HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 6 Juli 2025 Hari Minggu Biasa XIV Yes.66:10-14c; Mzm.66:1-3a, 4-5, 6-7a, 16-20; Gal.6:14-18; Luk.10:1-12, 17-20 (panjang) atau Luk.10:1-9 (singkat)
KETIKA seorang bapak memeriksakan diri ke rumah sakit, dokter memberitahukan hasilnya: ia divonis menderita kanker ganas. Ia menjadi lemas sedih. Masa depan menjadi suram, dan mengira hidupnya akan segera berakhir. Ia masih mengharapkan melihat anak-anaknya sukses, dan merasakan kebahagiaan bersama istri lebih lama. Namun, sebagai orang beriman, ia masih ingat akan pertolongan Tuhan.
Ia mulai berdoa dengan tekun, bahkan mengadakan doa novena mohon kesembuhan. Dokter sudah merencakan tindakan operasi. Semakin cemaslah ia dan tak bersemangat untuk hidup. Ketika waktunya tiba, sebelum dioperasi, dia diperiksa lagi. Terjadilah keterkejutan, dokter tidak lagi menemukan benjolan yang sebelumnya ia periksa sebagai kanker. Bahkan ketika diperiksa dengan lebih teliti, ia makin pasti bahwa telah bersih, hilanglah kankernya. Ia mengalami mukjizat, Allah telah menyembuhkannya.
Orang yang bergembira mengungkapkan perasaannya dengan bersorak-sorai, karena Allah mengalirkan keselamatan (bdk Yes.60:10-14), Hubungan dengan Allah bisa diibaratkan seperti seorang anak kecil yang sedang menikmati susu yang segar, digendong dan dibelai-belai dalam pangkuan ibunya. Ia merasa menjadi milik Allah, karena mengalami kesembuhan itu, sehingga ia merasa menjadi ciptaan baru (Gal.6:15). Dengan hati yang girang, ia mendapatkan damai sejahtera dan kasih karunia dari Allah. Itulah bayangan seorang yang sakit, kemudian disembuhkan seketika. Inilah tanda bahwa Kerajaan sudah dekat (Luk.10:9), dan orang beriman menantikan saat kedatangan Kerajaan Allah itu dengan penuh harapan.
Bacaan hari Minggu ini menumbuhkan optimisme kehidupan orang beriman, sehingga bisa memberikan kesaksian tentang sukacita yang mendalam di sekitarnya. Orang yang sungguh beriman kiranya tidak menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan dalam hidupnya. Beriman yang berarti berserah kepada Tuhan, malah bisa mengungkapkan syukur dalam kehidupan sehari-hari, karena Tuhanlah yang menyelenggarakan kehidupan.
Melalui Yesus yang diutus-Nya untuk karya keselamatan itu, Allah memberikan bukti yang jelas dengan mukjizat penyembuhan itu. Peristiwa ini tentu bisa memberikan semangat setiap orang beriman. Apa pun yang terjadi perlu disikapi dengan penyerahan diri kepada Allah sekaligus dengan doa yang tekun dan penuh harapan akan pertolongan Allah yang mampu membuat mukjizat dalam hidup kita.
Dari Sabda Tuhan yang kita dengar pada Minggu ini, lalu apa yang bisa kita buat sehubungan iman yang sudah kita terima sejak dibaptis sekian tahun yang lalu? Sudah selayaknya iman perlu senantiasa dipupuk, dikembangkan menjadi besar, sehingga iman kita menjadi iman yang dewasa, tahan uji, dan memberi kesaksian yang positif di sekitar kita. Tanda bahwa iman sudah menjadi dewasa dan kuat, antara lain, tidak goyah ketika diterpa pencobaan yang besar, dalam keadaan apa pun tetap bisa bersyukur. Tentu ini tidak mudah. Umumnya orang bersyukur karena mendapatkan hal yang baik, menyenangkan, dan memberikan kebahagiaan yang besar.
Kalau mengalami kegagalan, doa-doa belum atau tidak dikabulkan, maka kita belum mau untuk bersykur. Memang alasan untuk bersyukur itu umumnya karena ia merasa hidupnya sukses, semua keinginannya tercapai, dan tidak mengalami kesulitan yang berarti. Kiranya beriman seperti ini masih bisa dikategorikan sebagai iman yang belum dewasa dan kekanak-kanakan.
Iman yang makin kuat, diibaratkan sebagai manusia baru, yaitu berani menjawab kata-kata Yesus: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu”. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala” (Luk.10:2-3). Lalu saya berani menjawab, seperti Yesaya 6:8, “Ini aku, utuslah aku”.
Inilah ketaatan kepada Allah, karena ia yakin Allah akan memampukannya untuk melaksanakan tugas yang disampaikan oleh Allah. Hal senada disampaikan oleh Bunda Maria ketika menerima kabar dari malaikat: “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu”, meski pada awalnya dia meragukan: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi? “Sebab bagi Allah tak ada yang mustahil” (Luk.1:37. 38). Inilah sikap iman yang patut diteladani.
“Bersyukur karena hidupnya sukses semata masih dikategorikan sebagai iman kekanak-kanakan.”