lagi!” sarannya.

Seluruh peserta dapat mengikuti pelatihan merawat jenazah ini dengan baik dan jelas. Tim Komsos Paroki St Helena terlibat dalam kegiatan ini dengan membawa dua kamera, untuk live, dan disorot ke layar yang cukup besar. Cara live ini sangat membantu ratusan peserta untuk mengikuti tahap demi tahap perawatan jenazah secara rinci dan jelas.

Ketua Rukun Kematian St. Yusuf Paroki St Helena, Oktavianus Tri Oktori mengajak semua peserta, agar setelah mengikuti pelatihan merawat jenazah ini langsung terlibat di lingkungan masing-masing jika ada peristiwa kematian. “Saya minta para peserta yang adalah ketua lingkungan dan pengurus lain, langsung mempraktekkan apa yang sudah didapat dalam pelatihan ini. Semoga pelatihan ini mampu menumbuhkan kemauan, disertai kesabaran dan keberanian untuk membantu keluarga yang berduka di lingkungan masing-masing,” ajak Tori, panggilan akrabnya.

Anton Sumarjana (Kontributor, Jakarta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here