web page hit counter
Sabtu, 2 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Preventif daripada Kuratif

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah menanggapi dan mengirimkan jawaban atas surat edaran dari Panitia Sinode di Roma.

Terkait dengan persiapan Sinode Luar Biasa tentang Keluarga, Oktober mendatang, Sekretaris Komisi Keluarga (Komkel) KWI, RP Hibertus Hartono MSF memberikan penjelasan kepada HIDUP, Kamis, 13/3, di ruang kerjanya. Berikut petikannya:

Bagaimana proses KWI menanggapi edaran terkait Sinode tentang Keluarga?

Surat Panitia Sinode Luar Biasa tentang Keluarga dan Evangelisasi (18 Oktober 2013), telah disampaikan pada para uskup dalam Sidang Tahunan KWI, 13 November 2013. Para uskup membicarakan langkah-langkah untuk menindak lanjuti. Disepakati, seluruh keuskupan akan menjawab kuesioner dari Panitia Sinode. Sekretariat KWI ditugaskan untuk mengumpulkan jawaban itu, sementara Komkel KWI di minta merangkumnya. Karena jawaban KWI harus sudah diterima Panitia Sinode pada akhir Januari 2014, Sekretariat KWI minta agar jawaban bisa terkumpul pada medio Januari 2014. Akhir Januari 2014, rangkuman jawaban dikirimkan Sekretariat KWI pada Panitia Sinode di Roma.

Baca Juga:  Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus: Meletakkan Pondasi yang Kuat

Dari 37 keuskupan, berapa yang mengumpulkan jawaban?

Menyadari situasi keuskupan-keuskupan yang jauh, data-data yang diperlukan juga belum tentu tersedia, serta waktu yang cukup terbatas, bisa dipahami jika belum semua menjawab. Namun, terkumpul jawaban dari 11 keuskupan yang kiranya bisa mewakili situasi pastoral keluarga di Gereja Indonesia.

Apa saja permasalahan keluarga di 11 keuskupan itu?

Pertama, menggejalanya ikatan perkawinan yang rapuh. Indikasinya: angka perceraian sipil tinggi, ditinggal pasangan, perselingkuhan, kasus keluarga di Tribunal meningkat, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hidup dalam perkawinan tidak sah (“kumpul kebo”), bahkan single parent. Kedua, masih kuatnya pengaruh adat yang tak sesuai dengan perkawinan Katolik. Ketiga, kemajuan teknologi disikapi secara tidak tepat dan justru merusak pendidikan iman anak. Terjadi detradisionalisasi, yakni nilai-nilai kristiani luntur karena teknologi. Keempat, keluarga migran, terutama di Indonesia Timur. Persoalannya , bukan saja pada perantau, tetapi juga keluarga yang ditinggal merantau.

Baca Juga:  Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus: Meletakkan Pondasi yang Kuat

Langkah pastoral apa yang telah dilakukan?

Pertama, melakukan pembinaan berjenjang mulai persiapan hidup berkeluarga hingga pendampingan keluarga. Kedua, Kursus Persiapan Perkawinan (Kuperper) diperkaya dengan program terobosan, seperti “program discovery”. Ketiga, bekerjasama dengan kelompok kategorial keluarga, misalnya ME, CFC, St Monika. Keempat, membuka konsultasi keluarga di keuskupan dan paroki. Prinsipnya, lebih baik bersikap preventif daripada kuratif. Menarik orang yang masih di tepi jurang lebih mudah daripada sudah terperosok hingga ke dasar.

Dalam langkah pastoral itu, bagaimana relasi Komkel KWI dengan keuskupan?

Komkel KWI punya dua fungsi. Pertama, mendampingi dan membantu Komkel Keuskupan sebagai penggerak kerasulan keluarga. Kedua, mendorong kerjasama antar-Komkel Keuskupan, terutama lingkup regio atau provinsi gerejani. Artinya, Komkel KWI menjalankan fungsi animasi, konsultasi, inspirasi dan mendukung Komkel Keuskupan.

Baca Juga:  Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus: Meletakkan Pondasi yang Kuat

Tentu persoalan tiap regio amat berbeda, tak bisa disama-ratakan, dan punya karakterikstik sendiri. Namun, ada isu umum yang bisa menjadi gerakan bersama. Misalnya, problem narkoba yang menjadi keprihatinan bersama para uskup, dan persoalan keluarga migran. Sebagai sarana komunikasi, diterbitkan “Pedoman Kerasulan Keluarga Tahun 2010” yang disahkan KWI, juga “Buletin Keluarga” catur wulanan dengan penasihat Ketua Komkel KWI, Mgr Frans Kopong Kung.

Siapa Uskup dan peritus (ahli) yang akan hadir dalam Sinode Keluarga mendatang?
Biasanya utusan ini ditentukan dalam Sidang KWI. Untuk Sinode Luar Biasa ini, diundang ex officio Ketua KWI, Mgr Ignatius Suharyo. Kehadiran peritus diminta Panitia Sinode dan biasanya ditunjuk dalam Sidang KWI. Namun, Panitia kali ini tak meminta peritus, sehingga Uskup akan datang tanpa peritus.

R.B.E. Agung Nugroho

HIDUP NO.12 2014, 23 Maret 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles