web page hit counter
Rabu, 16 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Seruan Nyaring dari Dumaring: OMK Tanjung Selor Siap Menjadi Misionaris Muda Milenial

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PAUS Fransiskus pernah berkata bahwa orang muda perlu memahami betapa Kristus mengasihi mereka tanpa syarat dan betapa Gereja membutuhkan suara dan kehadiran mereka. Panggilan itu pun dijawab oleh 510 orang muda Katolik Keuskupan Tanjung Selor (OMK KTS) saat acara Tanjung Selor Youth Day (TSYD) 2024. Pertemuan yang berlangsung sejak 2 hingga 6 Juli 2024 ini berlokasi di Paroki Santo Yosep Dumaring, Berau, Kalimantan Timur.

Terselenggaranya TSYD adalah sebagai tanggapan Gereja akan betapa pentingnya peran OMK dalam pembangunan Tubuh Mistik Kristus. Dalam perjalanan, KTS menyadari tidak jarang terjadi kaum muda mulai apatis dengan Gereja dan menjauhkan diri dari kehidupan menggereja. Banyak kaum muda merasa Tuhan meninggalkan mereka hingga mereka terjerat rasa putus asa. Belum lagi, banyak OMK melakukan “jajan iman” di tempat atau komunitas gereja lain karena alasan pertemanan.

Usai Misa Pembukaan Tanjung Selor Youth Day (TSYD) 2024 di Gereja Santo Yosep Paroki Dumaring pada Selasa, 2 Juli 2024. Seluruh peserta menyanyikan Theme Song TSYD 2024 “Jesus, I am In”. (Dok. Panitia TSYD 2024)

Maka dari itu, Gereja berusaha menanggapi realitas yang ada dengan TSYD. Kegiatan ini ingin menegaskan bahwa Gereja Katolik tidak pernah membiarkan kaum muda berjalan sendirian dan Gereja adalah tempat yang aman bagi mereka mengarungi kehidupan.

Perubahan Nama

Ketua Komisi Kepemudaan (Komkep) KTS, Pastor Bernad Moi memaparkan bahwa TSYD 2024 merupakan yang pertama. Sebelumnya, pertemuan orang muda dikenal dengan nama Temu Raya Orang Muda Katolik (TROMKA) yang diadakan setiap lima tahun sekali. Tercatat, pertama kali TROMKA diadakan di Gereja Santo Stefanus Paroki Malinau pada tahun 2013 dan pertemuan kedua di Gereja Santo Gabriel Paroki Nunukan pada tahun 2017. Kemudian perubahan berhembus. Nama pertemuan ketiga diganti menjadi TSYD dalam kesepakatan antara uskup dan para imam yang tercetus saat Rapat Pastores KTS di bulan Januari 2024.

“Alasannya sederhana karena ingin menindaklanjuti Indonesian Youth Day (IYD) yang diadakan tahun 2023 lalu,” terang imam yang juga melayani di Gereja Santo Petrus Paroki Mara Satu, “Harapannya, semangat OMK yang mengikuti IYD tidak hanya berhenti tetapi terus berlanjut. Ini juga sebagai persiapan OMK yang akan mengikuti IYD kelak.”

Lebih lanjut, Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF menegaskan bahwa penggunaan nama TSYD turut membawa nuansa sinodal, yakni berjalan bersama Gereja Universal dalam berjumpa dengan orang muda. “Ada nuansa kebersamaan dalam pemilihan nama untuk gerakan animasi kaum muda. Maka ada World Youth Day (WYD), Indonesian Youth Day (IYD), dan kini ada TSYD di keuskupan kita untuk pertama kalinya,” imbuhnya.

Tahun Solidaritas Misi

Pemilihan tempat TSYD pun tidak bisa terlepas dari Tahun Solidaritas Misi (TSM). Pada tanggal 23 Oktober 2023, Gereja Santo Yosep Paroki Dumaring ditetapkan secara resmi sebagai tuan rumah TSM untuk tahun 2023-2024. Atas dasar itu, Paroki Dumaring menjadi tuan rumah TSYD. Dengan demikian, kegiatan TSYD diselenggarakan atas dasar kerja sama Komkep KTS dan tuan rumah TSM.

Tuan Rumah TSYD 2024, OMK Paroki Dumaring dalam defile. (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

TSM bermula kala terhentinya Tahun Misi Luar Biasa akibat pandemi Covid-19. Hal ini mendorong Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF untuk mengambil inisiatif melanjutkannya sebagai tindakan konkret melanjutkan semangat Surat Apostolik Maximum Illud yang telah berusia seabad. Maximum Illud menegaskan tentang pentingnya penyebaran iman Katolik di seluruh dunia. Suatu upaya untuk membangkitkan keterlibatan dan semangat mewartakan Injil ke seluruh dunia kepada semua makhluk (Mrk.16:15). Semangat ini semakin relevan dengan kondisi KTS yang medan geografisnya tergabung atas dua provinsi, yakni Provinsi Kalimanatan Utara dan Provinsi Kalimantan Timur.

Baca Juga Artikel:  100 Tahun SCJ di Indonesia: Bergerak dari Asia ke Amerika

Medan keuskupan yang luas dan seringkali sulit dijangkau inilah yang mendorong perlunya dikobarkan terus menerus api misioner di setiap jenjang umat sebab Gereja pada hakikatnya adalah misioner. Maka sejak tahun 2020, ditetapkanlah TSM dengan Gereja Santo Lukas Paroki Apau Kayan sebagai tuan rumah pertama.

Menyelaraskan dengan semangat TSM, TSYD 2024 pun mengambil tema “OMK: Misionaris Muda Milenial”. “Harapannya dengan tema ini, OMK semakin menyadari perannya sebagai misionaris muda yang semakin percaya diri dan berpartisipasi aktif dalam hidup menggereja di KTS pada masa kini,” sebut Pastor Bernad.

Perjuangan ke Dumaring

Butuh perjuangan ekstra setiap kontingen untuk sampai ke Dumaring. Perjalanan ke sana bukanlah sekadar perjalanan biasa melainkan sebuah uji ketahanan dan semangat orang muda. Mereka menghadapi kilometer demi kilometer jalan berliku, menantang cuaca yang kadang tak menentu, serta berbagai hambatan teknis di sepanjang perjalanan.

“Kurang lebih  delapan jam untuk sampai ke sini,” ujar Ketua Kontingen OMK Gereja Santo Gabriel Paroki Nunukan, Katarina Niul Pupung yang akrab disapa Ririn. OMK Gereja Rasul Yohanes Paroki Pulau Sapi, Krispinus Ritan ikut menimpali, “Kami pun perlu waktu 12 jam kemari.” Tak mau kalah, OMK Santo Carolus Paroki Sekatak, Rita berujar, “Kami 13 jam, dong!.” Ketiga kontingen ini menggunakan jalur darat.

Katarina Niul Pupung dan Yovinianus Bujak (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

“Ketakutan terbesar kami adalah mabuk karena kami jarang menggunakan jalur darat yang panjang. Biasanya naik speed saja,” terang Ririn. Selain beratnya perjalanan, mereka juga berkisah bagaimana kontingennya berjuang mencari dana untuk mengikuti TSYD. Sebelum TSYD berlangsung, mereka juga melaksanakan kegiatan Pra-TSYD dengan melakukan kunjungan ke stasi-stasi serta lingkungan untuk berdoa bersama dengan salib Misi yang mereka bawa ke TSYD.

Rekan Ririn, Yovinianus Bujak yang akrab disapa Yopi menuturkan, persiapan OMK Paroki Nunukan mengikuti TSYD adalah dengan mencari dana melalui bazaar. “Dana terbesar kami datang dari Malaysia,” timpal Ririn. Seorang teman membawa proposal pencarian dana ke sana dan di H-2 keberangkatan mereka menerima dana tersebut. Mereka juga menerima donasi dari pribadi yang duduk di kursi pemerintahan.

Sedangkan Rita mengisahkan OMK Paroki Sekatak berjuang mencari dana dengan membuat layar tancap, menjual pakis, dan bekerja di perkebunan sawit. “Kami buat layar tancap untuk nonton bareng dengan teman-teman OMK tetapi masyarakat non-Katolik juga nimbrung. Senang banget lihatnya harmonis,” aku gadis Dayak Berusu ini.

Menjual pakis pun butuh perjuangan. “Untuk cari sayur pakis tempatnya jauh dari kampung. Jadi perlu waktu sehari untuk mengambil sayur pakis, baru kami jual,” terangnya. Ia melanjutkan, “Kami juga kerja angkat pasir, jual bazar kupon berhadiah, dan kerja di sawit. Ya, proses kami untuk sampai di Dumaring cukup luar biasa,” tambahnya.

Krispinus Ritan (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Para OMK ini setuju bahwa setiap tantangan yang kontingen mereka lalui menjadi bukti nyata akan komitmen dan keinginan mereka untuk hadir dalam TSYD yang begitu berarti. Melalui langkah demi langkah yang mereka tempuh, mereka membangun ikatan yang kuat antara satu sama lain, saling mendukung dan menguatkan dalam perjalanan.

“Tentu saja, TSYD bukan hanya soal perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang memupuk keberanian, ketahanan, dan rasa persatuan di antara generasi muda yang bersemangat untuk berkontribusi,” tegas Krispinus.

Obor Harapan

Dalam perjuangan itu lahirlah harapan di sanubari orang muda. Harapan bak obor ini mereka bawa dan bagikan di dalam TSYD.  Ketua Pelaksana TSYD 2024, Arnoldus Ledjap membeberkan harapannya dengan sukacita agar orang muda semakin berani menjawab panggilan mereka untuk terlibat dalam kehidupan menggereja. Bukan hanya memikirkan permasalahan orang muda saja tetapi juga berani memberi waktu untuk mereka yang telah lansia.

Baca Juga Artikel:  Manyambut Hari Pangan Sedunia, Kardinal Suharyo: Menghargai Pangan Lokal, Memartabatkan Petani dan Nelayan
Rita (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

“Sadar atau tidak sadar, kelompok lansia menjadi kaum termarjinalkan di tengah masyarakat produktif,” sebut guru yang juga aktif di OMK Gereja Santo Yosep Paroki Dumaring ini. Keprihatinannya kepada lansia timbul kala kuliah di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat itu, ia bergabung dengan Komunitas S’antEgidio untuk mengunjungi lansia. Di momen itu, hati Arnoldus terbakar oleh kobaran kasih kepada lansia. Pengalaman itu pun ia bawa kepada OMK Paroki Dumaring agar OMK menaruh perhatian lebih kepada umat Katolik lansia. Mimpi itu diwujudkan saat acara Hari Orang Muda Sedunia (HOMS) yang dirayakan tiap paroki.

“Perjumpaan dengan lansia menjadi pengalaman iman berharga buat saya. Ini membuat saya tersadar bahwa jarang sekali orang muda mau berinteraksi dengan lansia,” akunya. Menurutnya, banyak hal positif yang dapat direngkuh OMK saat berinteraksi dengan lansia. “OMK bisa mendapat pengalaman kebijaksanaan dari para lansia. Kisah mereka dapat menjadi bekal OMK di masa depan dalam menjalani hidup,” sebutnya.

Arnoldus Ledjap (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Arnoldus sadar menjadi orang muda adalah rahmat yang tak boleh disia-siakan tanpa makna. Maka untuk mensyukurinya, ia melihat salah satu jalan terbaik adalah membagikan rahmat itu kepada para lansia. OMK bermisi untuk lansia, kenapa tidak? Dengan demikian, orang muda dapat menghidupi hidupnya secara penuh.

“Semoga di tempat live-in OMK mendapat sukacita berinteraksi dengan umat lansia di sana,” harapnya sebab kasih persaudaraan melipatgandakan kemampuan untuk bersukacita, karena membuatnya mampu untuk menikmati kebaikan orang lain: “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita” (Rm. 12:15).

Gereja yang Ramah

OMK Gereja Santo Stefanus Paroki Malinau, Oshi Polina menyoroti hal berbeda. Melihat kondisi orang muda di daerah Malinau, gadis Dayak Abai ini pilu dengan angka bunuh diri orang muda yang terbilang cukup tinggi. Ia berharap, Gereja dan OMK bisa menjadi rumah yang ramah, aman, dan nyaman bagi orang muda.

“Kurasa banyak orang muda stress karena kebanyakan main gadget,” tuturnya, “Apalagi OMK dan mayoritas umat Katolik zaman sekarang kurang menujukkan kepedulian juga. Padahal manusia juga punya kebutuhan untuk disapa.”

Oshi Polina (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Oshi menyadari, semangat hidup berkomunitas dewasa ini menurun. “Salam dan sapa di dalam gereja saat pergi Misa mingguan saja jarang antar umat,” celetuknya. Padahal melalui hidup berkomunitas, akan muncul kepekaan pada tiap pribadi untuk saling memiliki dan berkembang bersama.

Untuk itu, di tengah goncangan kehidupan yang melalui banyak tawaran duniawi ini, Oshi rindu jika OMK dijalankan dalam kerangka pengembangan pastoral berbasis kebutuhan manusia tanpa menggantikan Kristus sebagai pusat hidup. “Bisa saja dibuatkan konseling Kristiani khusus OMK, melihat kasus kesehatan mental cukup tinggi,” ujarnya antusias.

Dengan dihadirkan konseling ini, diharapkan OMK semakin menjadi tempat berkumpul dan berkomunitas yang membantu orang muda mengatasi emosi-emosi negatif yang menjerat mereka. Kristus hidup dan Ia ingin orang muda hidup. Untuk hidup pun tidak bisa dilalui sendiri melainkan butuh dukungan seluruh komunitas. Komunitas yang mau mendengar dan menemani perjuangan tiap individunya.

Rindu Ditemani

OMK Paroki Pulau sapi, Krispinus turut mengaminkan bahwa OMK rindu ditemani dalam perjalanan imannya. “Kami perlu ditemani terlebih yang di pelosok,” ungkapnya. Situasi OMK di stasinya kebanyakan adalah pekerja tambang batu bara. Sebagai OMK senior, ia sering menyemangati OMK di tempat terpencil agar jangan takut memulai kegiatan sebab keberadaan mereka penting. OMK meskipun di pelosok tetaplah penyambung estafet kehidupan Gereja.

Baca Juga Artikel:  Yayasan Tarakanita Wilayah Bengkulu Menginspirasi Karyawan dan Masyarakat Lebih Memperhatikan Kelestarian Lingkungan melalui Langkah-langkah Sederhana
Yunggau (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

“Betapa menyenangkan bila bisa memiliki Bunda OMK seperti Bunda SEKAMI yang rajin menemani,” harapnya. Disadari Krispinus, pendamping OMK tentu tidak sekadar hadir. OMK rindu punya pendamping yang punya semangat seperti Komunitas Domus Cordis.

“Setelah mendengar sharing dari Domus Cordis, jadi sadar pendamping harus punya modal spiritualitas misioner yang dasarnya sudah mengalami kasih Allah dan tentu mengasihi kami, OMK,” tuturnya. Ia pun berharap dengan TSYD ini dapat memupuk persahabatan otentik yang bukan lewat dalam sekejap, tetapi stabil, setia, dan dewasa demi mengisi kekosongan pendamping di area pelosok. Dengan itu mampu menemukan arti sesungguhnya menjadi misionaris muda milenial.

Sesungguhnya, OMK Keuskupan Tanjung Selor selalu rindu terlibat dalam perkembangan Gereja. Ririn, OMK Paroki Nunukan aktif mengikuti ajang kepemudaan baik tingkat keuskupan maupun nasional. Kesempatan itu ia pandang sebagai panggilan untuk melayani OMK lebih lagi.

“Saya aktif di OMK sejak kelas 2 SMP. Dengan diberikan kesempatan mengikuti kegiatan besar seperti ini saya memiliki tanggung jawab untuk terus membantu teman-teman OMK agar mereka juga mau dan bisa terlibat serta merasakan panggilan misioner mereka,” ujar Ririn yang disetujui rekannya, Yopi, “Seperti kata Bapa Uskup tadi, kita yang dibaptis memiliki perutusan dan perutusan kami adalah menjadi OMK yang mau bermisi. Melayani adalah panggilan hakiki OMK.”

Tak ketinggalan, Oshi juga memiliki kerinduan yang sama. Lahir dari keluarga yang berbeda agama (Katolik dan Protestan), ia kurang mendapat pengajaran iman Katolik. “Berangkat dari pengalaman itu, tidak punya ilmu dasar Katolik, saya memiliki kerinduan untuk membagikan ilmu yang saya dapatkan agar anak-anak sekolah minggu dan OMK mengerti Katolik,” jelasnya.

Guna memperkaya pengetahuan imannya, Oshi giat mengikuti pelbagai kegiatan yang mengasah kemampuan budi dan hati untuk menjadi OMK yang berakar dalam Kristus. Ia mengikuti program Indonesia Bermisi serta program Komunitas Domus Cordis yang diselenggarakan KTS. “Semuanya ini untuk saya bagikan ke OMK lain agar kita sama-sama berkembang dalam iman dan budi,” tegasnya lagi.

TSYD Selanjutnya

Pada akhirnya, TSYD diisi dengan berbagai kegiatan bermutu dan menarik, seperti Misa Kudus, live-in, talkshow, motivasi iman, pengakuan dosa, defile, dan pentas seni.  Pemenang Defile tahun ini dimenangkan oleh OMK Gereja Maria Bunda Karmel Paroki Mansalong. “Saya dan teman-teman bahagia sekali bisa menang defile,” ungkap OMK Paroki Mansalong, Yunggau.

Gadis asal suku Dayak Akolod ini mengisahkan, mereka menyiapkan defile dengan sepenuh hati dalam arahan dua pastor paroki mereka. “Pastor Stelo dan Pastor Yopi selalu mengarahkan dan menyemangati kami. Kami persiapan ini seharian dengan menampilkan Dayak Akolod, Agabag, dan Tenggalang. Sampai kami menari di atas mobil,” sebutnya sembari tertawa. Dengan mengikuti TSYD, Yunggau semakin bangga menjadi Katolik. “Katolik itu indah banget! Siap jadi misionaris!” serunya.

Selanjutnya, TSYD akan dilaksanakan pada tahun 2028 dengan Gereja Santa Maria Imakulata Paroki Tarakan sebagai tuan rumah.

Felicia Permata Hanggu dari Dumaring, Kalimantan Timur

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 30, Tahun Ke-78, Minggu, 28 Juli 2028

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles