RIP George Junus Aditjondro, Aktivis dan Peneliti yang Kritis Terhadap Penguasa Korup

160
George Junus Aditjondro. (Wikipedia.org)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – PARA aktivis anti korupsi dan para penyimak gerakan anti korupsi di Indonesia tentu tidak asing dengan George Junus Aditjondro. Pada Sabtu, 10/12, aktivis dan peneliti kawakan ini tutup usia pada umur 70 tahun. George meninggal di Rumah Sakit Woodward, Palu, Sulawesi Tengah pada pukul 05.30 setelah mengalami stroke sejak empat tahun lalu.

Salah satu murid George dan aktivis muda Katolik Benny Sabdo merasa sangat kehilangan dengan wafatnya George Junus Aditjondro tersebut. “Pak George adalah guru bagi para aktivis. Almarhum sudah menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi. Pengabdiannya pada kemanusiaan dan dunia riset akan abadi dan selalu dikenang,” kisah alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu.

Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI) ini mengaku pernah menjadi murid almarhum di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta. “Saya dulu sempat mengambil mata kuliah yang diampu almarhum, yaitu Sosiologi Korupsi dan Gerakan Sosial Baru,” kenang Benny.

Lanjut Benny, George adalah sosok yang tidak abu-abu, hangat dan senang berdiskusi. Ia juga suka mendorong kaum muda untuk terlibat secara kritis dalam ruang publik. “Almarhum adalah tokoh yang konsisten berjuang di luar sistem. Tidak pernah tergoda masuk ke lingkaran kekuasaan meski kapasitas dan jaringannya sangat memungkinkan,” ungkapnya.

Pemikir hukum tata negara ini menilai, George adalah sosok yang langka. Di mana era Reformasi orang bermigrasi masuk ke lingkaran kekuasaan, George tidak tergoda. Menurutnya, pilihan hidup sejatinya menjadi suri teladan bagi aktivis demokrasi. “Demokrasi menuntut penguatan masyarakat sipil. Hidup almarhum didedikasikan dengan penuh totalitas untuk penguatan masyarakat sipil, dan konsisten menjaga jarak dengan kekuasaan,” tegas penulis buku bertajuk Reposisi Hak Budget DPR ini.

George lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 27 Me 1946. Ia meraih gelar Master of Science dari Cornell University, Ithaca, New York, Amerika Serikat dan meraih gelar Doctor of Philosophy dari universitas yang sama. Nama George menjadi terkenal luas sebagai pengkritik pemerintahan Presiden Soeharto mengenai kasus korupsi dan Timor-Timur. Ia sempat harus meninggalkan Indonesia untuk mencari suaka ke Australia pada 1995-2002. Ia dicekal oleh rezim Soeharto pada Maret 1998. Tidak hanya pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, saat zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pun, ia sempat meneliti dan membuat catatan dalam sebuah buku berjudul “Membongkar Gurita Cikeas: Di balik Skandal Bank Century”. Sebelum membuat buku “Membongkar Gurita Cikeas” ia juga pernah membuat buku berjudul “Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga; Istana, Tangsi dan Partai Penguasa” dan masih banyak buku lainnya.

Benny Sabdo (Dok. Pribadi)
Benny Sabdo (Dok. Pribadi)

George memang giat menulis dan meneliti. Mantan jurnalis Tempo ini juga mengajar di beberapa universitas baik di dalam maupun luar negeri. Tahun 1994-2002 mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Murdoch University, Perth dan Newcastle University, NSW, Australia. Sejak tahun 2005, George mengajar di Universitas Sanata Dharma. Pada 2012 ia terkena stroke dan pada 2014 di rawat di Palu, Sulawesi Tengah.

Kini aktivis dan peneliti yang kritis itu telah tiada. Salah satu yang dikenang Benny adalah pesan perjuangan tanpa henti dari George yang selalu digaungkan dalam setiap perjumpaan George dengan dirinya. “Perjuangan tidak boleh dalam satu helaan nafas. Setiap orang harus bernafas panjang untuk melakukan perjuangan yang berat,” demikian pesan George seperti yang diungkapkan Benny kepada HIDUPKATOLIK.com.

A. Nendro Saputro

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here