Urgensi Politik Nilai Kaum Milenial

100
3/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Di tengah terancam hancurnya etos politik, peran positif kaum milenial amatlah urgen. Caranya adalah tetap mempromosikan nilai-nilai luhur politik sebagai rujukan berpolitik. Max Scheller (1966) menandaskan bahwa nilai-nilai bersifat statis, tidak bergantung pada situasi tertentu. Nilai-nilai menjadi orientasi manusia.

Nilai-nilai itu bersifat vital. Dengan demikian, apa yang dilakukan dan terjadi, selalu berlandaskan nilai-nilai tertentu dan bertujuan untuk mencapai nilai-nilai tertentu juga. Nilai-nilai itu selalu berkaitan dengan kebaikan. Dalam kontestasi elektoral misalnya, nilai-nilai kebangsaanlah landasannya.

Pemikiran aksiologis Scheller ini dapat menjadi basis refleksi filosofis setiap praksis politik. Sebab, politik memang selalu berkaitan dengan common good. Politik selalu memiliki aspek spiritual dan berdimensi altruik. Melalui politiklah, cita-cita untuk mendapatkan kehidupan yang pantas dapat diperjuangkan. Itulah nilai dari politik.

Nilai dari politik tidak terpengaruh oleh para aktor politik, tidak terpengaruh oleh situasi yang mengitari peristiwa politik tertentu, tidak terpengaruh oleh orientasi politik sekelompok orang. Nilai adalah politik dan politik adalah nilai itu sendiri. Membicarakan politik berarti membicarakan nilai-nilai. Nilai-nilai yang terintegrasi didalam kontestasi politik itu adalah nilai-nilai luhur kebangsaan. Pancasila dan UUD’45 lah yang menjadi landasan dan orientasinya.

Karenanya, kontestasi politik mesti menjadi kontestasi nilai-nilai. Persis di sinilah yang menjadi salah satu problem akut bangsa kita akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, elite-elite publik telah mengobrak-abrik nilainilai itu demi mendapatkan insentif elektoral. Mereka memproduksi dan mereproduksi sengkarut publik sambil memaksakan kepentingan parsial untuk diakomodasi dalam agenda politik publik.

Nilai dari (praksis) politik dipelintir berdasarkan kehendak mereka saja. Alih-alih mempertahankan nilai, yang terjadi adalah praksis elektoral menjadikan politik kehilangan nilai. Tidak mengherankan jika ruang publik kita dipenuhi oleh hoaks ataupun hal-hal yang menyebabkan segregasi sosial.

Di sinilah urgensi peran revitalitatif kaum milenial. Mereka mesti “membranding” cara politik berkarakter yang diback-up oleh nilai-nilai fundamental kebangsaan. Mereka mesti menginternalisasikan nilainilai luhur kebangsaan dalam setiap praksis politik. Maka, setiap sepak terjang politik yang melenceng, mesti dikonter dengan menggunakan nilai-nilai luhur kebangsaan. Kaum milenial harus memroteksi ruang publik kita yang terancam mengalami abrasi etis dan minus moralitas.

Dengan begitu, maka kaum milenial juga bisa menghindarkan politik elektoral dari perangkap pola-pola praktik oligarki. Sebab selama ini, praksis elektoral kita seringkali dikapitalisasi dan melahirkan patronase politik.

Kaum milenial mesti menunjukkan “hal baru” dalam setiap praksis politik. Itu berarti mereka tidak boleh berpolitik seperti yang telah dilakukan oleh para elite selama ini. Mereka tidak boleh bepolitik untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Politik yang mereka lakukan adalah politik nilai, politik yang berangkat dari nilai, berpedomankan nilai dan memperjuangkan nilai.

Politik nilai berarti politik yang dikendalikan akal sehat dan tunduk dibawah orientasi kolektif publik. Politik nilai adalah politik yang selalu menyuarakan narasi-narasi kebangsaan. Hal ini mesti dilegitimasi oleh paradigma dan praksis politik yang menjadikan politik sebagai refleksi dari kehidupan etis-substansial (Habermas, 1999). Di sini, nilai-nilai etis moral menjadi kerangka acuan ekspansi politik mereka. Dengan demikian, setiap praksis politik tidak kehilangan nilai serta tidak mengabaikan etos publik.

Kaum milenial harus mempertahankan dan menampilkan nilai-nilai luhur dari sebuah kontestasi politik. Kaum milenial mesti melakukan sterilisasi ruang publik dari kontaminasi destruktif sebagai akibat ulah elite politik yang hanya mengutamakan keuntungan ataupun hanya mengejar rating publik tertentu.

Inosentius Mansur

HIDUP NO.07 2019, 17 Februari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here