HIDUPKATOLIK.COM – RABU, 9 Juli 2025, Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas (FCh) di Indonesia genap berusia 99 tahun. Pada hari yang sama, kongregasi yang berpusat di Palembang, Sumatra Selatan, ini meluncurkan rangkaian kegiatan yang berlangsung selama satu tahun untuk menyambut 100 tahun hari jadinya. Berikut wawancara Majalah HIDUP dengan Suster M. Patricia, FCh:
Kapan Suster mulai berkarya sebagai Pemimpin Umum kongregasi?
Saya menjadi Pemimpin Umum (PU) sejak 29 November 2023. Pemilihan dilakukan saat kapitel umum pada November 2023. Kapitel umum dilaksanakan setiap lima tahun, yang diakhiri dengan pemilihan PU dan Dewan Pemimpin Umum (DPU). Pemilihan PU sesuai konstitusi kongregasi, termasuk tata cara pengaturannya. Selain Wakil PU, anggota DPU ada tiga orang.
Apa visi-misi dan spiritualitas kongregasi?
Spiritualitas kongregasi adalah belarasa-yang-tak-terbagi. Meski kami sudah mandiri sejak 1 Desember 1991 namun karisma pendiri, Muder Theresia Saelmaekers, tetap kami hidupi. Karisma yang diwariskan “Ibu Pendiri” adalah “Dalam kegembiraan, kesederhanaan, dan terutama dalam cinta kasih membantu sesama manusia sambil berdoa serta berkurban, menampakkan sukacita hidupmu sendiri di tengah orang sakit dan orang miskin.” Spiritualitas kongregasi mengalir dari karisma pendiri ini.

Visi-misi khusus untuk unit karya, yang diharapkan mengakar dan mengalir dari spiritualitas kongregasi. Sementara tujuan kongregasi adalah “menyucikan seluruh anggota dalam kondisi apa pun dan di mana pun melalui cara hidup seturut nasihat-nasihat Injil dan dengan memelihara, menghayati, serta mewujudkan identitas kongregasi sesuai dengan karisma pendiri.” Kami terus menerus mencoba menghidupi semangat ini.
Tahun depan kongregasi merayakan 100 tahun. Bagaimana perjalanannya selama ini?
Seratus tahun adalah perjalanan panjang penuh dinamika dan makna. Seratus tahun tidak mungkin ada kalau tidak dimulai dari hari pertama. Pada 9 Juli 1926, lima misionaris pertama kami tiba di Indonesia dan mengawali pelayanan kesehatan di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga.
Begitu berat tantangan para suster pendahulu ini. Namun mereka tidak kenal lelah dan tetap tangguh, ulet, berani menanggung resiko, dan memiliki semangat daya juang sehingga karya mereka terus berkembang, tidak hanya di bidang kesehatan tetapi merambah ke bidang pendidikan, pastoral kategorial, dan pastoral sosial. Tantangan yang terus datang tidak menghambat daya juang mereka, dan buah-buah pengorbanan mereka dapat kami rasakan sampai saat ini.
Dalam kondisi tidak menentu, mereka terus melayani. Perkembangan pelayanan ini diiringi dengan pertumbuhan panggilan hidup membiara. Panggilan mulai bertumbuh dan berkembang di Indonesia. Suster-suster dari Indonesia mulai bertambah. Kongregasi terus berkembang dalam karya pelayanan.

Sejak kongregasi mandiri di Indonesia, Tuhan terus memberikan berkat-Nya kepada kongregasi. Tata kelola kepemimpinan semakin berkembang. Kami berbenah mulai dari bagian terdalam, yaitu menemukan kembali ciri khas kongregasi, spiritualitas, dan nilai-nilai yang harus diperjuangkan seluruh anggota serta menghidupi semangat pendiri dalam pelayanan sehari-hari melalui nilai-nilai keutamaan kegembiraan, kesederhanaan, cinta kasih, doa, kurban dan sukacita.
Ada berbagai tantangan, seperti kedalaman hidup, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perkembangan generasi. Namun ini semua tidak mengurangi semangat kami untuk menghadirkan diri. Tantangan ada tidak untuk dihindari tetapi dirangkul, seperti kami merangkul kerapuhan dan sesama kami.
Kami mau berjalan, berjuang, dan berharap bersama serta menjadi tanda pertobatan. Kami mau memperdalam akar kami. Akar akan iman kepada Allah yang mengosongkan diri dan akar pada spiritualitas pendiri kami agar kami bertumbuh dan berkembang dengan penuh kasih. Dan buah-buah kehadiran dan pelayanan kami semakin dirasakan oleh Gereja, dunia, dan semesta.
Dari sekian banyak tantangan, apa saja tantangan tersulit?
Kepemimpinan. Zaman sekarang demokratis dan penuh keterbukaan. Adaptasi dengan lingkungan dan sikap kritis menjadi penting. Tantangan lainnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mengubah cara pandang kongregasi dalam berinteraksi dengan dunia luar.
Jumlah anggota yang fluktuatif, panggilan yang timbul-tenggelam, dan perubahan zaman juga menjadi tantangan. Kami mencoba cara-cara kekinian supaya kongregasi dikenal dan mulai dicintai orang muda guna menumbuhkan semangat dan jiwa panggilan dalam hati mereka.
Juga masalah kemanusiaan yang semakin kompleks, seperti pelecehan, perdagangan, dan pembunuhan. Semua terjadi karena kurangnya kualitas hati nurani. Kongregasi tertantang untuk membina anggota agar semakin memiliki dan meningkatkan kualitas hati nurani bagi sesama. Kongregasi berbenah dalam pelayanan, memperluas jejaring, merangkul semakin banyak orang miskin, menderita, tersingkir, dan difabel. Kongregasi juga mendukung gerakan anti-perdagangan manusia serta sayang bumi dan alam semesta. Kongregasi hadir menjadi bagian dari Gereja dan berjalan bersama Gereja Lokal serta melayani Tuhan, sesama, dan alam semesta demi pengudusan diri, pelayanan, dan kemuliaan Tuhan.
Tantangan yang terus ada adalah konsumerisme, hedonisme, individualisme, dan sekularisme. Ini bisa terjadi dengan sangat pelan dan nyaris tidak kelihatan, merambah dan masuk ke biara-biara. Perlunya mendengarkan suara hati menjadi pesan penting untuk terus melakukan discernment.
Bagaimana dengan karya-karya kongregasi?
Kami berkarya di bidang kesehatan, pendidikan, kategorial, dan sosial.
Untuk karya kesehatan, kami punya Charitas Group. Di Palembang ada Charitas Hospital Palembang, Charitas Hospital Km. 7, Charitas Hospital Kenten, Klinik Charitas Lidwina, Klinik Charitas Fransiskus, Klinik Charitas Kartini, dan Klinik Charitas Pasang Surut. Di Belitang ada Charitas Hospital Belitang dan praktek dokter Bina Karsa. Ada pula praktik mandiri perawat di Tanjung Sakti. Di Bengkulu ada Charitas Hospital Arga Makmur. Di Yogyakarta ada Charitas Hospital Klepu. Untuk karya pendidikan, kami punya TK-SMA di Jakarta, TK-SMP di Batam, TK-SMP di Belitang, dan Universitas Katolik Musi Charitas (UKMC) di Palembang.

Untuk karya sosial, kami melayani orang lanjut usia (lansia) di panti jompo, mengangkat ekonomi kaum menengah melalui koperasi atau credit union (CU), dan melayani panti asuhan milik Keuskupan Agung Palembang, bekerja sama dengan para imam SCJ.
Sementara karya kategorial dilakukan melalui pelayanan di rumah retret bekerja sama dengan para imam SCJ, kursus babysitter, penitipan anak, dan asrama bagi siswa SMP-SMA dan mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UKMC.
Ada pula karya pastoral parokial dan pastoral kehadiran. Kami hadir dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan paroki dan kelompok-kelompok kategorial, seperti Bina Iman Anak (BIA), Legio Maria, dan Orang Muda Katolik (OMK) serta menjadi tenaga sukarela di beberapa komisi di Keuskupan Agung Palembang.
Kami hadir di delapan keuskupan di Indonesia: Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Padang, Keuskupan Tanjungkarang, dan Keuskupan Timika. Kami juga hadir di Keuskupan Breda, Belanda, dan Keuskupan Paramaribo, Suriname, serta Keuskupan Jackson di Mississippi, Amerika Serikat.
Berapa jumlah anggota saat ini?
Data tahun 2025 mencatat 291 suster dan postulan. Ada 15 novis, 9 postulan, 51 yunior, 26 purnabakti, dan 7 senior. Sisanya adalah medior. Tahun ini, jumlah komunitas kami berjumlah 39, yang terletak di empat negara, yakni Indonesia, Belanda, Suriname, dan Amerika Serikat. Pada Agustus 2025, kongregasi akan membuka komunitas baru dengan mengutus dua suster untuk memulai misi di Mississippi, Amerika Serikat.
Menyambut 100 tahun kongregasi, apa saja langkah yang akan diambil ke depan?
Refleksi dan memperdalam hidup rohani anggota. Terus mengusahakan dan memastikan bahwa karisma pendiri dihidupi oleh mereka melalui hidup doa, persaudaraan, dan karya pelayanan. Meningkatkan kesaksian hidup nyata dalam pelayanan. Hadir di tengah-tengah umat dan bersama mereka dalam hidup menggereja. Semakin memberi hati dan peduli.
Pembinaan atau formasi menjadi poin penting. Menyiapkan suster yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, dan rendah hati. Ongoing formation juga sangat penting bagi kongregasi supaya mereka semakin berbobot dalam hidup sehingga tidak terjadi burnout dalam pelayanan.
Selain itu, pengembangan sumber daya manusia, baik formal maupun non-formal, untuk mendukung karya pelayanan. Berjejaring untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas karya. Bekerja sama dengan keuskupan-keuskupan dan lembaga-lembaga untuk memperluas karya Allah. Pengelolaan aset secara lebih baik dan transparan serta penggunaan media sosial yang cermat dan bijak.
Bagaimana Suster merefleksikan perjalanan menyambut 100 tahun ini?
Seratus tahun adalah momentum sakral untuk melihat kembali keajaiban yang telah Tuhan lakukan melalui kongregasi dan karyanya. Merayakan 100 tahun adalah kesempatan emas untuk membarui komitmen, menguatkan identitas, dan menyambut masa depan kongregasi dengan semangat pendiri. Seratus tahun bukan perkara seremonial yang mewah, megah, wah dan gembira sana-sini namun justru dalam keprihatinan ada sukacita dan syukur. Bukan lagi waktunya bertanya “saya mendapat apa dari kongregasi” melainkan “apa yang dapat saya sumbangkan bagi kongregasi tercinta ini.”
Katharina Reny Lestari dari Palembang, Sumatra Selatan
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 29, Tahun Ke-79, Minggu, 20 Juli 2025





