HIDUPKATOLIK.COM – Peluncuran buku Suster Kargo: Suka-Duka Pelayanan Pekerja Migran menyibak jalan sunyi yang ditempuh Suster Laurentina, SDP sebagai seorang biarawati yang membaktikan hidupnya untuk pelayanan pekerja migran yang pulang tinggal nama dalam kargo jenazah.
Ia memilih jalan sunyi, jalan pengabdian total dalam Kongregasi Sisters of the Divine Providence (SDP), dan sejak itu, hidupnya menjadi kapal pengangkut kasih–mengantar harapan ke pelabuhan-pelabuhan yang paling remuk. Bukan panggung yang ia cari, melainkan ladang tugas di mana manusia yang tertindas perlu ditemukan dan disembuhkan.

Hal ini dikemukakan Ketua Umum Sahabat Insan, Pastor Ignatius Ismartono, SJ dalam peluncuran dan bedah buku Suster Kargo: Suka-Duka Pelayanan Pekerja Migran di Griya OBOR, Jakarta Pusat, Jumat, 12/12/2025.
Buku ini diterbitkan oleh OBOR pada awal Desember 2025. Dtulis oleh Suster Laurentina sendiri, buku ini merekam jejak perjalanannya sebagai seorang biarawati SDP (Suster-Suster Divina Provvidenza) dan terutama karyanya melayani para pekerja migran yang berbasis di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Hadir dalam momen peluncuran ini jaringan peduli pekerja migran seperti Kelompok Sahabat Insan, Komunitas Talitacum, Peduli Kasih Hongkong, Yayasan Santo Markus, Beranda Migran, dan Komunitas Gua Maria Kanaan (KGMK). Hadir pula para pimpinan Penerbit dan Toko Rohani OBOR dan sahabat-sahabat Suster Laurentina, SDP.

Menurut Pastor Ismartono, buku Suster Kargo: Suka-Duka Pelayanan Pekerja Migran bukan sekadar karya tulis, melainkan terutama kesaksian hidup, sebuah nyala kecil yang mampu menerangi ruang-ruang gelap ketidakadilan.
“Di dalamnya, kita menemukan perjalanan iman yang membumi, keberanian yang tidak berteriak namun bekerja, dan kasih yang tidak dipamerkan tetapi dirasakan oleh mereka yang dilayani,” katanya.
Pastor smartono mengapresiasi kegigihan dan kesetiaan Suster Laurentina dalam melayani para pekerja migran, juga keberaniannya membawa berita pilu bagi keluarga korban sekaligus bersama keluarga korban melawan para oknum mafia perdagangan orang yang juga sering kali di-back up oknum aparat.
“Sr. Laurentina dengan hati bening telah memberi dirinya bagi mereka yang paling rentan: para buruh migran, para korban perdagangan manusia, dan mereka yang terperangkap dalam dalam kesunyian penderitaan,” kata Pastor Ismartono.
“Sr. Laurentina tidak hanya berjalan bersama mereka, ia menjadi keluarga bagi yang kehilangan keluarga, menjadi rumah bagi yang terusir, menjadi sura bagi yang dibungkam,” tambah Pastor Ismartono.
Dorongan Teman-teman
Suster Laurentina yang datang dengan jubah biaranya sebagai anggota tarekat SDP menuturkan, lahirnya buku tersebut sebenarnya karena dorongan teman-temannya di jejaring peduli migran, baik yang ada dalam negeri maupun yang ada di luar negeri seperti Malayasia, Hongkong, Taiwan, dan lain-lain.
“Saya tidak pandai menulis,” ujar Suster Laurentina merendah.
“Ini bukan karya saya seorang diri, tapi karya teman-teman saya di jejaring peduli migran,” tambah Suster yang baru saja merayakan perak hidup membiara itu.
Sementara dalam testimoni tertulis tentang buku itu, Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran (KKMP) Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Sipianus Hormat mengatakan, buku karya Suster Laurentina ini “mengajak kita menyelami perjalanan rohani dan kemanusiaan yang melampaui tembok biara, menembus ruang kargo bandara, jalanan desa hingga rumah-rumah duka–tempat wajah Allah yang tersalib hadir dalam pekerja migran yang pulang tinggal nama.”
Tidak Takut
Suster Laurentina yang dijuluki “Suter Kargo” karena sering mengurusi kargo jenazah pekerja migran dalam sharingnya mengaku tidak takut dengan ancaman atau rintangan yang muncul.
“Tuhan berada di sini itu cukup bagi saya, sehingga ketika naik kapal atau naik pesawat saat mengantar jenazah-jenazah itu, saya tidak tidak takut,” ujarnya.
Sejauh ini, kata dia, belum pernah mendapat teror atau intimidasi langsung, hanya disindir saja melalui media.
“Saya pernah disindir mengeksploitasi jenazah oleh seorang pejabat kedutaan,” kata Suster Laurentina menjawab pertanyaan peserta terkait tantangan yang dihadapinya dalam pelayanan kargo jenazah pekerja migran.
Laporan Rian Saffio (Jakarta)






