HIDUPKATOLIK.COM – Enam puluh lima tahun bukanlah waktu yang singkat. Bagi sebuah universitas, usia ini menandakan perjalanan panjang: dari masa merintis, berkembang, hingga bertahan dalam derasnya arus perubahan zaman. Itulah yang kini dialami Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS). Pada Sabtu, 20 September 2025, kampus Katolik kebanggaan kota pahlawan ini merayakan ulang tahunnya yang ke-65.
Namun, bagi Ignasius Jonan, Ketua Umum Dewan Pengurus UKWMS, usia 65 bukan sekadar perayaan. Ia adalah momentum refleksi: menoleh ke belakang untuk bersyukur, sekaligus menatap ke depan dengan berani.
Dari Masa Lalu ke Masa Kini
Jonan, yang pernah dikenal publik sebagai sosok reformis di PT KAI dan mantan Menteri ESDM, kini mengemban tugas yang tak kalah menantang: mengawal transformasi UKWMS. Empat tahun terakhir ia bergabung dalam jajaran pengurus bersama Pastor Budi Hermanto dan rekan-rekan lainnya.
“Yang ingin saya dorong, UKWMS harus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Governance atau tata kelola harus dibenahi sungguh-sungguh,” tegasnya saat diwawancarai di Kampus Dinoyo.
Ia bercerita tentang perubahan sederhana namun signifikan: ruang kelas kini sudah ber-AC, wajah kampus lebih tertata, hingga kawasan depan kampus yang dulunya dipenuhi pedagang kaki lima kini bersih. Semua ini, baginya, adalah wujud nyata modernisasi.
Tapi Jonan mengingatkan: modernisasi bukan hanya soal bangunan atau fasilitas. Lebih dari itu, paradigma pendidikan juga harus diperbarui.
“Dulu murid membutuhkan guru. Sekarang, murid butuh guru dan guru juga butuh murid. Ada hubungan timbal balik. Itu harus menjadi semangat baru,” jelasnya.
Perubahan yang Masih Separuh Jalan
Empat tahun berproses, Jonan mengakui pencapaian masih separuh jalan. Memang, tata kelola anggaran sudah lebih tertib. Semangat marketing dengan pendekatan baru juga mulai terasa. Namun, ada hal-hal mendasar yang belum maksimal: kedisiplinan, keterlibatan dosen dalam penelitian, serta transparansi pengelolaan dana riset.
“Banyak organisasi punya kelemahan. Saya pun punya. Tapi jangan kekurangan itu dibiarkan dengan alasan ‘dari dulu sudah begini’. Misalnya, dosen jarang masuk atau tidak menulis. Itu harus ditertibkan,” tegasnya.
Ia menyoroti kecenderungan berlindung di balik istilah “cinta kasih” untuk menutupi kekurangan. Padahal, menurutnya, cinta kasih sejati justru melahirkan kedisiplinan. “Disiplin itu wajib. Governance harus dibenahi sungguh-sungguh,” ujarnya.
Persaingan yang Semakin Ketat
Jonan masih ingat masa mudanya. Saat lulus SMA St. Louis Surabaya tahun 1982, hanya ada empat perguruan tinggi ternama di Surabaya: Unair, ITS, UKWMS, dan Ubaya. Namun kini, jumlah perguruan tinggi di Surabaya dan sekitarnya berkembang pesat.
“Kalau UKWMS mau bersaing dengan Unair atau ITS, tidak mudah. Bukan berarti tidak bisa, tapi sekali lagi tidak mudah,” katanya.
Jonan lalu menyinggung Universitas Bina Nusantara (Binus) sebagai contoh nyata. Binus adalah satu-satunya universitas swasta di Indonesia yang masuk jajaran kampus kelas dunia. Apa kuncinya? Disiplin. Dosen diwajibkan menulis, publikasi jurnal internasional digencarkan, dan tata kelola dibuat sejalan dengan standar global.
“UKWMS sebenarnya bisa. Syaratnya satu: disiplin. Jangan berlindung di balik alasan tradisi atau keterbatasan,” ungkapnya.
Governance dan Peran Yayasan
Pengalaman panjang Jonan membenahi perusahaan besar membuatnya paham, bahwa inti dari perubahan adalah tata kelola. Baginya, peran pengurus yayasan berbeda dengan rektor. Yayasan mengurus hal-hal besar: governance, investasi, anggaran, arah kebijakan. Sedangkan rektor adalah nakhoda akademik, yang menjalankan operasional sehari-hari.
“Separuh tugas pengurus adalah memilih rektor yang tepat. Bukan sekadar yang diinginkan pengurus, tapi yang sesuai kebutuhan zaman,” kata Jonan.
Dengan kata lain, kualitas kepemimpinan menjadi kunci. Tanpa nakhoda yang tepat, kapal sebesar apa pun bisa kehilangan arah.
Bisa Lebih Baik
Pernyataan Jonan yang paling mencuri perhatian adalah harapannya agar UKWMS bisa lebih baik dari Binus. “Tidak ada komanya. Kalau bisa kemarin, ya kemarin. Kalau tidak bisa, lima tahun lagi,” ujarnya mantap.

Meski terdengar ambisius, Jonan realistis bahwa jalan ke sana tidak mudah. Sebab, UKWMS dimiliki Keuskupan Surabaya sehingga tidak sefleksibel kampus swasta murni. Ada banyak pertimbangan pastoral dan nilai Katolik yang harus dijaga.
Namun, justru di sinilah tantangannya: bagaimana menjembatani identitas Katolik dengan kebutuhan zaman. “Kita harus bangga dengan kekatolikan kita. Tapi jangan berhenti di kebanggaan. Harus ada pertumbuhan nyata,” katanya.
Disiplin sebagai Fondasi
Dalam pandangan Jonan, disiplin adalah fondasi utama pendidikan Katolik di seluruh dunia. Dengan disiplin, keputusan lebih adil, argumentasi kebijakan lebih kuat, dan universitas bisa berkembang pesat.
“Disiplin itu tegak lurus. Kalau ada kebijakan, harus ada argumentasi yang jelas. Inilah cara menjadikan UKWMS tumbuh semakin baik,” tegasnya.
Jonan menolak pandangan yang menganggap disiplin bertentangan dengan cinta kasih. Justru sebaliknya, cinta kasih tanpa disiplin hanya akan menghasilkan kelemahan. Sedangkan disiplin yang dijalankan dengan kasih akan melahirkan pertumbuhan.
Belajar dari Perjalanan 65 Tahun
Perjalanan panjang UKWMS selama 65 tahun sepatutnya disyukuri. Banyak alumni yang sukses, banyak tenaga pendidik yang setia mengabdi, dan banyak karya nyata yang lahir dari kampus ini. Namun, syukur tidak boleh membuat kita lengah.
Zaman terus berubah. Dunia pendidikan tinggi kini dituntut untuk adaptif, kreatif, dan disiplin. Kampus-kampus baru dengan semangat muda dan sistem modern sudah berlari kencang. Jika UKWMS tidak ikut berbenah, ia akan tertinggal jauh.
Refleksi
Apa yang disampaikan Ignasius Jonan bukan hanya kritik, tetapi juga ajakan. Ajakan untuk tidak puas dengan capaian masa lalu, melainkan berani menghadapi masa depan.
Refleksi ini mungkin terasa akrab. Kita juga mengalami masa ketika dunia berubah begitu cepat: dari mesin ketik ke komputer, dari telepon rumah ke ponsel pintar, dari belajar dengan buku tebal ke kelas daring. Perubahan itu tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikan diri dan mendisiplinkan diri agar tetap relevan.
UKWMS, di usianya yang matang, sedang berada di persimpangan: bertahan dengan cara lama atau melompat lebih maju dengan tata kelola modern, disiplin yang konsisten, dan semangat baru. Pilihan ini akan menentukan masa depannya.
Antara Syukur dan Tugas Besar
Usia 65 adalah usia syukur. Namun, seperti kata Jonan, usia ini juga pengingat bahwa perjalanan masih panjang. Tantangan yang ada bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dijalani dengan keberanian.
UKWMS harus berbenah:
- governance yang rapi,
- disiplin yang tegak lurus,
- dosen yang aktif meneliti,
- mahasiswa yang kreatif,
- serta keberanian mengubah paradigma lama.
Jika semua itu dijalankan, bukan mustahil UKWMS benar-benar melampaui Binus, Unair, atau ITS. Lebih dari itu, ia bisa menjadi universitas Katolik unggulan yang membanggakan Indonesia di panggung dunia.
Johanes Chrysostomus Wardjoko (Malang)
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 38, Tahun Ke-78, Minggu, 21 September 2025






