Diberkatilah yang Mengandalkan Tuhan

929
1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Minggu, 17 Februari 2019, Minggu Biasa VI Yer 17:5-8; Mzm 1:1-2, 3, 4, 6; 1 Kor 15:12, 16-20; Luk 6:17, 20-26

“Menjadi bahagia adalah mengakui hidup ini berharga, meskipun banyak tantangan, salah paham dan saat-saat kritis”.

BIASANYA orang mengatakan, bahwa yang berbahagia adalah orang kaya (uang melimpah ruah, rumah ada dimana-mana), orang yang memiliki banyak jabatan, mereka yang cantik, mereka yang ganteng. Mereka yang hidup berfoya-foya. Mereka yang sedikit atau tak pernah mengalami penderitaan. Benarkah demikian?

Dibandingkan dengan Penginjil Matius, yang berbicara tentang khotbah Yesus di bukit (Mat 5:1-12). Penginjil Lukas memusatkan perhatian secara eksklusif pada mereka yang menderita, yakni; “mereka yang miskin, yang lapar, yang menangis, yang dibenci, yang dikucilkan, yang dicela, dan yang ditolak”.

Mereka-mereka ini menderita karena percaya dan mengandalkan Yesus, Anak Manusia. Meski menderita, pada dasarnya mereka adalah orang-orang berbahagia. Mengapa? Mereka itulah yang empunya kerajaan Allah. Mereka itulah yang akan dipuaskan, mereka itulah yang akan tertawa, upah mereka di surga adalah besar.

Yesus itu adalah Putra Allah yang Maha Tinggi. Yesus itu adalah Juru Selamat, seperti diberitakan oleh malaikat kepada para gembala (Bdk. Luk 2:10-11). Yesus, Sang firman, adalah terang yang bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan itu tak menguasainya (Bdk. Yoh 1:5).

Dalam Yesus ada hidup (Bdk. Yoh 1:4). Yesus adalah pokok anggur dan diluar pokok anggur itu, kita manusia sebagai ranting-ranting-Nya tidak dapat berbuat apa-apa (Bdk. Yoh 15:5).

Marilah kita percaya kepada-Nya, dalam arti: mengenal, menjumpai, dan melihat-Nya dan kemudian “memberitahukan apa yang dikatakan mengenai Dia, sambil memuji dan meluhurkan Allah” (Bdk. Luk 2:16-17).

Marilah kita mengandalkan Yesus dan mempersembahkan diri kita kepada-Nya, walaupun  dengan risiko bahwa kita harus menderita: “menjadi miskin, menderita kelaparan, menangis, dibenci, dikucilkan, dicela, dan ditolak. Walaupun hidup kita harus menderita
karena mengandalkan Yesus, namun kebahagiaan sejati nanti akan meliputi kita.

“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan, seperti pohon yang ditanam ditepi air, yang merambatkan akar-akarnya ketepi batang air dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”, demikianlah firman Tuhan melalui nabi Yeremia (Yer 17:5-6).

Sebaliknya, karena menolak Yesus, karena mengandalkan kekuatan sendiri, dan karena sombong, memang kita barangkali tak menderita: kita menjadi kaya, kita merasa kenyang, kita tertawa, kita dipuji oleh semua orang, seperti dirasakan oleh nabi-nabi palsu, namun sebenarnya kita bukan menjadi orang berbahagia, tetapi orang bercelaka atau orang terkutuk.

Karena beginilah firman Tuhan melalui nabi Yeremia; “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh daripada Tuhan. Ia akan seperti semak bulus dipadang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus dipadang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk” (Yer 17:5-6).

Bila selalu mengandalkan Tuhan maka hidup kita ini walaupun penuh dengan penderitaan tidaklah sia-sia, melainkan berharga. Paus Fransiskus berujar sebagai pegangan menjalani hidup di tahun 2019: “Menjadi bahagia adalah mengakui hidup ini berharga, meskipun banyak tantangan, salah paham dan, saat-saat kritis”.

 

Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC
Uskup Amboina

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here