HIDUPKATOLIK.COM – Kardinal Christoph Schönborn menyatakan rasa duka yang mendalam atas penembakan brutal yang terjadi di sebuah sekolah di Graz pada Selasa (10/6) sekitar jam 10 pagi waktu setempat. “Bagaimana mungkin kita bisa menemukan kata-kata yang tepat menghadapi pembunuhan tanpa makna terhadap para remaja dan guru mereka pagi ini di Graz?” tulis kardinal tersebut di akun media sosialnya. Di balik semua keterkejutan, duka dan kecemasan, muncul satu pertanyaan besar, “Mengapa?” Dan untuk pertanyaan itu, barangkali tak akan pernah ditemukan jawaban yang benar-benar memuaskan. Pikiran dan doanya pertama-tama ditujukan bagi para korban, serta orang tua, keluarga dan teman-teman mereka — “terutama bagi mereka yang masih terus cemas akan nasib anak-anak mereka,” lanjut Schönborn. Ia juga menambahkan, “Doa membantu kita untuk saling mendekat dan saling menjaga. Kejahatan dan kematian tidak akan menjadi kata terakhir.”

Paus Leo XIV dalam audiensi umum di Lapangan Santo Petrus, Rabu (11/6) mengatakan, “Saya mempersembahkan doa-doa saya bagi para korban tragedi yang terjadi di sekolah di Graz. Saya berduka bagi para keluarga, para guru dan para siswa. Semoga Tuhan mengaruniakan damai surgawi bagi anak-anak mereka.”
Mantan siswa menembak secar brutal
Peristiwa penembakan brutal itu terjadi pada Selasa (10/6) pagi di Sekolah Menengah BORG Dreierschützengasse, Graz Austria. Diketahui seorang mantan siswa berusia 21 tahun yang tidak menyelesaikan studinya, tiba-tiba melakukan penembakan secara brutal menggunakan pistol genggam dan senapan laras panjang. Aksi penembakan itu dilakukannya seorang diri dan ditujukan di 2 ruang kelas. Setelah melakukan penembakan brutal itu, pelaku menembak dirinya sendiri di toilet.
Menurut catatan kepolisian, pelaku tidak memiliki catatan kriminal dan ia memiliki senjata tersebut secara legal. Salah satu senjata yang digunakannya, baru dibelinya beberapa hari sebelum kejadian. Selain itu, di kamar pelaku ditemukan surat perpisahan yang ditujukan kepada orang tuanya. Surat tersebut ditemukan dalam bentuk cetak dan digital. Sehingga diduga pelaku memang merencanakan aksinya tersebut. Diduga bahwa pelaku melakukan hal tersebut karena merasa sakit hati atau frustasi akibat mengalami bullying semasa ia bersekolah disana. Ahli forensik TI kini sedang menyelidiki ponsel, komputer dan barang pribadi pelaku untuk mendapatkan wawasan lebih dalam mengenai profil psikologis dan motif di balik tindakan luar biasa ini.

Akibat penembakan brutal itu, 11 orang dinyatakan tewas (7 siswa dan 4 orang dewasa). Ketujuh siswa/i yang tewas berusia 14 sampai 17 tahun. Korban luka parah dan kritis hingga saat ini diketahui sejumlah 12 orang. Palang Merah Austria segera menggalang aksi donor darah untuk menolong para korban kritis dan luka berat.
Peristiwa ini menjadi duka nasional bagi Austria. Pemerintah setempat menetapkan masa berkabung selama 3 hari. Seluruh kegiatan massal di Graz dalam tiga hari sejak peristiwa tersebut, harus ditunda dan kegiatan massal di Graz dalam minggu ini dan minggu depan harus dibatalkan. Di berbagai bangunan instansi pemerintahan dipasang bendera setengah tiang, sedangkan gereja-gereja memasang bendera hitam sebagai tanda duka. Menteri Pendidikan Austria, Christoph Wiederkehr menetapkan sekolah tersebut ditutup sementara waktu dan akan kembali beroperasional pada Senin (16/6) mendatang. Seluruh foto ataupun video kejadian dilarang untuk disebarluaskan. Kementrian Dalam Negeri Austria telah menyediakan platform khusus bagi siapapun yang memiliki dokumentasi peristiwa mengerikan tersebut dan dapat mengirimkannya melalui platform tersebut. “Mohon untuk tidak mengunggah materi tersebut ke media sosial, demi menjaga keselamatan tim penyelamat, kelancaran penyelidikan dan menghormati para korban,” demikian imbauan resmi kepolisian Austria.
Duka Graz, Duka Gereja
Menyikapi peristiwa tragis tersebut, Gereja Katolik Austria pun tidak tinggal diam. Ini adalah tragedi kemanusiaan. Gereja-gereja Austria mengibarkan bendera hitam. Seluruh gereja di Graz membunyikan lonceng pada Rabu (11/6) jam 10 pagi, demikian pula Stephansdom di Vienna membunyikan pummerin selama 7 menit. Apostolik Administrator Joseph Gründwidl memimpin doa khusus bagi para korban di Stephansdom Vienna pada Rabu (11/6) jam 17 dan banyak masyarakat memasang lilin serta meletakkan bunga di halaman Stephansdom sebagai bentuk duka dan empati.
Sebagaimana Yesus katakan bahwa “Akulah jalan, kebenaran dan kehidupan”, maka kematian bukanlah akhir dari segalanya. Semoga berkat kasih karunia Allah dan doa-doa kita membawa jiwa para korban menuju kehidupan surgawi. Semoga kejahatan yang telah terjadi, membuka dan menyadarkan hati nurani kita sebagai umat Kristiani untuk selalu menebarkan kasih dan kebaikan.
Ditulis dari Vienna Austria: Bene Xavier (Kontributor)






