web page hit counter
Senin, 14 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Beato Teofilus Matulionis : Uskup “Nyentrik”, Pelindung Gereja Rusia

1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Suporter tim Rusia meledak dalam kegembiraan. Di Stadion Saint Petersburg, Rabu, 20 Juni 2018, tuan rumah Rusia mengalahkan Mesir 3-1 dalam laga kedua Group A Piala Dunia 2018. Kemenangan ini hampir memastikan tempat Rusia pada babak 16 besar, setelah pada pertandingan pertama berhasil menaklukkan Arab Saudi 5-0. Untuk pertama kali sejak 1966, negara peringkat 32 FIFA ini memenangi pertandingan perdana di Piala Dunia.

Hajatan empat tahunan di Rusia ini membuat ibu kota Moskow, berubah menjadi salah satu lokasi “halal bihalal” bagi seluruh warga dunia. Selain menikmati Piala Dunia, banyak orang juga menikmati keindahan di kota sejuta pesona ini.

Di Saint Petersburg, Teofilius Matulionis menghabiskan masa kecilnya. Uskup Agung Kaišiadorys, sebuah kota di Kekaisaran Rusia, (sekarang Republik Lithuania), negara kawasan Baltik, Eropa Utara ini memutuskan menjadi imam ketika mengalami hidup di tengah masyarakat Saint Petersburg.

Kota Panggilan
Dalam otobiografinya, Wojciech Roszkowski sang penulis menuturkan, Teo, demikian sapaan Teofilius adalah seorang pencinta alam Rusia. Di Negeri Beruang Merah ini, tulis Roszkowski, Teo mampu menemukan kebesaran Tuhan lewat pesona alam. Ia juga bangga akan Rusia sebagai daratan terluas di dunia. Teo hidup dalam situasi dimana Rusia bertumbuh menjadi negara dengan kekuatan militer mandiri, bahkan pengekspor perlengkapan militer.

Teo lahir di desa Kaišiadorys, Molétai, 22 Juni 1873. Lahir sebagai anak petani kaya membuat masa kecilnya tak kekurangan. Kendati begitu, banyak orang menganggap Teo sebagai orang yang sederhana. Ia menjadi piatu saat usia empat tahun dan sang ayah menikahi seorang perempuan Lituania yang terpandang lalu pindah ke Saint Petersburg.

Teo adalah seorang yang memiliki bakat yang luar biasa. Sebagai anak kaya, Teo bisa mengenyam pendidikan tinggi tetapi dia masih belajar mandiri. Ia sudah mahir membaca tulisan-tulisan khas Lithuania dan Polandia meski baru berusia lima tahun. Pendidikan karakter dan linguistik sangat ditekankan Jurgis Matulionis (1833–1911) dan Ona Juocepyté (1851-1877), kedua orang tuanya kepada Teo dan dua saudaranya: Jonas dan Juozas.

Baca Juga Artikel:  Sesudah 100 di Indonesia, Misi Baru Para Dehonian

Tahun 1887, sang ayah membayar seorang guru untuk mengajari Teo pendidikan agama di Antalieptéje hingga 1892. Pada tahun yang sama, Teo belajar di Sekolah Dasar Daugpilis hingga tahun 1900 lalu meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah di Latvia. Sejak menempuh pendidikan di Antalieptéje hingga Latvia, Teo sangat terkesan dengan pengalaman-pengalaman iman orang kudus. Ketertarikannya ini membuat dia tak pernah absen mengikuti Perayaan Ekaristi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan kerohanian di parokinya.

Tahun terakhir di Sekolah Latvia, Teo ingat pesan sekaligus harapan Juocepyté: “Satu dari mereka bisa menjadi imam”. Sebagai sulung, Teo merasa harapan ini harus digenapi. Ia harus menjadi imam meski sadar cita-cita ini akan ditentang sang ayah. Secara diam-diam, Teo melamar ke Seminari Saint Petersburg. Selama 19 tahun mengenyam pendidikan, ia ditahbiskan sebagai imam pada 4 Maret 1900.

Setelah ditahbiskan, Pastor Teo langsung diangkat sebagai Vikaris Apostolik di Paroki Varaklian, Latvia. Setelah itu, ia diangkat menjadi kurator di Paroki Latgalia, Latvia pada 26 Juni 1900. Ketika tiba pertama di Latgalia, banyak umat menolak kehadirannya. Mereka tidak membutuhkan pastor muda yang tidak berpengalaman dalam menyelesaikan relasi Katolik dan Ortodoks yang kurang harmonis. Tetapi ia mampu menjawab semua itu. Selama sembilan tahun, ia diterima dengan baik di kalangan Ortodoks.

Begitupun ketika menjadi Kepala Paroki Hati Yesus Tak Bernoda Saint Petersburg. Ia harus berhadapan dengan mayoritas Ortodoks dan Muslim keturunan Turki. Lagi-lagi Pastor Teo mampu menjawab tantangan itu. Ramai-ramai umat menolaknya lalu dibebastugaskan dan dipindahkan ke biara St Katarina di Saint Petersburg. Di tempat ini, ia masih mempraktikkan “baptisan keselamatan” itu. Tak ayal banyak orang mengenalnya “pastor nyentrik”.

Baca Juga Artikel:  Sesudah 100 di Indonesia, Misi Baru Para Dehonian

Diekskomunikasi
Perjuangan berat Pastor Teo di Saint Petersburg, bukan utama soal Ortodoks dan Muslim tetapi menyiapkan mental menghadapi Revolusi Tsar (Czar atau Tzar); penguasa monarki dalam pemerintahan Soviet tahun 1917. Revolusi yang diprakarsai oleh Vladimir Lenin dari Partai Bolshevik berefek luas. Revolusi yang berhasil menggulingkan kekuasaan Tsar Nicholas II ini berakibatkan lahirnya paham komunis. Konsekuensi lanjut adalah paham ini berdampak negatif terhadap gereja karena lahirnya Marxisme dan Ateisme.

Tahun 1923, Pastor Teo bersama Pastor John Ciepliakas dan 15 imam lainnya di tangkap dan dijebloskan di penjara selama tiga tahun. Meski dibebaskan tahun 1925 dan diangkat sebagai Pastor Rekan Katedral Mogliov, Belarus, Rusia, tetapi nyawanya selalu menjadi incaran.

Dalam situasi ini, Gereja bertindak. Demi menguatkan barisan para pelayan, Paus Pius XI (1857-1959) mengangkat Pastor Teo sebagai Uskup Titular di Keuskupan Matrega, Rusia pada 8 Desember 1928. Jabatan Uskup Titular dirangkap dengan jabatan Uskup Auxilier di Keuskupan Agung Mogliov (sekarang Keuskupan Agung Minsk-Mohilev), Belarusia. Ia ditahbiskan sebagai Uskup Matrega dan Mogliov secara diam-diam oleh Uskup Dio nysiana Mgr Anton Malecki (1861-1935) di Gereja Hati Kudus Maria Rusia.

Di tempat keduanya ini, Mgr Teo dipaksa bekerja di hutan pada suhu yang membeku. Mereka tidak peduli akan kesehatan Mgr Teo. Kendati begitu, dia sering terbangun di tengah malam untuk merayakan Misa secara rahasia dan mengantar komuni kepada tahanan. Karena kesehatannya, Mgr Teo dipindahkan ke Penjara Moskow tahun 1933. Ia berhasil dibebaskan berkat kesepakatan antara Lithuania dan Rusia untuk pertukaran sepuluh tahanan.

Baca Juga Artikel:  Sesudah 100 di Indonesia, Misi Baru Para Dehonian

Setelah itu, Mgr Teo pergi ke Roma dan bertemu dengan Paus Pius XII (1876-1958). Kemudian sempat mengunjungi Amerika Serikat untuk bertemu komunitas Katolik Lithuania. Ia juga berziarah ke Kairo dan Yerusalem. Tahun 1943, setelah kematian Uskup Kaišiadorys, Lithuania Mgr Juozapas Kukta, Mgr Teo diangkat oleh Paus Pius XII menggantikan Mgr Kukta. Ia menjadi uskup yang membela Gereja Katolik selama pendudukan Jerman di Rusia. Ia mendorong para imam untuk tidak gentar dalam melayani meski hidup dalam penindasan.

Perjuangannya ini membuat Mgr Teo kembali ditangkap tahun 1946. Ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena mengeluarkan surat pastoral untuk menolak perampasan gereja-gereja. Setelah dibebaskanpada 1956, ia dilarang merayakan Misa dan melayani umat.

Mgr Teo meninggal pada 20 Agustus 1962 di kamarnya karena dibius. Kematiannya secara tak wajar membuat umat Katolik Lithuania berdemonstrasi besar-besaran. Jazadnya dimakamkan di Katedral Transfigurasi Kristus Lithuania.

Proses beatifikasinya dibuka oleh Keuskupan Agung Vilnius, Lithuania pada 2 April 1990 saat Paus Yohanes Paulus II bertakhta. Proses ini berlangsung hingga 1 Mei 2008. Paus Fransiskus menyetujui proses beatifikasi Mgr Teo pada 1 Desember 2016. Ia dibeatifikasi oleh Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus Vatikan Kardinal Angelo Amato SDB pada 25 Juni 2017 di Vilnius, Lithuania. Sebelumnya tahun 2003, ia dianugerahi “Life Saving Cross” dan “Cross of the Order of the Grand Cross” (2006). Ia dikenang sebagai pelindung Gereja Rusia dan Lithuania dan perayaannya dikenang setiap 14 Juni.

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles