Membentuk Karakter Anak

315
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh, saya ingin bertanya, sampai umur berapakah orangtua masih bisa membentuk karakter anak?

Theresia Ariani, Bekasi

Ibu Ariani terkasih, terima kasih untuk pertanyaan yang diajukan kepada kami. Ada dua pertanyaan yang Ibu ajukan, yakni tentang pembentukan karakter dan kemandirian anak. Pertama, mengenai pembentukan karakter. Mungkin belakangan banyak terdengar keluhan tentang anak yang tak tahu sopan santun, mental “tempe”, senang segala sesuatu yang instant, kurang tekun, tak tahu cara berkomunikasi yang tepat, mudah baper (bawa perasaan), kurang daya juang, kurang mandiri, kurang bertanggung jawab, dan lain sebagainya. Keluhan-keluhan tersebut berkaitan dengan permasalahan karakter.

Karakter merupakan kumpulan dari berbagai pola emosi, cara berpikir, dan juga perilaku yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan hasil pembelajaran dari berbagai pengalaman. Semua itu akan memengaruhi caranya berpikir, merasa dan berperilaku. Karakter seseorang tidak akan terbentuk begitu saja. Ada banyak faktor yang berperan dalam proses pembentukan karakter tersebut. Proses itu sudah dimulai sejak anak terlahir, bahkan sejak masih dalam kandungan, kemudian berkembang dan bertumbuh menjadi dewasa di lingkungan keluarga, berinteraksi dengan teman-teman sepermainan di masyarakat, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah.

Menurut Freud, salah satu tokoh psikologi kepribadian, pembentukan karakter dari usia dini akan berpengaruh pada kepribadiannya di masa dewasa kelak. Selain itu, menurut tokoh psikologi kepribadian lain yaitu Erikson, keberhasilan orangtua dalam keluarga untuk membantu anaknya mengatasi konflik kepribadian sejak usia dini bisa berperan dalam keberhasilan anaknya dalam kehidupan sosial pada masa dewasa.

Secara umum, pendampingan yang sehat untuk dilakukan kepada anak secara intens yaitu sampai dengan usia remaja (sekitar usia 17-18 tahun). Pada masa tersebut amat diharapkan seseorang sudah mulai bisa menemukan identitas dirinya.

Proses pembentukan karakter anak tak sepenuhnya hanya dipengaruhi oleh pola asuh ataupun peran orangtua di rumah, maupun pihak sekolah, dan juga masyarakat. Untuk saat ini, melihat perkembangan zaman, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan juga teknologi informasi, sangat mungkin punya peran yang cukup besar dalam proses pembentukan karakter anak.

Penanaman nilai-nilai moral dirasa penting untuk dilakukan selama proses pembentukan karakter ini. Dari pengalaman penanaman nilai-nilai tersebut, perlu juga untuk dipraktekkan oleh anak di dalam kehidupannya, baik di dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakatnya.

Hal-hal yang bisa diupayakan dalam proses itu adalah pertama, pihak keluarga, sekolah, dan juga masyarakat sekitar anak diharapkan bisa menjadi model atau memberi keteladanan atas nilai-nilai moral khususnya bagi anak-anak, baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat.

Kedua, semua pihak tersebut perlu menjalankan pola pendidikan bagi anak yang mampu mendorong atau memotivasi anak untuk melakukan hal-hal yang baik di manapun mereka berada. Hal baik itu misalnya berperilaku sopan, taat pada aturan, menolong orang lain yang membutuhkan bantuan, menjalankan ritual berdoa baik sebelum dan sesudah makan dan tidur, mau belajar untuk mengatakan terima kasih, minta tolong, maaf, permisi, membereskan tempat tidurnya sendiri, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya.

Pengalaman untuk melakukan hal baik itu secara langsung dirasa lebih bermakna dan berdampak positif dalam membentuk karakter anak daripada hanya sebatas nasehat atau perintah, apalagi tanpa adanya contoh atau model dari orang dewasa yang ada di sekitar anak. Maka, mari bantu anak untuk bertemu dengan lingkungan yang membantunya membentuk karakter yang positif karena berada di lingkungan yang positif pula, serta bersedia menjadi model yang baik bagi mereka. Pengalaman untuk melakukan hal baik itu secara langsung dirasa lebih bermakna dan berdampak positif dalam membentuk karakter anak daripada hanya sebatas nasehat atau perintah, apalagi tanpa adanya contoh atau model dari orang dewasa yang ada di sekitar anak.

Fransisca Rosa Mira Lentari

HIDUP NO.09 2019, 3 Maret 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here