web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Dua Batubara: Dua Jalan, Satu Arah

5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Ada duka mendalam yang menghiasi wajah Gereja Indonesia, khususnya umat di Keuskupan Agung Medan tatkala kabar wafatnya Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap tersebar di berbagai media sosial pada Jumat, 17 Oktober 2025, pukul 09.13 WIB di Rumah Sakit Santa Elisabeth, Medan, dalam usia 91 tahun.

Sebagai Uskup yang pernah menggembalakan umat di  Keuskupan Agung Medan, beliau dikenal bukan hanya sebagai gembala yang teguh dalam iman, tetapi juga sebagai bapa rohani yang dekat dengan orang miskin. Dalam hidupnya, ia memadukan ketegasan gembala dan kelembutan berpastoral seorang fransiskan: mencintai Gereja, menghidupi kemiskinan Injili, dan menaruh perhatian besar pada pembinaan kaum muda serta karya pendidikan Katolik di Sumatra Utara.

Wajahnya yang teduh dan senyumnya yang tulus menjadi saksi nyata dari kasih yang tumbuh dari doa dan pelayanan. Ia telah mengajarkan bahwa menjadi gembala bukan soal jabatan, tetapi soal hati yang mau melayani dan setia pada salib Kristus. Dalam banyak kesempatan, Mgr. Pius menegaskan bahwa “Gereja harus berjalan bersama umat, bukan di atas mereka.”

 Perjumpaan Dua Pribadi yang Satu Roh

Banyak kisah perjalanan Mgr. Pius bersama umat selama masa penggembalaannya. Dari kisah  yang beliau tuturkan ”Dalam Sebuah Pengakuan Uskup Emeritus Pius Datubara OFMCap” ia mengungkapkan persahabatannya dengan Bapak Cosmas Batubara. Dalam perjalanan Gereja Katolik di Indonesia, kita jarang menemukan kisah dua pribadi yang begitu berbeda jalan hidupnya, namun berjalan dengan arah batin yang sama. Dalam catatan Mgr. Pius, tampak jelas bahwa relasinya dengan Cosmas bukan sekadar hubungan keluarga karena berasal dari marga yang sama tetapi juga perjumpaan yang satu roh.

Mgr. A. G. Pius Datubara, OFMCap., uskup pertama berdarah Batak, gembala yang setia dan rendah hati, menempuh jalan doa, pelayanan, dan kesunyian biara. Sementara itu, Cosmas Batubara, politisi dan negarawan Katolik, mengabdikan dirinya di dunia publik — di tengah hiruk pikuk bangsa dan pergulatan sosial. Dari seorang guru muda Yayasan Strada, ia bertransformasi menjadi tokoh nasional: aktivis mahasiswa, pendiri Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), anggota DPR-GR, hingga menteri di tiga kabinet Presiden Soeharto. Cosmas dikenal tekun, tangguh, dan konsisten. Ia seorang negarawan yang menjadikan politik sebagai pelayanan. Ia memperjuangkan perumahan rakyat, merintis program rumah susun dan Kredit Perumahan Rakyat (KPR), serta mendorong konsep kota satelit yang kini menjadi wajah urban Indonesia modern.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Dua sosok ini seakan menempuh dua jalan panggilan, namun digerakkan oleh satu Roh yang sama: Roh kasih dan pengabdian. Dalam kata-kata Mgr. Pius, Bapak Cosmas bukan hanya seorang sahabat lama, tetapi juga ‘orang Katolik yang baik selama hidupnya, orang yang memiliki bakat menjadi teman baik.’

Mereka bersahabat sejak muda — satu di jalan Gereja, satu di jalan negara — dan keduanya bertemu dalam titik yang sama: pelayanan demi kasih Kristus. Dalam pertemuan dua jiwa itu, kita menemukan cermin dua wajah panggilan yang saling menyinari. Yang satu mengajarkan bagaimana berdoa di tengah kesunyian, yang lain menunjukkan bagaimana berdoa sambil bekerja untuk bangsa.

Mereka tak saling menasihati, melainkan saling memahami. Di setiap percakapan ringan, di setiap tatapan penuh hormat, ada semacam pengakuan batin: bahwa kasih yang sejati tak mengenal batas biara maupun gedung parlemen. Kasih hanya butuh ruang untuk tumbuh — di hati yang melayani.

Sepasang Sepatu dan Makna Persahabatan

Kisah sepatu baru yang dibelikan Bapak Cosmas Batubara menjelang keberangkatan Mgr. Pius ke Roma pada tahun 2019 menjadi hadiah terakhir dan simbol sederhana namun sarat makna. Cosmas, dengan penuh perhatian, memerhatikan setiap detail — dari pakaian hingga sepatu — agar sahabatnya tampil layak dalam kunjungan Ad Limina Apostolorum ke Paus Fransiskus.

Baca Juga:  Bekas Mobil Paus Fransiskus Jadi Klinik Kesehatan Keliling di Gaza
Mgr. A.G. Pius Datubara, OFM Cap dan Cosmas Batubara berjalan bersama menuju toko sepatu di Jakarta. (Foto: Dokpri)

Di toko sepatu itu, Cosmas memperhatikan langkah Mgr. Pius dengan mata yang hangat. Ia tertawa kecil ketika melihat sahabatnya mencoba berjalan dengan sepatu lama yang sudah kusam. “Bapak Uskup, sepatu itu tidak bagus, jangan dipakai lagilah!” ujarnya sambil menepuk lembut bahu sang uskup. Aroma kulit sepatu baru dan tawa ringan mereka memenuhi ruangan kecil itu — seolah waktu berhenti di antara dua sahabat tua yang saling menjaga. Mgr. Pius tersenyum, separuh malu, separuh terharu. “Ah, Cosmas, sepatu ini masih kuat,” katanya pelan.

Tapi Cosmas menggeleng, menatapnya dengan cara yang hanya dimiliki seorang sahabat lama — pandangan yang memadukan hormat dan kasih. Ia lalu mengulurkan sepasang sepatu hitam, mengajak Mgr. Pius mencobanya. “Kalau Bapak Uskup ke Roma, biarlah sepatu ini yang menemani langkahmu,” katanya. Bagi Mgr. Pius, hadiah itu bukan sekadar barang baru, melainkan tanda cinta yang sederhana tapi suci. “Banyak orang bisa memberi hadiah,” kenangnya kemudian, “tetapi tidak semua hadiah diberikan dengan hati yang baik.”

Dua Jalan Pengabdian: Gereja dan Bangsa

Mgr. Pius Datubara dan Cosmas Batubara tidak pernah saling menyaingi dalam panggilan. Mereka justru saling melengkapi. Mgr. Pius mempersembahkan hidupnya untuk menyapa jiwa, sementara Cosmas mempersembahkan dirinya untuk melayani masyarakat dan bangsa. Dua bentuk pelayanan ini menegaskan satu kebenaran: Gereja tidak hanya hidup di altar, tetapi juga di jalan-jalan kota dan desa.

Dalam diri Cosmas, iman diwujudkan dalam dedikasi publik, integritas, dan kasih terhadap sesama. Dalam diri Mgr. Pius, iman menjadi nyala doa yang menghidupi Gereja di Sumatera Utara. Keduanya menempuh dua jalan berbeda — tetapi menuju arah yang sama: menghadirkan wajah kasih Allah dalam kehidupan nyata.

Baca Juga:  Maria Bunda Penasihat Baik Resmi Jadi Pelindung

Dua Jalan Pengabdian

Mereka berdua bagaikan dua sisi dari satu jiwa yang sama. Yang satu berdoa dalam sunyi altar Gereja, yang lain bersuara di ruang bangsa. Yang satu menyalakan cahaya iman, yang lain menyalakan nyala pengabdian. Di antara mereka, tak pernah ada jarak—hanya dua cara berbeda untuk mencintai Tuhan dan Indonesia.

Kini keduanya telah menutup langkah di bumi, berjalan pulang ke Rumah Bapa dengan sepatu yang sama: sepatu kasih yang menempuh jalan panjang pelayanan. Dua peziarah ini telah tiba di tujuan yang sama, di mana tak ada lagi batas antara doa dan karya, antara Gereja dan bangsa, sebab di hadapan Sang Cinta, semua jalan akhirnya berpelukan. Kisah Mgr. Pius Datubara dan Cosmas Batubara adalah kisah tentang dua nyala api yang tak pernah padam—satu menghangatkan altar, satu menerangi negeri.

Keduanya berpijar dari bara yang sama: kasih yang menundukkan ambisi dan menggerakkan pengabdian. Dalam kehidupan mereka, kasih bukan kata, melainkan arah; bukan ajaran, melainkan napas. Dan kini, ketika keduanya telah tiba di pangkuan Tuhan, kita tahu: tak ada perpisahan dalam kasih yang sejati. Hanya ada penyatuan dalam terang yang abadi, di mana segala langkah, segala doa, dan segala pelayanan akhirnya berpulang ke sumbernya — Sang Cinta yang mereka layani seumur hidup.

Pastor Mateus Leonardus Batubara, OFM, Ketua Yayasan Santo Fransiskus Jakarta

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 45, Minggu, 9 November 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles