Kala Senja di Girisonta

995
4/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Meski berbalut tubuh yang kian renta, Kardinal Julius Darmaatmadja SJ tetap bersemangat melayani. Ia menjalani perutusan purnakarya dalam hidup doa.

Empat tahun silam, Kardinal memulai kehidupan dan perutusan baru di Wisma Emmaus Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah. Wisma ini merupakan tempat berkarya bagi para imam dan bruder Jesuit yang telah memasuki masa purnakarya.

Kardinal memulai hari dengan doa. Setiap hari, ia mendaraskan doa selama setengah jam, sebelum mengikuti perayaan Ekaristi harian pukul 06.00. Saat siang hari, sebelum santap siang pukul 12.15-12.30, Kardinal melakukan examen conscientiae atau pemeriksaan batin. Usai makan siang, ia kembali berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus. Sementara pada malam hari, sebelum terlelap, Kardinal menyisihkan waktu setengah jam, 21.30-22.00, untuk merenungkan bacaan-bacaan pada Misa esok pagi. Selain itu, Kardinal juga sering tampak menggulirkan bulir-bulir Rosario sembari mendaraskan Salam Maria.

“Saya merasa, waktu doa itu sudah cukup. Kalau sudah tua seperti ini, terlalu lama berdoa malah jadi ngantuk,” katanya sembari tertawa.

Membaca menulis
Kardinal merasakan, kondisi tubuhnya terus menurun dari tahun ke tahun. Mata dan telinga, dua organ tubuh yang tidak berfungsi baik bila tanpa alat bantu. Sebenarnya, fungsi dua alat indra ini sudah dirasakan menurun, ketika menjadi Uskup Agung Jakarta.

“Penglihatan yang menurun ini sudah saya rasakan saat memasuki usia 70 tahun. Saat itu, kalau saya mau memimpin Misa, teksnya harus diperbesar. Mula-mula, dengan ukuran huruf 14. Lalu, meningkat menjadi 16, 18, 20, 22, dan sekarang 24. Kalau dulu jenis huruf Times New Roman,masih bisa baca. Tapi, sekarang harus pakai jenis huruf Bookman Old Style dan harus di-bold,” ceritanya.

Dalam kondisi demikian, Kardinal membutuhkan alat khusus. Setiap kali membaca, Kardinal menggunakan alat bantu berupa proyektor. Alat ini berfungsi memperbesar huruf, sehingga ia dapat membaca di monitor komputer. Sementara saat mengetik, layar komputer di-setting warna hitam dan huruf berwarna kuning. Cara ini, dirasa amat membantu Kardinal membaca dan mengetik, meski sangat lamban.

Selain membaca buku, setiap usai sarapan, Kardinal meluangkan waktu mem baca koran. Mula-mula, ia membaca judul. Jika menarik, ia akan membaca menggunakan alat bantu. Kardinal juga masih menonton televisi, terutama tayangan berita. Meski gambar televisi tak nyata benar, tapi dengan alat bantu dengar, ia masih bisa menikmati berita.

Dua bulan sekali, Kardinal selalu melakukan check up kesehatan di Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Ada dua dokter yang khusus menangani kesehatannya. Sebenarnya, hal ini sudah rutin dijalani sejak ia menjadi Provinsial SJ. Bahkan, ketika menjadi Uskup Agung Jakarta, Kardinal selalu periksa kesehatan ke Semarang.

Terus melayani
Meski kondisi fisik terbatas, semangat melayani tak surut. Setiap bulan, ia masih menulis kolom “Suara Kardinal” di Majalah Inspirasi. Ia juga masih memimpin perayaan Ekaristi dengan ujub-ujub khusus.

Tinggal di Wisma Emmaus, juga membuat Kardinal kian dekat dengan keluarga besarnya. Beberapa kali, ia merayakan Ekaristi bersama keluarga besarnya. Bahkan, ia pernah memberikan Sakramen Pengurapan Orang Sakit kepada sang kakak yang telah berusia 91 tahun. “Biar dia bisa menyiapkan diri dengan lebih tenang pada masa tuanya,” ujar Kardinal.

Pada 20 Desember 2014, Kardinal genap berusia 80 tahun. Kardinal akan terus menjalani hari-harinya di Wisma Emmaus, menjalani masa-masa senja di Girisonta.

Stefanus P. Elu

1 COMMENT

  1. Semoga bapak Kardinal senantiasa sehat dan semangat dalam menjalani hari2 di masa purnabaktinya…. Tuhan Yesus memberkati bapak Kardinal selalu… Amin!!!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here