Melatih Kemandirian Remaja Putri

228
Tetap Semangat: Anak-anak Asrama Virgini berfoto bersama Sr Maria Florentina OSA di Los Loteng Asrama.
[HIDUP/A. Nendro Saputro]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Tempat ini menampung para remaja putri yang berniat mengenyam pendidikan sekolah lebih tinggi. Mereka dibekali pelajaran rohani dan belajar hidup mandiri

Suara langkah-langkah kaki di los loteng tepat di atas ruang makan pagi itu mewarnai suasana sarapan pagi Pastor Kepala Paroki St Monfort, Badau, Keuskupan Sintang, Romo Antonius Adji Prabowo, Pastor Rekan Romo Benediktus Ari Darmawan, dan pembina asrama Sr Maria Florentina OSA, di Asrama Virgini, Badau, Kalimantan Barat, pertengahan tahun ini.

Suara-suara, yang berasal dari ruang atas asrama yang terbuat dari kayu tersebut, semakin ramai ketika para penghuninya, yaitu para remaja putri, beranjak menuruni tangga. Kemudian, muncul satu persatu, memberi salam, lalu berpamitan untuk pergi mengikuti kegiatan di sekolah. Para remaja putri ini adalah penghuni asrama yang terletak di jalan Berangan, Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang tidak jauh dari perbatasan negara Malasyia.

Permintaan Umat
Awal mula asrama ini dilatarbelakangi oleh permintaan para orangtua umat di Paroki Badau. Sekitar tahun 2000, ada beberapa umat di daerah Sipindang, Kantuk, Tangit Empat, dan Seriang yang anaknya ingin sekolah di SMP dan SMA negeri di kota Badau. Karena rumah mereka jauh dari kota Badau, orangtua mereka kemudian menitipkan anaknya kepada Pastor Vincen yang saat itu menjabat sebagai Pastor Paroki. Awalnya, yang diterima adalah anak-anak putra, yang ditampung di Pastoran Lama. Pada pertengahan 2004, ada orangtua umat yang memiliki anak putri yang juga ingin menitipkan anaknya kepada pastor Paroki. Anak-anak putri itu ditempatkan di gudang sebelah rumah Pastoran Lama.

Beberapa bulan kemudian, Pastor Vincen dibantu Keuskupan Sintang membuat asrama yang lebih baik lagi. Pada Mei 2005 asrama baru selesai dibangun. Pastor Vincen kemudian meminta kepada Uskup Sintang agar diberi suster yang mau mengelola asrama. Mgr Agustinus Agus pun segera menghubungi pemimpin Suster St Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA). Permintaan tersebut disetujui dan dikirimlah para suster OSA untuk mengelola asrama yang kemudian diberi nama Virgini ini.

Karena jarak asrama baru dengan sekolah agak jauh, anak-anak asrama putri diberi fasilitas antar jemput ke sekolah menggunakan mobil. Pada 2006, anak asrama yang menghuni sekitar 15 orang. Pada 2014 ini, penghuninya hanya sembilan orang, terdiri dari seorang siswi SMA dan delapan orang siswi SMP

Aneka Pendampingan
Asrama Virgini sebenarnya disiapkan untuk menampung 30 orang dengan fasilitas ruang tidur di los loteng. Untuk belajar, mereka menggunakan ruang makan yang juga dipakai sebagai ruang belajar. Di samping ruang belajar terdapat dapur dan enam kamar mandi serta WC yang kebersihannya dikelola oleh anak-anak asrama sendiri. Sedangkan di dekat tangga los loteng, terdapat sebuah kamar kecil yang disulap menjadi kapel. Di bagian depan, di sebelah ruang makan yang menyatu dengan ruang tamu terdapat juga dua kamar yang dipakai untuk tinggal dua orang suster pendamping.

Setiap pukul 05.30, penghuni asrama ini mengikuti misa pagi. Semua wajib ikut. Setelah itu, mereka sarapan lalu berangkat ke sekolah. Pulangnya, penghuni asrama diberi kesempatan mengerjakan tugas seusai makan siang, sampai pukul dua. Setelah itu, mereka istirahat selama satu jam. Pada pukul tiga sore, mereka bangun dan belajar kembali sampai pukul empat. “Tapi, jika ada kegiatan sekolah, seperti OSIS, pramuka, dan olahraga, mereka tidak ikut jadwal rutin tersebut,” ujar Sr Florentina.

Untuk mendidik kemandirian, anak-anak asrama dilatih memasak nasi, sayur, dan lauk-pauk. Juga dilatih berkebun seperti mencangkul, menanam cabe dan lainnya. Mereka juga dilibatkan untuk merawat babi dengan memberi makan dan membersihkan kandang. Selain itu, mereka dilibatkan untuk membersihkan asrama seperti menyapu dan mengepel ruang tamu, loteng serta beberapa ruangan lain. Semua tugas ini dibagi dalam kelompok dan digilir setiap minggu.

Dalam hal kerohanian, setiap sore pukul 17.30, anak-anak asrama rutin melakukan doa rosario yang dilanjutkan dengan kompletorium. “Mereka sampai hapal kompletorium,” ungkap Sr Florentina sambil tersenyum. Namun kalau ada kegiatan di gereja, doa ini ditiadakan. Sedangkan khusus hari Senin pukul 16.00, anak asrama dilibatkan dalam Legio Mariae. Pendampingan kerohanian juga dilakukan di luar asrama. “Kalau ada doa lingkungan anak-anak juga diajak untuk ikut serta,” jelasnya.

Khusus pada Sabtu, anak-anak asrama berolahraga voli bersama. Sayangnya, mulai tahun ini, lapangan voli asrama tidak bisa dipakai karena dijadikan gudang. Pada Sabtu dan Minggu, anak-anak asrama diizinkan menonton TV, dari pukul 19.00 sampai 20.30.

Dengan berbagai fasilitas tersebut, para penghuni asrama hanya dikenakan biaya tiga ratus ribu rupiah perbulan. Rinciannya, 200 ribu untuk makan, 100 ribu untuk biaya tranportasi ke sekolah atau ke kegiatan lain. Uang yang diterima para pembina asrama kadang tidak mencukupi untuk biaya operasional. “Untung ada Romo Adji yang mau membantu tiap bulan,” ujar Sr Florentina.

Dengan berbagai pendampingan itu, Melinda Melinia mengaku senang. Menurutnya, di asrama ini ia banyak belajar soal iman dan kedisiplinan. Berkat tinggal di asrama ini, ia bisa dapat teman banyak dan tidak kesepian. “Kalau tinggal di rumah, biasa tinggal sendirian. Kalau di asrama bisa bertemu banyak teman dan bisa belajar bekerjasama,” ungkap siswi SMP Negeri 1 Badau, kelahiran Seriang, Kapuas Hulu, 1 Februari 2000, yang keluarganya sudah tidak tinggal di rumah betang lagi.

Susah Diatur
Menurut Sr Florentina, mendidik anak-anak tidak mudah. Kadang mereka masih malas-malasan dan sulit diarahkan. Mereka juga masih susah untuk membiasakan makan dengan sayur, karena terbiasa makan hanya memakai lauk saja. Anak-anak juga masih sulit dibiasakan untuk buang sampah di tempat sampah, juga soal merapikan pakaian. “Pulang sekolah mereka langsung main lempar pakaian begitu saja,” kata Suster Floren.

Biarpun menemui berbagai kendala, Sr Florentina merasa senang dengan tugas yang diembannya sejak 2006 itu. “Kadang, saya keras dalam kata-kata tapi kemarahan saya tidak sampai ke hati,” tuturnya.

Sebagai pendamping, Sr Florentina berharap agar anak-anak asrama makin maju dan terbuka dengan perkembangan zaman. Sedangkan Romo Adji, sebagai Romo Paroki Badau, berjanji untuk terus berusaha membantu asrama Virgini yang sudah menjadi bagian dari karya Keuskupan Sintang ini. Selain membantu, ia juga selalu memberi pesan kepada anak-anak asrama: “Kalian harus tetap semangat sekolah dan membangun mental di asrama. Sebagai orang Dayak, kalian harus bersemangat maju untuk membangun daerah kalian.”

A. Nendro Saputro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here