web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Hari Ketiga SAGKI 2025 Merefleksikan Kehadiran Gereja di tengah Masyarakat

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMHari ketiga Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025, Rabu (5/11),  kembali menjadi ruang refleksi dan dialog mendalam tentang kehadiran Gereja di tengah masyarakat dan bangsa. Bertempat di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, sesi pertama hari ini menghadirkan tiga narasumber lintas bidang: Mgr. Adrianus Sunarko, OFM (Uskup Pangkalpinang), Dr. Agustinus Prasetyantoko (ekonom dan mantan Rektor Unika Atma Jaya), serta Yunarto Wijaya (Direktur Eksekutif Carta Politika).

Ketiganya mengupas arah perjalanan Gereja dan bangsa melalui perspektif sinodalitas, ekonomi, dan politik — tiga dimensi yang saling terkait dalam kehidupan beriman dan bernegara.

Mgr. Sunarko menegaskan bahwa Gereja sinodal bukan sekadar slogan, melainkan cara hidup umat Allah yang berjalan bersama dalam komunio dan misi. “Kita perlu memperkuat partisipasi, keterbukaan terhadap Roh Kudus, serta hidup secara transparan dan akuntabel,” ujarnya. Dengan cara itu, Gereja dapat tampil sebagai suara kenabian yang membawa harapan dan rekonsiliasi di tengah dunia yang kerap terbelah.

Baca Juga:  Maria Bunda Penasihat Baik Resmi Jadi Pelindung

Dari sisi ekonomi, Dr. Agustinus Prasetyantoko menyoroti pentingnya keadilan sosial sebagai fondasi kesejahteraan. Mengutip ekonom peraih Nobel, Amartya Sen, ia mengingatkan, “Tidak ada kemakmuran tanpa keadilan.” Menurutnya, Gereja memiliki peran besar dalam pendidikan sosial dan pembentukan etika publik yang menumbuhkan solidaritas, kejujuran, dan tanggung jawab bersama di ruang ekonomi nasional.

Sementara itu, analis politik Yunarto Wijaya mengajak peserta untuk menjaga “kewarasan demokrasi” di tengah arus cepat perubahan politik dan disinformasi. “Partisipasi warga adalah kekuatan moral bangsa,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan kritis bagi generasi muda agar mampu menjaga keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran dalam kehidupan berbangsa.

Ketiga narasumber sepakat bahwa Gereja tidak boleh berjalan sendirian. Ia harus hadir di tengah bangsa untuk membaca tanda-tanda zaman, mendengarkan jeritan umat, dan menaburkan benih harapan di tengah masyarakat Indonesia.

Hadir di Tengah Masyarakat

Baca Juga:  Pesan Paus di Rumah Sakit di Lebanon: Kita Tidak Boleh Melupakan Mereka yang Paling Rapuh

Sesi kedua diisi dengan kisah inspiratif dari empat sosok yang mewakili berbagai lapisan masyarakat: Prof. Tri Budi Raharjo, pakar gerontologi; Sunarman Sukamto, seorang difabel yang aktif memperjuangkan kemandirian penyandang disabilitas; Monika Bataona yang mewakili generasi muda (OMK); serta aktivis lingkungan hidup, Wima Chrisyanti.

Dalam sesi yang dimoderatori oleh Pastor Yus Ardianto, keempatnya berbagi kisah nyata tentang bagaimana mereka berupaya “hadir” dan bermanfaat bagi sesama baik di keluarga, masyarakat, maupun Gereja. Meski memiliki keterbatasan, baik usia lanjut maupun kondisi fisik, mereka menunjukkan bahwa pelayanan dan kasih tidak mengenal batas.

Prof. Tri Budi menekankan pentingnya perhatian pastoral terhadap para lansia di lingkungan Gereja. Sementara Sunarman mendorong agar para difabel diberi ruang untuk mandiri dan percaya diri. “Kita semua bisa menjadi berkat, apa pun kondisi kita,” ujarnya penuh semangat.

Moderator Pastor Yus mencatat bahwa banyak dari mereka justru lebih aktif di tengah masyarakat daripada di lingkungan Gereja — hal yang diamini Wima Chrisyanti. “Itu bukan persoalan. Justru di sanalah kami bersaksi, di dunia yang lebih luas dan kompleks,” katanya.

Baca Juga:  Dalam Misa di Beirut, Paus Leo: Bebaskan Hati Kita untuk Membawa Perdamaian dan Keadilan ke Lebanon

Dalam konferensi pers SAGKI,  Anggota Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap menegaskan bahwa semangat SAGKI 2025 harus diwujudkan dalam tindakan nyata. “Berjalan bersama tidak cukup diucapkan. Itu harus dialami dalam relasi kita dengan sesama, terutama yang lemah dan tersisih,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Gereja harus menjadi ruang di mana setiap orang merasa diterima dan diutus. “Kita dipanggil untuk menghadirkan wajah Allah yang penuh belas kasih di tengah masyarakat yang haus akan harapan.”

Melalui SAGKI 2025, Gereja Katolik Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk berjalan bersama bangsa untuk menghadirkan wajah Allah yang penuh belas kasih, serta menumbuhkan kehidupan sosial yang lebih adil, terbuka, dan berkeadaban.

Felicia Permata Hanggu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles