PK–OMK Brosot Rutin Mengikuti FKT Tahunan. Seperti Apa Sih Persiapannya?

211
Jatilan: PK-OMK Brosot melibatkan anakanak ketika menampilkan kesenian jatilan di halaman Gereja Paroki St Yakobus Bantul, Yogyakarta.
[NN/Dok. Simon Sudarman]
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Tak peduli dengan minimnya fasilitas, kaum muda Katolik di Kulon Progo, Yogyakarta ini tetap semangat melestarikan kesenian tradisional. Karena kekurangan orang, mereka melibatkan kaum muda Muslim dalam kegiatannya.

Irama musik gamelan dan bunyi tabuhan kendang mengiringi liukan tubuh dan gerakan kaki, juga tangan,sekitar dua puluhan penari di pelataran Gereja Paroki St Yakobus Bantul, DI Yogyakarta. Meski terik matahari menyengat, para penari bersemangat menarikan kesenian jatilan. Mereka adalah anggota Paguyuban Kesenian-Orang Muda Katolik (PK-OMK) Wilayah St Theresia Brosot, Lendah, Kulon Progo, Paroki St Yakobus Bantul.

Hari itu mereka menari dalam acara penggalangan dana untuk persiapan keikutsertaan mereka dalam Festival Kesenian Tradisional (FKT) tahunan yang diselenggarakan oleh OMK Paroki St Maria Tak Bernoda Nanggulan, Kulon Progo. FKT pertama kali diadakan pada Agustus 2009, melibatkan OMK se-Keuskupan Agung Semarang (KAS) dan diadakan setiap tahun.

Koordinator PK-OMK Brosot, Agustinus Rahmanto yang akrab dipanggil Agus menjelaskan, sejak 2009, PK-OMK Brosot selalu mengikuti FKT. Karena membutuhkan biaya cukup besar, mereka menggalang dana dengan bermacam kegiatan, seperti mengamen dengan menari di paroki-paroki di Yogyakarta, menjadi petugas parkir, hingga mengumpulkan barang-barang rongsokan. “Ini kami lakukan jika sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti suatu festival,” kata alumnus Universitas Sanata Darma (USD), Yogyakarta ini.

Buah Prestasi
Sejak ikut FKT 2009, PK-OMK Brosot telah berhasil mendapatkan beberapa penghargaan. Pada FKT 2010, mereka mendapat penghargaan sebagai Kelompok Kesenian Terbaik dalam Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Penghargaan ini didapat ketika PK-OMK Brosot menampilkan sendratari berjudul “Anoman Obong”. Pada FKT 2011, mereka mendapat penghargaan sebagai Penampil Terbaik dengan menampilkan sendratari lakon “Dewa Ruci”. Sedangkan di FKT 2012, mereka mendapatkan penghargaan Kostum Terbaik.

Untuk persiapan mengikuti FKT, mereka mengadakan latihan rutin setiap bulan pada Minggu kedua. Tempat latihan,bergilir dari rumah-rumah umat. Dua bulan menjelang hari pelaksanaan FKT, waktu latihan ditambah menjadi seminggu sekali.

Selain untuk melatih keterampilan menari dan memainkan gamelan, mereka mengadakan latihan lebih sering apabila mendapat tanggapan (undangan pentas) dari umat. Dari pentas-pentas itu, keterampilan para anggota PK-OMK Brosot juga semakin terasah sehingga mampu menjiwai tarian yang dibawakan.

Meski beberapa prestasi telah diraih, PK-OMK Brosot ternyata tidak memiliki alat gamelan sendiri. Setiap kali latihan atau mengikuti festival dan pentas, mereka meminjam gamelan dari paguyuban seni lain. Ketiadaan dana merupakan alasan mengapa komunitas ini tidak bisa membeli gamelan. “Ketika mendapat sebuah penghargaan di FKT, yang didapat hanyalah piala dan piagam, bukan uang. Jadi kami belum bisa mengumpulkan uang untuk membeli peralatan gamelan sendiri,”ujar Yustinus Tyasmanto, anggota PK-OMK Brosot, yang saat ini duduk di Semester VIII, Jurusan Pendidikan Agama Katolik, USD Yogyakarta.

Ketua Wilayah St Theresia Brosot yang menaungi PK-OMK Brosot, Benediktus Hardana setia mendukung kelompok ini. Biarpun minim fasilitas paguyuban ini masih memiliki semangat untuk melestarikan budaya. Lewat semangat itu pula,umat di wilayahnya terdorong untuk membantu dengan mengumpulkan uang secara sukarela. Setidaknya dengan dana ini PK-OMK Brosot dapat berlatih secara rutin. Umat men-support dengan bermacam cara, ada yang menyumbang konsumsi saat latihan, ada juga yang meminjamkan truknya sebagai alat transportasi PK-OMK Brosot saat akan pentas. “Kekurangan ini seakan menciptakan semangat kebersamaan, pengorbanan, dan kekeluargaan,” ujar kepala sekolah SMP I Kokap Kulon Progo ini.

Persaudaraan
Untuk pentas di FKT, hampir setengah dari anggota PK-OMK Brosot beragama Islam. Hal ini disebabkan kaum muda Katolik di Wilayah St Theresia Brosot hanya 30-an orang. Alhasil orangtua dan anak-anak Wilayah St Theresia Brosot pun dilibatkan dalam persiapan ini sehingga total 70-an personel yang nanti akan berangkat mengikuti FKT.

Meskipun komunitas ini berlandaskan iman Katolik, anggota yang beragama Islam tidak canggung untuk terlibat. “Rupanya kesenian mampu menghilangkan sekat-sekat sosial dan agama,” ujarnya.

Saat latihan maupun pentas, PK-OMK Brosot selalu mengawali pertemuan dengan doa secara Katolik. Bagi anggota yang beragama Islam juga diminta berdoa sesuai agama mereka anggota yang Katolik, ketika latihan tidak segan-segan mengingatkan anggota yang Muslim untuk salat jika waktunya tiba. Persaudaraan dan toleransi merembet ke dalam kehidupan bermasyarakat. Saat ada anggota yang sakit, pengurus atau anggota lainnya akan mengunjungi dan memberikan bantuan pengobatan.

Menjelang FKT 2015 yang akan digelar Agustus mendatang, PK-OMK Brosot telah memperoleh dana mencukupi. Selain itu mereka akan mengadakan acara buka puasa bersama untuk semakin menumbuhkan semangat persaudaraan dan cinta kasih.

Tetap Lestari
Selama ini, kendala utama yang mereka rasakan masih seputar dana. Ketika mereka pentas di FKT, pengalaman tahun-tahun sebelumnya mereka selalu tombok. Maklum untuk sekali pentas di FKT dibutuhkan dana sekitar 8-11 juta rupiah.

Kendala itu diatasi dengan cara mengamen keliling paroki atau ke rumah-rumah penduduk di Yogyakarta. Jika mengamen, personil yang dibutuhkan tidak banyak, cukup empat sampai lima penari, dengan iringan gamelan serta kendang. “Rata-rata, sekali ada orang yang nanggap, kami diberi 300 ribu rupiah. Jika pentas beberapa kali, maka hasil yang didapat juga lumayan, untuk menambah anggaran paguyuban,” ujar Tyas.

Dana yang digalang, kadang masih kurang. Untuk mengatasinya mereka pernah beberapa kali mengirim proposal ke Pemerintah DI Yogyakarta supaya bisa mendapat dana keistimewaan untuk bidang kesenian. Karena tidak pernah dikabulkan, mereka tidak mengirimnya lagi.

Dalam berbagai keterbatasan itu, Hardana berharap PK-OMK Brosot tetap eksis. Aktivitas kesenian paguyuban ini telah memberikan banyak manfaat. Dengan adanya paguyuban, para anggota PK-OMK Brosot belajar manajemen kepemimpinan, keuangan, pemasaran, humas, kerja sama, dan kewirausahaan. Secara sosial, kesenian yang mereka perjuangkan dapat meningkatkan kekeluargaan di masyarakat dan mengembangkan talenta kaum muda.

Simon Sudarman

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here