Hening Griya : Mencari Buah Keheningan

1796
Para Frater Projo yang sedang menjalankan aktivitas di Hening Griya.
[NN/Dok.Pribadi]
4.2/5 - (9 votes)

HIDUPKATOLIK.com – “Hening Griya hendaknya menjadi tempat yang baik untuk menyepi. Jauh dari itu GH dapat membawa orang untuk bertemu dengan Tuhan.”

Jalan berkelok dengan pemandangan pedesaan membuat wisatawan terkesima saat melintasi jalan di daerah Batu Raden, Purwokerto, Jawa Tengah. Di sepanjang jalan itu juga berdiri begitu banyak vila. Salah satu di antara bertuliskan Hening Griya pada pintu masuknya.

Suasana begitu hening mencuat keluar saat menelusuri Hening Griya. Dari gerbang menuju ke dalam jalannya menurun mengingat kontur tanahnya miring. Bangunan didirikan sesuai dengan keadaan tanah di lingkungan ini.

Orang yang tak paham akan mengira tempat ini sebagai sebuah vila, sama seperti rumah-rumah di sekitarnya. Namun, Hening Griya sebenarnya adalah rumah pastoral yang dimiliki Keuskupan Purwokerto. Sejak awal berdirinya, Hening Griya menjadi salah satu karya Keuskupan Purwokerto.

Di sini setiap orang dapat berdoa. Dalam keheningannya, Hening Griya mengundang umat, biarawan serta biarawati untuk sejenak menunggalkan “dunia” untuk mencari buah-buah keheningan.

Rumah Pastoral
Hening Griya diresmikan pada 11 Februari 1981 oleh Uskup Perwokerto ketika itu, Mgr Paskalis Soedita Hardjasoemarta MSC. Tidak hanya untuk retret, tempat ini disediakan sebagai tempat bagi aneka kegiatan di Keuskupan Perwokerto.

Direktur Rumah Pastoral Hening Gerya, Pastor Sheko Swandi Marlindo MB menuturkan, di sinilah setiap orang yang datang, terutama biarawan dan biarawati, dapat dengan tenang menjalankan aktivitas doa. Ia mengatakan, kebanyakan digunakan untuk kegiatan retret, rekoleksi dan pendalaman iman yang lainnya. “Dengan fasilitas-fasilitas yang ada di sini, membantu siapa saja dapat tenang berdoa,” kata imam yang akrab disapa Pastor Sheko ini.

Hening Griya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam Keuskupan Purwokerto. Pastor Sheko melanjutkan, kegiatan-kegiatan pastoral keuskupan umumnya memakai di tempat ini, sehingga dalam waktu setahun kegiatan-kegiatan telah terjadwal dengan rapih. “Selain itu ada kegiatan yang bersifat mendadak namun tetap dipersiapkan.”

Selain untuk kebutuhan keuskupan, Hening Griya juga terbuka untuk kegiatan-kegiatan lain. Pastor Sheko mencontohkan, kegiatan paroki atau kategorial, retret anak sekolah Katolik maupun sekolah Kristen, juga sering memilih tempat ini. Tidak saja dari Katolik, dalam pelayanannya sehari-hari, Hening Griya juga dipilih oleh komunitas-komunitas Gereja lain saat mereka akan mengadakan kegiatan. “Selain itu ada juga permintaan dari Greja Kristen seperti Greja Kristen Indonesia (GKI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Umum.”

Manager Hening Griya, Sr Philomina OP menambahkan, tempat yang mereka kelola ini tersedia berbagai fasilitas seperti tempat penginapan, ruang doa, ruang pertemuan dan kolam renang. Fasilitas ini kemudian dibagi berdasarkan unit, dimana total ada empat unit; Unit Paskalis, Unit Maria, Unit Dominikus, dan Unit Rossa.

Untuk tempat penginapan bagi dewasa dapat diisi dua orang. Sedangkan, kamar yang diperuntukkan bagi anak-anak, dapat menampung empat orang dalam satu kamar. Kamar lain ada yang hanya untuk satu orang.

Sr Philomina melanjutkan, untuk ruang doa, Hening Griya memiliki dua kapel, yakni Kapel St Peregrinus dan Kapel St Dominikus. Selain itu untuk ruang pertemuan disediakan sebuah auditorium dengan menampung 150 orang. “Mereka selalu bilang bahwa di empat ini nyaman untuk berdoa, selain itu tidak kekurangan makanan. Inilah yang membuat Hening Griya diminati oleh umat gereja Katolik sendiri dan non-Katolik.”

Dapur Toleransi
Kehadiran Hening Griya menjadi berkah bagi masyarakat sekitar, hubungan baik dengan lingkungan sekitar sudah lama terjalin dengan baik. Pejabat-pejabat sekitar seperti kepala desa maupun tokoh-tokoh agama telah sejak awal mengetahui adanya Hening Griya. Karyawan di sini pun tidak semuanya Katolik, Hening Griya merekrut pegawai dari lingkungan sekitar tanpa memandang latar belakang agama maupun budaya.

Menurut Sr Philomina, dari sebanyak 21 pekerja semua berasal dari masyarakat sekitar. Hening Griya bermaksud memberdayakan warga setempat dan sebagian besar dari pekerja adalah non-Katolik. “Karyawan di sini hanya satu yang Katolik. Meski kami bebeda, akan tetapi kami menjalankan aktivitas kami sebagai saudara.”

Sr Philomina mengapresiasi ketekunan karyawannya dalam bekerja. Saat bulan puasa, mereka tetap melayani tamu di Hening Griya. “Mereka memberikan kesempatan kepada saya untuk mencicipi makanan, karena mereka tidak boleh supaya puasa tidak batal. Mereka juga akan salat, karena disediakan mushala di tempat ini,” kenangnya.

Pastor Sheko membenarkan, ketika sedang memerlukan tambahan karyawan, ia kadang bertemu kepala desa atau diwakili suster untuk menanyakan apakah ada warga yang tertarik bekerja di Hening Griya. Menurutnya hubungan baik itu sudah terjalin begitu lama. “Mereka sudah terbiasa dengan kami, yang biasanya dipanggil bapak atau ibu, sekarang dipanggil Romo atau Suster.”

Dengan relasi semacam ini, menunjukkan sebuah toleransi yang sederhana dan praktis. Pastor Sheko menuturkan, bukan hanya bumbu-bumbu dapur yang terajut tapi juga bumbu toleransi yang hidup.

Tak Sekadar Menyepi
Hening Griya terletak cukup jauh dari perkotaan. Tempat ini memang sengaja dipilih terutama karena untuk menjalankan kegiatan-kegiatan rohani. Pastor Sheko menjelaskan, tempat ini dapat menjadi tempat bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menyepi. Hingar bingar dunia menuntut untuk mencari ketenangan dan sebentar menepi.

Yesus sendiri mencari tempat untuk menyepi. Tempat semacam inilah yang ingin dihadirkan Hening Griya, yaitu menjadi tempat di mana orang dapat berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan. Pastor Sheko menjelaskan, di sini setiap orang dapat sejenak bercakap-cakap dengan Allah untuk merenungkan rencana-Nya dalam kehidupan sehari-hari. “Sebagai pengikut Kristus, kita juga menyempatkan diri untuk mencari tempat yang sunyi.”

Pastor Sheko menegaskan, bahwa jangan sampai seseorang atau sekelompok orang terjebak dalam rutinitas belaka di tempat itu. Ia berharap, semakin banyak orang akan memanfaatkan fasilitas sudah disediakan di Hening Griya untuk mencari kekayaan-kekayaan rohani. “Dengan berada di sini, hendaknya setiap orang dapat menepi untuk menemukan atau berjumpa dengan kehendak Allah.” tutupnya.

Willy Matrona

HIDUP NO.44 2018, 4 November 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here